Buku Karya Braindilog

Berisi mengenai kajian analisis sosial dengan pendekatan konsep teori tokoh Sosiologi Indonesia.

Braindilog

Merupakan sebuah konsep dan metode diskusi yang di lakukan dengan tahapan Brainstorming, Dialectic, dan Logic dari teori atau permasalahan sosial yang didiskusikan.

Braindilog Sosisologi Indonesia

Mengawal Perkembangan Ilmu Sosiologi di Indonesia menuju otonomi teori Sosiologi Indonesia yang berlandaskan nilai, norma, dan kebermanfaatan masyarakat Indonesia.

Gerakan Otonomi Teori Sosiologi Indonesia

Sayembara menulis artikel sosiologi Indonesia adalah upaya Braindilog Sociology dalam menyebarluaskan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia.

Braindilog Goes To Yogyakarta

Diskusi Lintas Komunitas bersama Joglosonosewu dan Colombo Studies di Universitas PGRI Yogyakarta dengan tema "Konflik Horisontal Transportasi Online". Selain dihadiri komunitas, acara ini juga diikuti oleh beberapa perwakilan mahasiswa dari masing-masing kampus di Yogyakarta.

Minggu, 20 Desember 2020

Perspektif Paradigma Integratif dalam Sosiologi

Interaksi individu dengan individu lain merupakan kunci dasar membangun relasi sosial bermasyarakat. Persepsi, sudut pandang menjadi organ vital dalam mengetahui setiap sisi individu. Seperti yang dikatakan Abraham Lincoln, Zoon Politicon - makhluk yang saling membutuhkan.

Sudut pandang setiap individu tidak pernah sama. Setiap rangsangan dan pengaruh dari eksternal membentuk sikap dasar setiap individu. Sikap individu, emosi individu, dan kemampuan mengembangkan kapasitas individu selalu dipengaruhi oleh alam sekitar atau rangsangan dari lingkungan.

Eksistensi keberadayaan individu tidak lepas dari pengaruh kebudayaan, setiap budaya muncul dari ragam alam yang mengakar dari masa ke generasi. Kemampuan menjamah dan beradaptasi dari budaya sebagai cerminan bahwa individu selalu tumbuh dan dewasa dari tradisi warisan budaya orang tua. Walaupun tidak secara langsung orang tua mengajarkan tapi secara perspektif dan cara hidup merupakan pengaruh budaya dari masa ke masa berikut.

Memberdayakan individu bukan dibentuk satu malam tapi dibangun dari puing-puing integral yang selalu tumbuh dari rasa kasih menyanyangi, rasa peduli-sesama dan rasa berbagi terhadap derita maupun suka. Maka, dari situ lahir jiwa yang membudaya secara naluriah individu yang terbenam dalam kelompok.

Struktur, politik, ekonomi dan sosial merupakan entitas primer yang melengkapi aspek dari kehidupan setiap individu. System politik, system ekonomi, dan kelompok pada masyarakat sebagai garda tombak dalam melihat kesejahteraan suatu masyarakat. Bukan pada individu, pada kelompok suatu nilai menjadi tersosialisasi ke dalam tatanan norma dan nilai.

Termasuk pengaruh psikologi, para sosiolog bersepakat menjadikan ilmu jiwa sebagai pintu kedua untuk memahami dinamika yang terjadi ditengah masyarakat, terkhusus memahami individu.

Merupakan satu hal yang terpengaruh oleh ilmu alam, diantaranya sosiologi dan psikologi. August Comte selain sebagai sosiolog juga seorang fisikawan yang menguasai rumus-rumus inti.

Keteraturan sosial kata Comte, hanya bisa diraih dengan menyeimbangkan ilmu alam dengan ilmu sosial. Hal penting untuk mempelajari karakter alam adalah dengan memahami hubungan sebab-akibat dari pengetahuan ilmu alam yang berupa angka hasil pasti. Tidak sama dengan ilmu sosial yang caranya boleh berbeda tapi hasil tetap sama. Seperti, dua ditambah dua adalah empat. Bisa juga, satu ditambah tiga adalah empat.

August Comte, mencoba mengkaji memperbaiki sistem politik masyarakat ketika itu dengan memadukan sainstis dengan humaniora. Alhasil, dapat memperbaiki orang-orangnya ketika itu.

Selain berdiskusi banyak, individu harus berpikir sistemik berdasarkan paradigma integrative. Teori sosiologi Modern pada abad ke-19 telah berkontribusi terhadap pengembangan nalar individu-kelompok menjadi basis menangkap fakta sosial dari berbagai paradigma. Konsep, teori dan gagasan merupakan makna tercatat dalam sejarah pemikiran para sosiolog dunia.

Gagasan ideal tentang suatu diskursus selalu menjadi pusat perhatian mayoritas sosiolog. Selain teori yang didefinisikan sebagai penjelas realitas sosial, juga mengandung konsep dua variabel yang saling berkait-mengait

Doyle Paul Johnson, sosiolog klasik meringkas definisi konsep sebagai kata yang memberikan makna. Jadi setiap kata berperan terhadap suatu makna. Konsep adalah kata yang diberikan makna. Konsep adalah variable yang telah diberi variasi nilai. Setiap variable adalah konsep.

Pemberian makna berbeda dengan variable. Variabel menyangkut variabel independent dan variabel dependent. Hal yang dijelaskan berhulu pada hubungan antar variabel. Seperti, Teori sosiologi bukan teologi yang bersifat mutlak tapi sebagai guiden dalam merumuskan suatu masalah.

Pola relasi merupakan  salah satu penjelasan tentang interaksi. Teori sosiologi lahir berdasarkan hasil penelitian.  Penelitian dibangun dari temuan-temuan yang dilapangan yang tidak semestinya terjadi. Seorang ahli sosiolog selalu diminta kritis mempelajari teori.

Grand teori misalnya, sebagai matahari yang menyentuh keadaan sekitar. Misal suatu masalah yang diteliti tentang tingkat kemiskinan. Maka, teori fungsional structural menjadi petunjuk dalam menentukan arah berupa tujuan-tujuan khusus dari sebuah penelitian tentang tingkat kemiskinan. Dari hasil temuan dari beberapa penelitian, terdapat 12 indikator kemiskinan atas pertimbangan berbagai lembaga nasional maupun lembaga internasional.

Contoh lain, teori mikro, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bicara tentang pengelolaan ketahanan keluarga yang praktis. Maka, praktik yang perlukan dalam menyelesaikan masalah adalah komponen pendukung dari karakteristik ketahanan keluarga di suatu kecamatan.

Memberikan kerangka berpikir dalam asumsi yang dibangun tidak mesti didasarkan hipotesa sementara. Bisa juga dengan memprediksi hubungan sebab-akibat yang bisa saja terjadi. Analisis dari berbagai aspek dapat memudahkan memetakan polarisasi yang terjadi.

Pertimbangan sosiologis dalam membentuk naskah akademik menjadi landasan pokok dalam menggunakan teori sosiologi. Terdapat analisis sosiolog Emile Durkheim yang menjelaskan fakta sosial. Pertanyaannya, apa yang dianalisis? Dan bagaimana fenomena yang terkumpul dari masyarakat? begitupun sedikit persamaan dengan gagasan yang dikemukakan Max Weber tentang etika agama.

Semua saling persinggungan yang bersumbu pada realitas sosial, baik individu, kelompok maupun masyarakat secara garis besar.

Muhammad Irsyad Suardi

Mahasiswa Magister Sosiologi UNAND



Selasa, 27 Oktober 2020

Analisa Sosiologi Kebudayaan dan Masyarakat

Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua unsur tersebut menjadi satu kesatuan dalam menjalankan fungsi dan perannya ditengah kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya kebudayaan, masyarakat menjadi liar karena tidak adanya unsur-unsur atau nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan suatu masyarakat tersebut. Pengaruh kebudayaan di suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh tradisi-tradisi yang berkembang dari nenek moyang. Tradisi tersebut kemudian dijadikan norma,nilai dan keyakinan dalam bertindak pada masyarakat dan dianut oleh generasi penerus mereka sehingga turunlah tradisi tersebut kepada anak-cucu mereka yang selanjutnya diadopsi dari generasi secara turun-temurun. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Selo Soemardjan (1988), bahwa masyarakat adalah sebagai orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

Definisi Kebudayaan

Secara Sosiologis, kebudayaan adalah hasil atau produk dari cipta, rasa dan karsa tersebut. Artinya, setiap nilai, aturan dan norma yang telah disepakati bersama oleh kelompok masyarakat maka hal itu merupakan sebuah produk yang dibuat dalam masyarakat tersebut sehingga menjadi nilai-nilai yang telah menjadi pemahaman bersama ditengah masyarakat tersebut.

Namun, Pengertian Kebudayaan yang dijelaskan oleh Soerjono Soekanto (1974) dari sudut pandangnya ialah sesuatu yang mencangkup semua yang didapat atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, yaitu mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak. Inilah yang dimaksud Soerjono Soekanto definisi kebudayaan yang lebih komprehensif berdasarkan berbagai keragaman budaya yang ada di Indonesia.

Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia itu sendiri. Manusia-lah yang menciptakan kebudayaan dan manusia pula-lah yang menjadi pemakainya. Kebudayaan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena mereka saling membutuhkan dan saling terkait satu sama lain sehingga menjadi entitas nilai.

Perbedaan Masyarakat dan Kebudayaan

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Sedangkan, yang dimaksud masyarakat oleh Soerjono Soekanto ialah umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. Kedua, bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru. Sebagai akibat dari hidup bersama, maka timbul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur hubungan antar manusia. Ketiga, sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan. Keempat atau terakhir, mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena merasa dirinya terkait satu sama lain.

Dan yang dimaksud kebudayaan secara umum ialah, serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki oleh manusia, yang digunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakannya. Secara tidak langsung, eksistensi keberadaan masyarakat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan yang melekat pada diri individu tersebut yang kemudian digunakan oleh masyarakat setempat berdasarkan kebiasaan yang terjadi.

Pentingnya Kebudayaan bagi Individu

Ada lima hal penting bagi seseorang atau individu yang hidup ditengah masyarakat yang memiliki latar belakang budaya. Pertama, kebudayaan bagi individu menentukan identitas suatu bangsa. Contoh, di Minangkabau Rumah Gadang identik dengan bentuk melengkung di kedua ujungnya, hal itu menjadi sebuah identitas tersendiri yang mempunyai makna khusus bagi budaya minangkabau. Kedua, kebudayaan merupakan sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang menghasilkan komoditas ekonomi dan sosial. Ketiga, Kebudayaan sebagai pola perilaku individu dalam bertindak dan berbuat. Keempat, kebudayaan sebagai warisan yang diturunkan turun-temurun. Dan kelima, kebudayaan sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba.

Itulah lima hal penting yang menjadi pijakan individu betapa pentingnya memiliki sebuah kebudayaan, karena sejatinya individu tanpa kebudayaan bagaikan individu yang tidak memiliki alamat untuk pulang.

Karya: Muhammad Irsyad Suardi

Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Andalas



Rabu, 30 September 2020

Gerakan Solidaritas Kemanusiaan Pemuda Seruyan

Apakah jika ingin berbuat baik kita harus izin kepada pimpinan? Lantas Tuhan siapa?! Apakah hasil dari berbuat baik harus dilaporkan kepada pimpinan? Lantas maliakat pencatat amal kebaikan kerjanya apa?!

Dua pertanyaan diatas menjadi pengantar tulisan ini. Berawal dari niat baik dan inisiatif positif orang-orang baik maka lahirlah gerakan pemersatu rasa solidaritas kemanusiaan yaitu, Gerakan “Relawan Muda Bantu Seruyan”

Apa Itu Relawan Muda Bantu Seruyan?

            Relawan Muda Bantu Seruyan adalah suatu gerakan kemanusiaan yang mana didalamnya terdapat perkumpulan pemuda Seruyan yang memiliki visi yang sama untuk berdampak positif dan berkontribusi terhadap saudara-saudara di sebagian wilayah kabupaten seruyan yang terdampak banjir. Adapun lembaga atau organisasi pemuda yang bergabung didalam Gerakan ‘Relawan Muda Bantu Seruyan’ diantaranya; Rumah Seni Tabela Borneo, Teater Lilin, Sanggar Kambang Mayang, Sangar Talawang Lewu, Seni Bela Diri Antang Batamaet, Tipigapa, Rastapati dan didukung oleh 29 UMKM Muda Seruyan. Ketujuh perkumpulan pemuda penggiat seni dan musik tersebut merupakan bukti bahwa kekuatan perkumpulan pemuda gerakan ’Relawan Muda Bantu Seruyan’ sangat berdampak positif. Melalui gerakan tersebut juga menjadi bukti bahwa kita sebagai Seruyan Muda mampu tumbuh dan menjadi luar biasa. Gerakan kemanusian tersebut dapat kita hubungkan dengan istilah gerakan sosial yang didalam ilmu sosiologi gerakan sosial merupakan suatu bentuk perilaku kolektif yang diberi nama gerakan sosial. Pengertian perilaku kolektif sendiri adalah perilaku yang dilakukan sekelompok orang secara bersama-sama sebagai tanggapan spontan terhadap rangsangan tertentu. Teori interaksionisme simbolik juga mempelajari tentang perilaku kolektif dan gerakan sosial. Pendekatan tentang gerakan sosial yang menekankan pada perilakuk kolektif memiliki tujuan untuk membanguan tatanan kehidupan yang baru. Secara keseluruhan pendekatan ini masih mendapatkan perhatian, sebab pendekatan ini disatu sisi menekankan pada aspek sosial-psikologis, dari aksi kolektif seperti emosi, perasaan solidaritas, perilaku ekspresif dan komunikasi sedangkan disisi lain menempatkan pada kemunculan gerakan sosial didalam proses relasi dan interaksi yang terus berjalan (Outwaite 2008:784).

 Bersatu Karena Rasa Kemanusiaan

           Solidaritas dan kepedulian pemuda luar biasa lahir dan menguat ketika semuanya menyadari bahwa bencana banjir yang melanda seruyan bagian hulu dan seruyan bagian tengah merupakan luka yang dibuat sengaja oleh oknum penguasa. Pada tanggal 13 September 2020 kami sebagai pemuda yang tinggal dibagian hilir seruyan merasakan luka yang sama bahwa saudara-saudara kami yang ada di seruyan hulu dan seruyan tengah sedang tidak baik-baik saja. Gerakan kecil kami mulai dengan cara melakukan penggalangan donasi mengumpulkan beberapa rupiah, sembako dan pakaian bekas layak pakai. Diluar dugaan gerakan kemanusian yang pada mulanya diinisiasi oleh Seruyan Muda membola salju, sejak tanggal 13 September 2020 - tanggal 20 September 2020 ada tuijuh perkumpulan pemuda yang siap berkontribusi nyata untuk saudara-saudara yang sedang dilanda bencana. Beberapa hari setelah penutupan pengumpulan donasi kami mendapat kabar bahwa banjir juga menerjang sebagian wilayah di seruyan hilir. Berbahaya!

Perjalanan Tak Semulus yang Direncanakan

             Tidak pernah terpikirkan oleh kami bahwa gerakan solidaritas kemanusiaan penggalangan donasi harus terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dan meminta izin kepada dinas terkait. Entah apa alasanyan saya dan kawan-kawan relawan mencoba berpikir positif. Mungkin saja niatnya agar gerakan kemanusian kami dapat dikontrol dan tepat tujuan, mungkin saja?! 20 September 2020 dapat dikatakan waktu yang terlambat untuk kami mengurus surat perizinan penggalangan donasi. Keterlambatan tersebut memiliki alasan yang kuat sebab kami tidak pernah berpikir bahwa untuk memulai gerakan solidaritas kemanusian harus izin terlebih dahulu kepada pimpinan dan hasil dari pengumpulan donasi juga harus dilaporkan atau dibuat semacam laporan pertanggung jawaban. Mungkin saja niatnya baik?! makanya prosudur ini kami ikuti demi lancarnya perjalanan gerakan kemanusiaan ini. Kami juga berpikir mungkin saja dengan begitu pekerjaan malaikan pencatat amal kebaikan dapat terbantu.

 Kekuatan Yang Lahir Ketika Perkumpulan Pemuda Berkolaburasi

             Lagi-lagi diluar dugaan bahwa potensi pemuda Seruyan sangat luar biasa. Hal tersebut terbukti ketika kami bersatu kedalam sebuah wadah gerakan ‘Relawan Muda Bantu Seruyan’ masing-masing dari perkumpulan pemuda saling unjuk kebolehan, Seni Bela Diri Antang Batamet sangat terlihat mengejutkan ketika menampilkan gerakan-gerakan seni bela diri tradisional khas kalimantan, Teater lilin terlihat memukau ketika mereka bermain teater dan membacakan puisi yang menyayat hati bagi mereka yang merasakanya, Sanggar Kambang Mayang dengan kepiawaian tarinya juga tak kalah mengejutkan, Rumah Seni Tabela Borneo juga terlihat mengagumkan ketika mereka unjuk kebolehan dalam memainkan alat musik tradisional begitu juga dengan Sanggar talawang Lewu dan penggiat musik acustik Tipigapa. Tidak hanya itu, perkumpulan pemuda seruyan semakin terlihat luar biasa ketika mereka berkolaburasi dipenampilan virtual penggalangan donasi pada tanggal 20 September 2020. 

Berawal Dari Seruyan Muda

         Seruyan Muda merupakan gerakan social enterprise yang menjadikan pemuda sebagai tenaga arsitek peradaban Seruyan yang berketuhanan dan berbudi luhur. Seruyan Muda lahir pada tahun 2018. Visi Seruyan Muda adalah sebagai Medium KOLABOREKSPRESI gerakan Social Enterprise Seruyan Muda untuk Seruyan. Misinya 1) Menjadi gerakan pemersatu Seruyan Muda, 2) Menjadi gerakan Social Enterprise Seruyan Muda, 3) Menjadi gerakan kolaburasi ekspresi Seruyan Muda, dan 4) Menjadi gerakan pembangun Seruyan. Adapun tujuan Seruyan Muda sebagai berikut; Jangka Panjang (pada tahun 2045 menjadi gerakan social enterprise pemuda percontohan dunia yang unggul serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa. Jangka Menegah (pada tahun 2019-2025 menjadi medium gerakan kolaborekspresi social enterpriese pemuda seruyan yang solid dan mandiri secara financial). Jangka Pendek (pada tahun 2019-2020 menjadi jembatan komunikasi yang baik bagi pemuda seruyan dari hulu sampai hilir). Didalam lingkaran terdalam seruyan muda juga terdapat struktur yaitu; Koordinmator, Administrasi & Keuangan serta Bidang Media, Business Development dan PUSAKA (pusat gerakan seruyan muda). Ketiga bidang tersebut memiliki tugas dan tenggung jawab. Bidang Media bertanggung jawab mengembangkan seluruh media Seruyan Muda baik dalam hal penyajian konten, editing, marketing dan IT. Bidang Business Development bertanggung jawab untuk mengembangkan social enterprise seruyan muda, baik dalam hal produk dan marketing. Sedangkan Bidang PUSAKA bertanggung jawab untuk menghidupkan dan mengembangkan gerakan seruyan muda.

       Gerakan ‘Relawan Muda Bantu Seruyan’ merupakan salah satu program yang diinisiasi oleh bidang pusaka seruyan muda, program tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan teman-teman dari bidang business developmen dan bidang media.

        Kami sebagai seruyan muda berharap didalam lingkaran seruyan muda dapat terlibat seruluh pemuda seruyan dari hulu sampai hilir untuk saling bertumbuh, menumbuhkan dan bergunana untuk tanah kalahiran kabupaten seruyan. Disetiap langkah dan gerakan yang kami mulai kami terus belajar dan memetik pengalaman baru seperti halnya ketika kami membuat gerakan solidaritas kemanusiaan ‘relawan muda bantu seruyan’ mengumpulkan donasi/penggalangan dana. Pengalaman yang dapat kami petik salah satunya adalah kami harus terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dan meminta izin kepada pimpinan/dinas terkait dan melaporkan apa yang kami dapat maupun apa yang telah kami salurkan kepada saudara yang membutuhkan. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kami harus terus belajar dan mencicipi pengalaman disetiap langkah dan gerakan seperti ini. Harapan besar kami sebagai pemuda seruyan kami harus bisa terus bertumbuh, menumbuhkan dan berdampak positif untuk tanah kelahiran Kabupaten Seruyan.

        Seruyan Muda! Salam Cita Muda Berkarya. Kami Muda Ada dan Berguna.

Karya: Abdul Haris

Univesitas Brawijaya

abdulharissosantro07@gmail.com



Rabu, 12 Agustus 2020

Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang homogen. Dalam kehidupan sehari-hari interaksi sosial yang dilakukan sudah saling mengenal antara orang yang satu dengan yang lainnya. Keakraban antar manusia menumbuhkan kegiatan yang ada dilakukan secara bersama-sama. Masyarakat desa yang identik dengan kesederhanaan masih menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Solidaritas sosial masyarakat pedesaan masih kuat yaitu saling tolong-menolong dalam berbagai hal. Aktivitas sosial yang dilakukan mencerminkan kerjasama, kekompakan, dan gotong royong sebagai modal tindakan keseharian dalam kegiatan yang dilakukan. Masyarakat desa masih memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam wujud aktivitas sosial. Aktivitas yang dilakukan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu budaya, sosial, politik, hukum, agama, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Kiranya serangkaian aktivitas manusia masyarakat pedesaan menjadi menarik untuk diperbincangkan karena memuat unsur keseragaman dalam pola kehidupan. Masyarakat desa adalah masyarakat yang unik yang masih tradisional jauh dari bingar-bingar perkotaan. Antara manusia yang satu dengan yang lainnya terjalin hubungan sosial yang sangat erat sehingga kalau terjadi apa-apa pada saudara, tetangga, kerabat pasti mengetahuinya dengan cepat. Manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan sehingga ketika ada pekerjaan bisa dilakukan secara bersamaan. Solidaritas sosial yang ada pada masyarakat pedesaan masih kental, ikatan sosial juga tinggi. Hal demikian menandakan bahwa keintiman pada masyarakat dapat menjaga nilai dan norma yang ada di masyarakat dengan baik. Masyarakat desa dalam menjalankan aktivitas sosial berkaitan dengan solidaritas sosial, yang mana tipe solidaritas sosial pada masyarakat pedesaan cenderung bersifat primitif-pedesaan.  

Masyarakat Desa 

Menurut Damsar dan Indrayani :2016, perdesaan berasal dari kata desa. Kata yang berasal dari bahasa Jawa. Desa dalam bahasa etnik yang terdapat di Indonesia dikenal dalam berbagai istilah seperti Batak disebut dengan huta atau kuta, Minangkabau dikenal sebagai nagari, Aceh disebut sebagai gampong, Bugis dikenal dengan matowa, Makassar disebut dengan gukang, atau Minahasa disebut dengan wanua. Dengan demikian penamaan desa yang ada di seluruh Indonesia sangat beragam. Desa yang ada memiliki kekhasan dan keunikan sendiri dari masing-masing suku tersebut. Potensi yang dimiliki masyarakat desa juga melimpah terutama berkaitan dengan Sumber Daya Alamnya. Selain itu jika digali lebih lanjut dalam masyarakat desa juga memiliki budaya yang menjadi ciri penanda dari desa tersebut, sehingga bisa dikembangkan menjadi nilai-nilai yang berdaya guna.  Menurut Luthfia : 2013, desa merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan bernegara khususnya di Indonesia. Di era otonomi daerah pemerintah pusat mencoba memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola potensi daerahnya.

Tipologi wilayah pedesaan hampir sebagian besar masih perkampungan atau dusun. Mata pencaharian masyarakatnya lebih dominan pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan sejenisnya. Karakteristik masyarakatnya masih berkaitan dengan etika dan budaya setempat seperti berperilaku sederhana, mudah curiga, menjunjung tinggi kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu diingat, suka bergotong royong, demokratis, religius, dan lainnya (Jamaludin : 2015). Masyarakat desa dalam sektor agraris hampir semua penduduknya bekerja dalam lingkup yang sama. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang lebih beragam dalam urusan pekerjaan. Adapun penduduk yang ada di masyarakat desa juga tidak sepadat di perkotaan. Perkampungan atau dusun masih berkelompok pada masing-masing desa yang dikelilingi oleh area persawahan atau pepohonan yang masih banyak kita jumpai.

Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial merupakan tema utama yang dibicarakan oleh Durkheim sebagai sumber moral untuk membentuk tatanan sosial ditengah masyarakat. Durkheim menyatakan bahwa asal-usul otoritas moralitas harus ditelusuri sampai pada sesuatu yang agak samar-samar yang ia sebut “masyarakat” (Hasbullah, 2012). Solidaritas dalam setiap kelompok atau masyarakat berbeda kadarnya. Intensitas dalam integrasi sosial sangat mempengaruhi dalam keikutsertaan di masyarakat. Menurut Saidang dan Suparman : 2019, solidaritas sosial menunjuk satu keadaan hubungan antara individu dengan kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasari pada moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman bersama. Jadi interaksi sosial yang dibangun dalam kelompok atau masyarakat adalah komponen terciptanya solidaritas sosial yang ada di masyarakat. Interaksi sosial dapat tercipta secara rekat ataupun longgar sesuai dengan kebutuhan masing-masing manusia. Solidaritas sosial yang dikemukakan Durkheim merujuk pada solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik.

Menurut Upe (2010) berikut ciri-ciri pembeda antara struktur solidaritas mekanik dan struktur solidaritas organik :

Solidaritas Mekanik

Solidaritas Organik

Pembagian kerja rendah

Pembagian kerja tinggi

Kesadaran kolektif kuat

Kesadaran kolektif rendah

Individualitas rendah

Individualitas tinggi

Hukum represif dominan

Hukum restitutif dominan

Konsensus terhadap pola-pola normatif penting

Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum penting

Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang

Badan-badan kontrol yang menghukum orang yang menyimpang

Saling ketergantungan rendah

Saling ketergantungan tinggi

Bersifat primitif-pedesaan

Bersifat industrial-perkotaan


Analisis Masyarakat Desa dengan Pendekatan Solidaritas Sosial Durkheim

Desa terdiri dari beberapa dusun atau kampung yang melingkupinya. Masyarakat desa dalam menjalankan serangkaian kegiatan dapat dianalisis dengan teori Emile Durkheim tentang solidaritas sosial. Solidaritas sosial dapat dijabarkan kedalam 2 tipe yaitu solidaritas mekanik dan organik. Secara universal masyarakat desa dapat ditelaah dengan teori dari Emile Durkheim dengan pendekatan solidaritas sosial mekanik. Solidaritas sosial mekanik menekankan interaksi sosial yang ada pada masyarakat bersifat rekat, antara yang satu dengan yang lain hubungannya saling membutuhkan. Dalam pembagian kerja juga sangat rendah, saling bahu-membahu untuk mengerjakan pekerjaan. Rasa empati tertinternalisasi dalam diri, karena sekian lama sudah saling mengenalnya. Aturan-aturan yang sudah ada dan tercipta di dalam masyarakat, untuk pengambilan sikap dalam proses penyelesaian masalah pertama kali adalah masyarakat itu sendiri bukan lembaga hukum. Ketika ada seseorang yang melakukan penyimpangan sosial maka yang berhak pertama kali untuk menghukum adalah masyarakat. keterikatan individu di dalam masyarakat sangat erat. Solidaritas dari setiap manusia sudah tertanam sedemikian tinggi untuk melakukan jalinan sosial. Individualitas manusia juga sangat rendah, yaitu rasa memiliki akan kehadiran orang lain betapa pentingnya dalam masyarakat.

Wujud Solidaritas Sosial dalam Masyarakat Desa

Dalam menjalankan aktivitas terkait erat dengan beberapa aspek yang melingkupinya diantaranya yaitu lingkup budaya, sosial, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain-lain. Solidaritas sosial juga sangat terlihat ketika seseorang atau kelompok melakukan hubungan sosial dalam aktivitas yang dilakukan. Berikut beberapa uraian dalam wujud solidaritas sosial :

a.       Lingkup budaya

Masyarakat desa kaya akan budaya yang dimilikinya. Pewarisan budaya yang dimiliki masih ada sampai saat ini. Contohnya tradisi yang masih dilakukan adalah selametan 7 bulanan bayi (mitoni), siraman pengantin, gotong royong membangun rumah, dan lain-lain. Dimana setiap masyarakat yang ada selalu dilibatkan dalam serangkaian acara tersebut.

b.      Lingkup sosial

Kerja bakti yang dilakukan oleh masyarakat desa mempererat hubungan sosial yang ada. Sering diadakannya kegiatan tersebut menambah interaksi sosial semakin dekat antara individu yang satu dengan yang lainnya.

c.       Lingkup politik

Dalam pemilihan kepala daerah misalnya, maka pemilihan terhadap tokoh yang dipilihnya biasanya timbul dari keselarasan masyarakat desa tersebut. Pola pikir yang cenderung sama dalam menentukan pilihan politik tidak jauh beda antara orang yang satu dengan yang lain.

d.      Lingkup hukum

Hukum yang ada adalah berasal dari masyarakat tersebut. Maka ketika ada seseorang melakukan penyimpangan atau tindak kejahatan yang pertama kali memberikan hukuman adalah masyarakat itu sendiri.

e.       Lingkup ekonomi

Dalam jual-beli masyarakat desa yang lebih diutamakan adalah tuna satak bathi sanak, artinya lebih mementingkan persaudaraan daripada untung material yang diperoleh.

f.       Lingkup pendidikan

Pendidikan dalam masyarakat desa cenderung homogen. Maka untuk melakukan belajar bersama adalah hal yang mungkin untuk dilakukan oleh para siswa.

g.      Lingkup agama

Agama yang dimiliki oleh masyarakat desa biasanya sama. Perbedaan agama yang ada sangat jarang dijumpai. Selain itu dalam tindakan keberagamaan biasanya dilakukan secara bersama-sama.

KESIMPULAN

Masyarakat desa adalah masyarakat yang homogen. Dalam melakukan suatu pekerjaan bisa dikerjakan secara bersama-sama. Hubungan interaksi sosial yang ada sangat intens. Individualitas masyarakat pedesaan sangat rendah. Dalam melakukan aktivitas dapat dilihat dari solidaritas sosial yang ada, baik lingkup secara budaya, sosial, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain-lain dapat digambarkan keadaannya. Solidaritas sosial masyarakat desa cenderung mengarah pada solidaritas mekanik.

DAFTAR PUSTAKA

Damsar dan Indrayani. 2016. Pengantar Sosiologi Perdesaan. Jakarta : Kencana.

Hasbullah. 2012. “REWANG : Kearifan Lokal dalam Membangun Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis”. Jurnal Sosial Budaya. Vol. 9, No 2.

Jamaludin, Adon Nasrullah. 2017. Sosiologi Perdesaan. Bandung : Pustaka Setia.

Luthfia, Agusniar Rizka. 2013. “Menilik Urgensi Desa Di Era Otonomi Daerah”. Journal of Rural and Development. Vol. IV, No 2.

Saidang dan Suparman. 2019. “Pola Pembentukan Solidaritas Sosial dalam Kelompok Sosial Antara Pelajar”. Edumaspul. Vol.3, No 2.

Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers.

Karya: Alfan Biroli (Dosen Prodi Sosiologi, Universitas Trunojoyo Madura) 	Email: alfan.biroli@trunojoyo.ac.id
Karya: Alfan Biroli

(Dosen Prodi Sosiologi, Universitas Trunojoyo Madura)

   Email: alfan.biroli@trunojoyo.ac.id

Selasa, 28 Juli 2020

PERILAKU PROSOSIAL MILENIAL MENURUT TEORI PERUBAHAN PERILAKU B.F SKINNER

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknnologi memberikan kemudahan bagi manusia dalam rangka menjalankan pekerjaan dan membangun peradaban. Kecanggihan teknologi tidak menjadikan waktu dan jarak sebagai keterbatasan bagi setiap orang untuk berinteraksi secara daring. Kemudahan mendapatkan segala kebutuhan dengan akses yang instan menyebabkan tenaga manusia mulai tergantikan oleh mesin. Namun keberlangsungan proses sosial bersifat mengikat dimana pada akhirnya interaksi sosial menciptakan suatu kebutuhan yang beragam antar individu. Hal tersebut menjadikan setiap individu dapat mempengaruhi individu lain dalam memenuhi kebutuhan disetiap bidang kehidupan. Seringkali kebutuhan membangun relasi antar individu erat hubungan dengan tujuan guna mendapatkan keuntungan(finansial) maupun meningkatkan citra sosial. Namun sikap prososial yang muncul sebagai reaksi atas dasar kemanusiaan menjadi gambaran yang positif bagi kehidupan sosial. Kepedulian antar sesama individu adalah refleksi dari proses sosial yang tengah berlangsung dimasyarakat. Sikap prososial atas dasar kemanusiaan sering kali muncul mengabaikan alasan untuk sekedar mendapatkan keutungan. Tidak jarang pelaku prososial merelakan tenaga, pemikiran, ide, harta bahkan nyawa untuk kehidupan orang lain secara sukarela. 

Dewasa ini muncul pernyataan tentang teknologi yang menyebabkan penurunan sikap prososial pada generasi milenial. Pada faktanya hal tersebut tidak dapat dipukul rata secara umum. Generasi milenial yang lahir dalam masa perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tentu mendapatkan tantangan yang lebih besar daripada generasi sebelumnya. Filtrasi informasi menjadi semakin sulit, penduduk yang semakin bertambah, tingkat kebutuhan yang semakin variatif serta persaingan mendapatkan pekerjaan menjadi faktor penghambat perilaku prososial. Namun dalam beberapa kasus, muncul anak-anak muda yang begerak dan menciptakan ranah prososial. Media dan teknologi memberikan stimulus kepada para pengguna untuk ikut serta membuat perubahan. Banyak anak muda memanfaatkan teknologi dalam rangka membangun sikap prososial dengan cara yang baru. Tidak jarang sebagian dari generasi milenial melawan arus dan menciptakan kehidupan prososialnya sendiri. Alasan diatas membuktikan menjadi sangat dini untuk menyimpulkan milenial menjadi semakin kontra sosial. 

Palang Merah Indonesia(PMI) sebagai organisasi perhimpunan pertama dan terbesar tingkat nasional yang bergerak dibidang sosial kemanusian tentu memilliki kontribusi dan sumbangsi yang penting bagi bangsa. Kader-kader PMI telah aktif bergerak membantu dan menyelesaikan tugas kemanusiaan secara profesional dan dipercaya oleh masyarakat. Sukarelawan PMI datang dari berbagai kalangan yang mengabdikan diri atas nama kemanusiaan termasuk anak muda. Secara konstitusi PMI telah diakui sebagai organisasi kemanusiaan di Indonesia menurut UU No.1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. Berbagai kegiatan prososial PMI telah memberikan wadah besar bagi generasi milenial untuk memanfaatkan tehnologi guna menciptakan sikap prososial dimasyarakat.

Generasi milenial kini mulai masuk ke dalam pemerintahan, menjadi pemimpin perusahaan dan menjalankan roda perekonomian melalui teknologi. Namun banyak generasi milenial tergerak menggunakan kemajuan teknologi tersebut dalam peran-nya menggagas dan membentuk komunitas sosial. Media sosial menjalankan fungsi dalam rangka membentuk pertalian(linkage) dalam proses komunikasi masa yang terjadi diera digital. Banyak kader PMI berasal dari generasi milenial yang tertarik ikut bergabung sejak bangku sekolah menengah melalui ekstrakurikuler Palang Merah Remaja(PMR). Sebenarnya edukasi tentang pengenalan kesehatan dan jiwa kesukarelaan telah sejak dini telah diberikan melalui wadah Palang Merah Remaja(PMR). Mulai dari PMR Mula(SD/MI), PMR Madya(SMP/MTS) dan PMR Wira(SMA/SMK/MA). Hal inilah yang menjadi salah satu alasan adanya relawan yang secara konsisten peduli dan melakukan perilaku prososial dari stimulus yang ia dapatkan sejak dini. Stimulus dan penguatan muncul bersamaan dengan berbagai perilaku prososial yang menjadi sebab sekaligus yang menciptakan produk prososial dari permasalahan yang terjadi di dunia nyata. Sedangkan munculnya relawan yang aktif tanpa adanya stimulus sejak awal menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk diteliti.

Perilaku prososial secara sederhana dapat diartikan sebagai segala perbuatan yang menguntungkan orang lain, menolong orang lain dan membuat keadaan orang lain menjadi lebih baik. Batson (dalam Taylor. dkk, 2009:457) mengemukakan prosocial behavior(perilaku prososial) adalah kategori yang lebih luas, ia mencakup pada setiap tindakan yang membantu atau dirancang untuk membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong. Secara lebih khusus penulis menyimpulkan bahwa perilaku prososial mengacu pada segala tindakan seseorang untuk membantu orang lain ketika mendapatkan stimulus atau dorongan dengan atau tanpa adanya situasi atau kondisi tertentu. Sikap prososial menjadi ruh bagi adanya interaksi sosial yang ada dimasyarakat. Prososial menciptakan cara yang menjalin interaksi berjalan semakin dinamis antar individu. Oleh karena itu prososial dapat memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan dalam rangka membangun pertalian positif dengan orang lain melalui berbagai methode dan media tertentu. 

Eisenberg dan Mussen(dalam Dayakisni,2009) menyatakan prososial sebagai suatu tindakan yang lebih khusus mencangkup banyak tindakan seperti berbagi, menyumbang, kerjasama, kejujuran, kedermawanan, menolong dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Menurut Baron dan Byrne(2005), perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong. Perilaku prososial sebagai suatu risiko atas pilihan perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang mengorbankan sumber daya dari dirinya. Dorongan yang ada dalam pribadi seseorang menuntut implementasi tidak menghiraukan keadaan seorang pelaku prososial demi mencapai tujuan guna membantu orang lain. Berdasarkan berbagai referensi di atas bahwa perilaku prososial memiliki tingkat pengaplikasian yang masif sehingga menjadi perilaku yang variatif untuk dipraktikan. Perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan seseorang yang mencakup beragam bentuk yang menyebabkan keuntungan dan mengarahkan keadaan yang lebih baik pada kehidupan orang lain.  

Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) generasi milenial adalah generasi yang lahir antara  tahun 1980-an dan 2000-an yang kehidupanya tidak lepas dari teknologi. Generasi yang lahir ditengah perkembangan teknologi yang begitu masif. Generasi milenial mendapatkan pengaruh yang besar atas berbagai kontribusi teknologi termasuk teknologi informasi dan media sosial. Perilaku prososial pada generasi milenial mencerminkan perpaduan teknologi dengan tindakan sosial untuk memberikan pengaruh postif kepada orang lain. Teknologi menjadi pendorong sekaligus hambatan bagi terciptanya suatu perilaku prososial generasi milenial dimasyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), relawan adalah orang- orang yang secara sukarela memberikan sumbangan pikiran, keahlian, tenaga, waktu, dan lain-lain, sebagai wujud kepedulian pada kemanusiaan, perubahan sosial atau lingkungan tertentu.  Menurut Schoender(Bonar & Fransisca, 2012) relawan adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan, dan waktu tanpa mengharapkan upah secara finansial atau tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal. Berdasarkan referensi di atas bahwa relawan melakukan perilaku prososial dengan keahlian atau keterampilan dibidang sosial. Relawan menjadi sebutan bagi mereka yang secara tanpa dorongan melakukan tugas sosial guna memberikan manfaat kepada orang lain. 

Menurut Omoto dan Snyder(1995), ciri-ciri dari relawan yaitu:

a.Selalu mencari kesempatan untuk membantu. Dalam membantu ini pertolongan yang diberikan membutuhkan waktu yang relatif lama serta tingkat keterlibatan yang cukup tinggi.

b.Komitmen diberikan dalam waktu yang relatif lama.

c.Memerlukan personal cost yang tinggi(waktu, tenaga, uang dan sebagainya).

d.Mereka tidak kenal orang yang mereka bantu.

e.Tingkah lakuyang dilakukan relawan adalah bukan keharusan.

Berdasarkan beberapa referensi di atas bahwa pada tingkatan ini relawan merupakan sebuah pelaku perilaku prososial yang mengimplementasikan berbagai dukungan postif melalui tindakan guna menolong, bergerak atif dan terjun untuk mengetahui serta menyelesaikan permasalahan sosial. Perilaku prososial muncul sebagai proses berkelanjutan dalam waktu tertentu. Keberadaan stimulus dalam proses mempegaruhi adanya reaksi perilaku prososial seorang relawan. Munculnya komitmen sebagai ciri-ciri sebagai keberlangsungan perilaku secara tetap yang menunjukan keseriusan dalam bertindak dalam kurun waktu tertentu.

Palang Merah Indonesia merupakan organisasi perhimpunan nasional  di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Dilansir dari PMI.or.id, Sukarelawan PMI secara aktif bergerak dalam berbagai perilaku prososial seperti pelayanan berbasis masyarakat, pelayanan donor darah, pertolongan pertama, bencana dan konflik, layanan konseling dan sosialisasi pendidikan remaja sebaya, dapur umum, rekuitmen sukarelawan, pelatihan spesialisasi, pengembangan organisasi serta bimbingan sukarelawan muda dalam lingkup Palang Merah Remaja(PMR). Selama 74 tahun, PMI seacara konsisten telah membuktikan eksitensinya dalam membantu dan berkontribusi bagi bangsa sesuai 7 prinsip Kepalangmerahan dan Bulan Sabit Merah Internasional. Beberapa sukarelawan yang tergabung dalam Palang Merah Indonesia(PMI), sebagai berikut :

1. Korps Sukarela (KSR)

Korps sukarela adalah kesatuan unit PMI yang menjadi wadah bagi anggota biasa dan perseorangan yang atas kesadaran sendiri menyatakan menjadi anggota KSR.

2. Tenaga Sukarela (TSR)

Tenaga sukarela adalah anggota PMI yang direkrut dari kalangan masyarakat yang berlatar belakang profesi atau memiliki  keterampilan tertentu.

Sedangkan Palang Merah Remaja(PMR) adalah calon relawan yang terdiri dari usia 11-18 tahun yang mendapatkan pendidikan sebagai calon relawan masa depan. Palang merah Indonesia(PMI) berdiri pada tanggal 17 September 1945. Organisasi ini didirikan atas alasan membantu sesama dibidang sosial kemanusiaan sesuai secara profesional, independen dan sukarela.

B.F Skinner memiliki nama lengkap Burrhus Fredic Skinner adalah seorang 

anak pengacara yang lahir di Susquehana, Pensylvania , Amerika serikat pada tanggal 20 maret 1904. Skinner kecil merupakan anak yang kreatif dan telah mewarisi kecerdasan ibunya. Ayah skinner adalah seorang pengacara yang menjadi General Counsel disebuah perusahan batu bara. Sejak kecil, Skinner suka menulis beberapa karya sastra seperti puisi dan cerita pendek. Setelah lulus sekolah menengah, Skinner melanjutkan pendidikan tinggi di Hamilton College di dekat Uthica, Pada tahun 1932, Skinner meneruskan pendidikan di Hanvard mengambil kuliah jurusan psikologi yang mengkhusukan diri pada bidang tingkah laku hewan. Sebelum ia berkuliah di jurusan psikologi, Skinner telah terlebih dahulu meraih gelar doktor pada tahun 1931. Kemudian pada tahun berikutnya, Skinner menjalani peran sebagai salah satu pengajar di Universitas Minnesota. Skinner juga pernah menjabat sebagai dekan fakultas psikologi di Universitas Indiana sebelum akhirnya kembali ke Hanvard sebagai salah satu guru besar psikologi di Universitas Hanvard.

Mulai pada tahun 1930-1940-an, Skinner melakukan beberapa penelitian untuk tingkah laku hewan.Skinner meneliti tentang pengondisian operan (operant conditioning). Ia meneliti tingkah laku tikus dalam sebuah box yang disebut dengan skinner box. Pada tahun 1954, Sebuah symposium tentang kecendeungan-kecenderungan psikologi dikuti oleh Skinner. Pada tahun yang sama Skinner mendapatkan pengakuan sebagai “pencipta tehnologi pendidikan” setelah dirinya memamerkan hasil temuanya tentang penggunaan media dalam pembelajaran yang ia presentasi dalam Hanvard Educational Review pada tahun 1954. Dalam teori yang dikemukakan oleh thorndike bahwasanya skinner menyatakan tentang penguatan terhadap suatu perilaku yang cenderung akan diulangi sedangkan pada perilaku yang tidak ada unsur penguatnya cenderung akan menghilang atau terhapus. Konsep inilah yang menjadi dasar teori perubahan perilaku dari skinner. Skinner telah membutikan bahwa suatu perilaku muncul sebagai hasil adanya stimulus spesifik yang ada mempengaruhi suatu individu(Innate behavior) ataupun individu memunculkan stimulus itu sendiri setelah mendapat penguatan.

Stimulus dan penguat(reinforcement) perilaku prososial 

Dalam teori perubahan perilaku B.F Skinner tentang pengondisian operan(operant conditioning) menyatakan bahwa stimuli yang diberikan kepada seseorang akan mempersuasi seseorang untuk merubah sikapnya. Hal tersebut dapat terjadi apabila seseorang komunikator berhasil meyakinkan komunikan untuk menerima pesan yang disampaikan. Teori yang disebut dengan teori S-O-R (Stimuli-Organisme-Respon) menjadi salah satu cara yang efektif untuk melakukan kajian secara mendalam tentang cara paling efektif untuk menyampaikan informasi kepada komunikan(penerima informasi). Sebagai contoh, seorang guru menjelaskan materi pelajaran(mapel) kepada muridnya dengan metode ceramah dalam waktu yang lama tanpa adanya perubahan cara. Stimuli yang konstan yang diberikan kepada murid melalui teknik ceramah menyebabkan beberapa murid merasa mengantuk dan sulit menerima informasi. Hal inilah yang disebut sebagai respon(efek) dari adanya stimuli diawal tadi. 

Stimulus dan penguat(reinforcement) perilaku prososial anggota KSR PMI Kabupaten Pekalongan

Pada penelitian ini, peneliti hendak mengetahui tentang  pemberian stimuli terhadap tingkat partisipatif anggota milenial KSR PMI Kabupaten Pekalongan yang dikaji melalui metode studi kasus dengan tehnik wawancara(menanyakan beberapa pertanyaan kepada partisipan). Peneliti hendak mengelompokan anggota KSR menjadi 4 jenis kelompok  yakni, sebagai berikut :

1. Kelompok A

Merupakan seorang generasi milenial(18-35tahun) yang telah mendapatkan stimuli(pelatihan dan pendidikan dasar PMR) ditingkat sekolah menengah dan melanjutkan diri sebagai anggota Korps sukarela(KSR)

2. Kelompok B

Merupakan seorang generasi milenial(18-35tahun) yang telah mendapatkan stimuli(pelatihan dan pendidikan dasar PMR) secara aktif ditingkat sekolah menengah namun memutuskan tidak melanjutkan menjadi anggota korps sukarela(KSR).

3. Kelompok C

Merupakan seorang generasi milenial(18-35tahun) yang tidak pernah mendapatkan stimuli(pelatihan dan pendidikan dasar PMR) ditingkat sekolah menengah namun memilih bergabung menjadi anggota Korps Sukarela(KSR).

4. Kelompok D

Merupakan seorang generasi milenial(18-35tahun) yang tidak pernah mendapatkan stimuli(pelatihan dan pendidikan dasar PMR) ditingkat sekolah menengah dan tidak menjadi anggota korps sukarela(KSR).

Peneliti memilih 10 orang(sesuai kriteria kelompok) dan melakukan wawancara(mengajukan pertanyaan terbuka) melalui media sosial whatsapp. Daftar partisipan yang mengikuti wawancara adalah sebagai berikut :

1. SH, 23 tahun (Kelompok A)

2. KS, 23 tahun(Kelompok B)

3. FT, 22 tahun(Kelompok B)

4. AK, 21 tahun (Kelompok A)

5. DR, 20 tahun(Kelompok B)

6. NHA, 20 tahun(Kelompok A)

7. MIH, 20 tahun(Kelompok B)

8. FN, 19 tahun(Kelompok A)

9. WI, 19 tahun(Kelompok A)

10. HM, 19 tahun(Kelompok A)

Berdasarkan penelusuran, peneliti tidak mendapatkan anggota milenial Korps Sukarela PMI Kabupaten Pekalongan yang merupakan kelompok C. Hal ini berarti sepuluh partisipan adalah seseorang yang pernah mendapatkan stimuli(pelatihan dan pendidikan dasar PMR) di sekolah menengah namun memiliki respon(efek) yang berbeda. Peneliti menemukan bahwa 3 dari 10 partisipan yakni KS, DR, dan MIH adalah anggota kelompok B yang telah mengikuti kegiatan PMR secara aktif  mulai dari PMR Madya(SMP/MTS) hingga PMR Wira(SMA/SMK/MA) selama dua kali masa periode(dua tahun sebagai PMR Madya dan dua tahun sebagai PMR Wira). Sedangkan 5 anggota kelompok A yakni SH,WI,HM,FN,AK mendapatkan stimuli lebih pendek dan hanya pernah menjadi anggota PMR Wira(SMA/SMK/MA) selama satu kali masa periode(satu tahun sebagai anggota dan satu tahun sebagai pengurus). Sedangkan tersisa, satu orang(kelompok A) yakni NHA yang pernah mengikuti kegiatan PMR dari PMR Madya(SMP/MTS) hingga PMR Wira(SMA/SMK/MA) serta satu anggota kelompok B yakni FT yang pernah mengikuti PMR hanya dari PMR Wira(SMA/SMK/MA) selama satu kali masa periode. Dari temuan subjektif di atas, peneliti mengajukan pertanyaan kembali kepada tiga orang yakni KS,DR, dan MIH untuk menemukan respon(efek) dari stimuli(Keikutsertaan PMR dalam 2 kali periode). Pertanyaan yang diberikan kepada KSR, DR dan MIH,adalah sebagai berikut :


“ Apakah saudara mengikuti komunitas/lembaga sosial lain selain PMI?”


Dari pertanyan kepada tiga partisipan di atas, peneliti menemukan 2 dari 3 partisipan tidak mengikuti komunitas/lembaga sosial selain PMI. Sedangkan peneliti kembali mengajukan pertanyaan yang sama 7 partisipan lain yakni FT,SH,WI,HM,FN,NHA dan AK. Peneliti menemukan bahwa empat partisipan tidak mengikuti komunitas/lembaga sosial selain PMI yakni SH,FT,NHA dan WI. Sedangkan ada tiga partisipan mengikuti komunitas/lembaga sosial selain PMI yakni AK,FN dan HM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 4 dari 10 partisipan aktif mengikuti komunitas/lembaga sosial selain PMI dimana 3 diantaranya dari kelompok A. Berdasarkan beberapa temuan subjektif diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa semakin banyak dan semakin lama stimuli(Pendidikan dan pelatihan dasar PMR) dijalani oleh partisipan maka respon(efek) yang diteima oleh partisipan untuk terpersuasi menjadi anggota Korps Sukarela menjadi semakin kecil. Hal tersebut tersebut sangat relevan dengan hukum law extincion, dimana jika suatu tingkah laku stimulus penguat dalam kondisioning tidak diringi oleh stimulus penguat, maka tingkah laku akan menurun bahkan musnah. Gambaran teori tersebut dapat menjelaskan fenomena bahwa tiga partisipan pada kelompok B yang menerima stimuli(Pendidikan dan Pelatihan dasar PMR) lebih lama dan lebih besar daripada lima partisipan yang hanya menerima stimuli terbatas justru memiliki motivasi yang lebih kecil untuk bergabung menjadi relawan. Perilaku Alami(Innate Behavior) yang diharapkan dari pemberian stimulus yang spesifik ternyata melahirkan hasil berbeda. Sedangkan hal yang berlawanan terjadi pada partisipan dikelompok A. Dimana partisipan kelompok A yang mendapatkan stimuli terbatas(lebih pendek) cenderung mendapatkan motivasi lebih untuk bergabung menjadi anggota Korps sukarela. Hal tersebut sesuai dengan hukum pengondisian operan(operant condiotioning) dimana partisipan kelompok A mendapatkan penguat( aktif di beberapa organisasi/komunitas sosial lain) sehingga tingkah laku(motivasi) bergabung menjadi anggota Korps Sukarela semakin meningkat. Hal tersebut membuktikan adanya perilaku operan(operant behavior) dimana perilaku yang timbul berasal dari stimulus yang tidak diketahui dan semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri.

KESIMPULAN

Peneliti percaya dan meyakini bahwa penelitian yang menggunakan studi kasus ini akan menjadi subjektif dan hanya berlaku pada suatu kelompok yang diteliti. Penelitian dilakukan dengan waktu yang terbatas dan perlu kajian secara mendalam kembali dengan menggunakan lebih banyak sample dan memerlukan lebih banyak variabel penelitian, Oleh karena itu penelitian ini hanya dapat menjadi referensi tambahan dan masih membutuhkan penelitian lanjutan dikemudian hari. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil-hasil temuan subjektif di atas dapat membuktikan relasi teori B.F skinner dalam kehidupan nyata. Peneliti membuktikan bahwa stimuli diberikan tanpa adanya penguat akan menjadi semakin hilang atau terhapus. Prososial dalam bentuk perilaku menjadi penting untuk diciptakan agar menumbuhkan relawan-relawan milenial masa depan yang konsisten,loyal dan profesional.

SARAN

Peneliti percaya dan yakin pengubahan metode dan media pembelajaran dalam organisasi Palang Merah Remaja(PMR) sebagai proses pemberian stimuli perlu diperbaharui melalui cara-cara belajar yang ‘out of the box’ dan inovatif. 7 materi PMR sebagai bahan yang sangat cocok apabila mampu dikolaborasi melalui tehnik S-O-R dengan media dan metdode yang menarik. Peneliti percaya dan yakin pentingnya keaktifan generasi milenial dalam organisasi/komunitas sosial agar terus ditingkatan dan dielaborasikan dengan permasalahan yang relevan pada keadaan zaman. Kolaborasi menjadi iklim yang perlu dibangun untuk menciptakan kader-kader relawan harapan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Isti’adah, Feida Noorlail. 2020. Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan. Tasikmalaya: EDU PUBLISHER

Ningrum, Hesti yunita,. Suprapti, Sri. “Pengaruh Karakteristik Informasi Akutansi dan desentralisasi terhadap kinerja manajerial (Studi kasus Palang Merah Indonesia Provinsi Jawa Tengah)”                                  

 (http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/sa/article/viewFile/475/515 ,diakses 5 Juni 2020) Jurnal UNTAG Semarang Volume 5 Nomor 2 tahun 2016 

Sidiq, Ilham. 2015. “Gambaran Perilaku Prososial Pada Seorang Lansia(Studi Kasus Pada Seorang Relawan Lanjut Usia Yang Masih Aktif Dan Berkontributif Sebagai Sukarelawan Di PMI Kabupaten Bandung”. Diploma Thesis, UIN Sunan Gunung Djati. 

Irwanto,Filipus Neri. 2008. “Hubungan Motif Prososial dan Semangat Kerja Relawan dilembaga PMI Yogyakarta.” Skripsi , Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

www.pmi.r.id diakses pada tanggal 06/06/2020 pukul 14:02 WIB


Karya: Suwandi Aris Wibowo

Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah

Institut Agama dan Islam Negeri PekalonganAdd caption