Ketika kita mendengar nama Karl Marx maka dengan segera terbangun dalam pemikiran kita sebuah pengetahuan laten yang menghubungkan dirinya sebagai pendiri komunisme, ahli ekonomi penulis buku terkemuka bernama Das Kapital. Gagasan Marx memiliki dampak besar pada politik dunia dan pemikiran intelektual. Warisan pemikiran Marx telah diperdebatkan di antara berbagai kecenderungan, yang masing-masing menganggap dirinya sebagai juru bahasa Marx yang paling akurat. Di ranah politik, kecenderungan ini menghasilkan sejumlah varian pemikiran al., Leninisme, Marxisme-Leninisme, Trotskisme, Maoisme, Luxemburgisme dan Marxisme Libertarian. Sementara di ranah akademis menghasilkan sejumlah arus pemikiran al., Marxisme Strukturalis, Marxisme Historis, Marxisme Fenomenologis, Marxisme analitis dan Marxisme Hegelian.
Namun yang kerap diabaikan adalah pemikiran-pemikiran Karl Marx dalam bukunya bukan hanya mencerminkan Filsafat Sosial maupun Teori Ekonomi Politik melainkan berisikan analisis Sosiologis yang berkontribusi untuk perkembangan Ilmu Sosiologi itu sendiri.Namanya dideretkan menjadi satu dari tiga arsitek utama sains sosial modern bersama Émile Durkheim dan Max Weber. Sekalipun karya tulis dan latar belakang Karl Marx bukan seorang sosiolog namun analisis-analisisnya memberikan landasan dan kontribusi penting pada aliran pemikiran Sosiologi di kemudian hari.
Konsep-konsep manakah dari Karl Marx yang berkontribusi bagi pemikiran Sosiologi? Mengapa Karl Marx layak disebut sebagai Sosiolog dan bukan hanya Filusuf dan Ekonom? Pertanyaan-pertanyaan itu yang kita jawab melalui telaah singkat berikut ini.
Materialisme Dialektika (Historis Dialectic) dan Materialisme Historis (Historis Materialism)
Teori Konflik dalam Sosiologi tidak bisa dilepaskan dari konsepsi dan rumusan Karl Marx mengenai sejarah perihal bagaimana masyarakat beroperasi. Dia merumuskan teori ini dengan terlebih dahulu mengubah prinsip filosofis penting pada zamannya yaitu Dialektika Hegel.
Sebagaimana kita ketahui, Friedrich Hegel adalah seorang filsuf Jerman terkemuka selama awal studi Karl Marx. Hegel berteori bahwa kehidupan sosial dan masyarakat tumbuh dari pemikiran dan pengetahuan yang bergerak tahapan demi tahapan menuju pengetahuan yang absolut. Hegel memahami sejarah sebagai gerak ke arah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar.
Roh semesta berada di belakang sejarah dan mendapatkan obyektifitasnya di dalamnya. Roh Obyektif itu memanifestasikan diri dalam kebudayaan-kebudayaan, moralitas-moralitas dan institusi-institusi. Roh Obyektif mendapatkan ungkapan yang paling kuat dalam wujud negara karena negara memiliki kehendak sehingga dirinya dapat bertindak. Gerak Roh Obyektif ini selalu bersifat dialektis yaitu melalui konflik dan penyangkalan yang selalu menghasilkan bentuk yang lebih tinggi yang kemudian disangkal dan menghasilkan bentuk yang lebih tinggi lagi. Bagi Hegel, gerak sejarah ke arah rasionalitas itu mengerucut dalam wujud negara Prusia sebagai negara modern paska Revolusi Prancis.
Penjelasan Hegel mengenai realitas adalah perwujudan Roh Absolut lebih mencerminkan pemahaman yang “kelihatan agak panteistis” (Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, 1990:43). Selanjutnya Hamersma menambahkan, “Tetapi pikiran Hegel berbeda dari panteisme Spinoza misalnya. Alam itu pada Hegel hanya merupakan satu tahap dalam kejadian Tuhan. Pendapat Hegel cukup berbeda dari pikiran Kristiani. Agama itu menurut Hegel kurang sempurna: agama itu tahap terakhir ke arah kebenaran filsafat. Agama memberi kebenaran tentang Tuhan dalam bentuk anggapa-anggapan. Filsafat memberi kebenaran yang sama dalam bentuk satu-satunya yang rumit, yaitu bentuk pengertian-pengertian” (Ibid., p. 43-44)
Berkebalikkan dengan konsepsi Hegel tentang sejarah dan realitas sosial, Marx melihat perspektif yang berbeda. Dia membalikkan dialektika Hegel, dan berteori bahwa bentuk ekonomi dan produksi yang ada yaitu dunia material dan pengalaman kita di dalamnya, inilah yang membentuk pemikiran dan kesadaran. Dalam Das Capital, Volume 1 dikatakan, “Yang ideal tidak lain adalah dunia material yang tercermin dalam pikiran manusia, dan diterjemahkan ke dalam bentuk pemikiran” (Capital A Critique of Political Economy, https://www.marxists.org). Pemikiran ini lazim dinamakan Materialisme Historis.
Di dalam dunia materi berlaku segala hukum-hukum pertentangan, perubahan, lompatan, dorongan dari pelbagai kekuatan yang saling berhubungan di segala lapangan fenomena. Realitas sosial yang terbentuk ini tidak muncul dengan sendirinya melainkan terjadi melalui relasi negasi yang bersifat dialektis. Inilah yang kemudian dinamakan Materialisme Dialektis.
Konsep Mengenai Alienasi (Keterasingan) dan Realita Kehidupan Buruh
Konsep Alienasi (keterasingan) menjadi kontribusi pemikiran Karl Marx untuk menganalisis fenomena masyarakat modern yang mengalami keterasingan. Konsep Alienasi sendiri bermula dari analisis Marx terhadap aktifitas kerja yang dilakukan kaum buruh. “Bagi kebanyakkan orang dan khususnya bagi para buruh industri dalam sistem kapitalis, pekerjaan tidak merealisasikan hakikat mereka melainkan justru mengasingkan mereka” (Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, 2001:95). Keterasingan dari dirinya sendiri mempunyai beberapa segi yaitu buruh terasing dari produknya karena buruh tidak bisa menikmati hasil pekerjaannya. Buruh terasing dari sesamannya karena harus saling bersaing satu sama lain. Sumber dari alienasi adalah kepemilikkan alat-alat produksi oleh para pemilik modal sehingga menimbulkan kesenjangan. Bagaimana alieanasi diakhiri? Dengan melakukan penghapusan hak milik atas alat-alat produksi setelah kondisi-kondisi obyektif terpenuhi.
Basis dan Suprastruktur
Marx memberi sosiologi beberapa alat konseptual penting saat ia mengembangkan teori materialis historis dan metode untuk mempelajari masyarakat. Dalam German Ideology, yang ditulis dengan Friedrich Engels, Marx menjelaskan bahwa struktur masyarakat terbagi menjadi dua bagianyaitu Basis dan Suprastruktur (A Critique of The German Ideology - https://www.marxists.org).
Basis merupakan aspek material masyarakat dan ditentukkan oleh dua faktor utama yaitu tenaga-tenaga produktif dan hubungan-hubungan produksi. Yang dimaksudkan tenaga-tenaga produktif adalah kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh masyarakat untuk mengerjakan dan mengubah alam yaitu alat-alat kerja, skill manusia. Sementara hubungan-hubungan produksi adalah hubungan kerjasama antar manusia yang terlibat dalam proses produksi.
Sementara Suprastruktur atau bangunan atas meliputi tatanan institusional dan tatatanan kesadaran kolektif. Yang dimaksudkan tatanan institusional adalah segala macam lembaga yang mengatur kehidupan bersama masyarakat di luar produksi, baik itu sistem pendidikkan, sistem hukum dll. Sementara tatanan kesadaran kolektif meliputi semua sistem kepercayaan, nilai dan norma.
Kelas Sosial dan Konflik Kelas
Karl Marx membagi antara Kelas Atas dan Kelas Bawah. Kelas Atas adalah para pemilik modal sementara Kelas Bawah adalah para buruh dan pekerja yang bergantung pada pemilik modal. Hubungan mereka bersifat kekuasaan dan tidak seimbang sekalipun saling membutuhkan. Buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik modal membuka tempat bekerja baginya dan para pemilik modal mendapatkan keuntungan jika pabrik dan mesin yang dimilikinya dioperasikan oleh para buruh. Namun demikian para buruh tidak akan mendapatkan uang dan membeli kebutuhannya jika tidak bekerja pada para pemilik modal sementara para pemilik modal masih tetap dapat bertahan dikarenakan kepemilikkan modal usahanya.
Kesadaran Palsu dan Kesadaran Kelas
Dalam German Ideology dan Comunist Manifesto, Marx dan Engels menjelaskan bahwa peraturan borjuasi dicapai dan dipertahankan di ranah suprastruktur. Artinya, dasar aturan mereka adalah ideologis. Dengan menguasai politik, media, dan institusi pendidikan, mereka yang berkuasa menyebarkan pandangan dunia yang menunjukkan bahwa sistem itu benar dan adil, yang dirancang untuk kebaikan semua orang, dan hal itu bahkan wajar dan tak terelakkan.
Marx mengacu pada ketidakmampuan kelas pekerja untuk melihat dan memahami sifat dari hubungan kelas yang menindas ini sebagai “kesadaran palsu” dan berteori bahwa pada akhirnya, mereka akan mengembangkan pemahaman yang jelas dan kritis mengenai hal itu, yang akan menjadi “kesadaran kelas”. Dengan kesadaran kelas, mereka akan memiliki kesadaran akan realitas masyarakat kelas di mana mereka tinggal, dan peran mereka sendiri dalam mereproduksinya. Marx beralasan bahwa begitu kesadaran kelas telah tercapai, revolusi yang dipimpin pekerja akan menggulingkan sistem yang menindas.
Kontribusi Karl Mark Dalam Teori Sosiologi Konflik
Sebagaimana kita ketahui bahwa Sosiologi memiliki beberapa paradigma dalam perumusan teorinya untuk menganalisis realitas sosial yaitu Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial dan Paradigma Perilaku Sosial. Masing-masing paradigma menaungi sejumlah teori yang dibangun. Teori Konflik dinaungi oleh Paradigma Fakta Sosial. Konsep-konsep Karl Mark yang telah dijabarkan dalam sejumlah buku dan artikelnya berkontribusi bagi Teori Konflik untuk menganalisis realitas sosial dimana realitas sosial dihasilkan oleh kekuatan-kekuatan dominan dan tidak terberi begitu saja.
Jonathan H.Turner mendeskripsikan kontribusi Karl Mark terhadap Teori Konflik dalam Sosiologi sbb, “Karl Marx has been the most influential theorist of the classical era on contemporary conflict theorizing. His influence has been multifold: first, he produced a general theory of inequality and conflict; second, he infused the analysis of conflict with a political agenda for creating a new kind of society (communism); and third, he offered a view of history as successive epochs of conflict between those who own and control the means of production in a society and those subject to the power of these owners of the means of production” – “Karl Marx telah menjadi teoretikus paling berpengaruh dari era klasik tentang teori bertema konflik kontemporer. Pengaruhnya telah banyak terjadi: Pertama, dia menghasilkan teori umum tentang ketidaksetaraan dan konflik; Kedua, dia menanamkan analisis konflik dengan agenda politik untuk menciptakan jenis masyarakat baru (komunisme); dan yang ketiga, dia menawarkan pandangan sejarah sebagai epos konflik berturut-turut antara mereka yang memiliki dan mengendalikan alat-alat produksi dalam masyarakat dan mereka yang tunduk pada kekuatan pemilik alat-alat produksi ini.” (Theoritical Sociology: A Concise Introduction to Twelve Sociological Theories, 2014:33).
Joseph A. Schumpeter dalam magnum opus-nya menuliskan bahwa Mark bukan hanya Nabi dan Ekonom melainkan Sosiolog. Dikatakan Nabi karena kajian Marx menawarkan kelengkapan dan keutuhan melihat kehidupan sosial dan menawarkan pembebasan terhadap masyarakat yang tertindas oleh sebuah sistem serta berbicara perihal masa depan utopia tentang masyarakat tanpa kelas.
Disebut sebagai ekonom karena kajian dan telaahnya mencerminkan kefasihannya membaca persoalan-persoalan ekonomi sebagaimana tertulis buah pemikirannya dalam karyanya Theories of Surplus Value yang merupakan karya besar dari semangat teoritikus dan juga Master Piece-nya yaitu Das Kapital yang begitu rumit dan berjilid-jilid memperlihatkan kerumitan teori-teori ekonomi yang dituliskannya.
Sementara Marx juga disebut sebagai Sosiolog karena kajian ekonomi politiknya melibatkan data-data sosiologis yang terkandung dalam konsep kelas, kepentingan kelas sebagaimana dikatakan, “Sekarang, meskipun Marx mendefinisikan kapitalisme secara sosiologis yaitu dengan lembaga kontrol privat atas sarana-sarana produksi, mekanika masyarakat kapitalis disediakan oleh teori ekonomi darinya. Teori ekonomi ini adalah untuk menunjukkan bagaimana data sosiologis yang terkandung dlam konsepsi kelas, kepentingan kelas, perilaku kelas, pertukaran antar kelas, bekerja melalui medium-medium nilai-nilai ekonomi, laba, upah, investasi dan lain-lain serta bagaimana mereka dengan tepat menghasilkan proses ekonomi yang pada akhirnya akan merusak kerangka kerja keembagaan miliknya sendiri serta pada akhirnya akan merusak kerangka kerja kelembagaan miliknya sendiria serta pada saat yang sama menciptakan kondisi-kondisi untuk munculnya dunia sosial lain” (Capitalisme, Socialism And Democracy, 2013:31).
Membaca kajian di atas perihal konsepsi-konsepsi Karl Marx yang bersifat Sosiologis dan berkontribusi terhadap Ilmu Sosiologi khususnya Teori Konflik dan juga lahirnya Teori Kritis di Abad 20 akan membuka perspektif baru kita terhadap pemikiran Mark yang tidak hakimi secara sepihak dengan melekatkannya dengan konsep-konsep Ateisme, perlawanan terhadap agama dan fenomena supranatural belaka. Sebaliknya kita memperlakukan teori-teori Karl Mark yang berguna bagi Ilmu Sosiologi untuk membaca, menganalisis serta melakukan perubahan terhadap realitas sosial.
Terlepas sejumlah irelevansi teori-teori Karl Mark dengan realitas historis masa kini (kapitalisme tidak lenyap sebagaimana diprediksikan melainkan telah berubah rupa menjadi kapitalisme global dll) namun sejumlah konsep-konsep sosiologis Mark masih relevan menjadi instrumen analisis sosial seperti alienasi (keterasingan), struktur penindasan kelas, kesadaran kritis kelas tertindas, kelas-kelas sosial dll.
Ibarat sumber air, pemikiran Karl Marx telah mengalir jauh dan merembesi banyak pemikiran khususnya dalam ilmu-ilmu sosial yang melahirkan sejumlah mazhab mulai dari Antonio Gramsci, Jean Baudrilaard, Pierre Felix Bourdieu, Theodor Adorno, Mak Horkeimer, Paulo Freire, Jurgen Habermas, Herbert Marcuse, Jacques Derrida, Michael Foucault dll. Pemikiran-pemikiran bertema filsafat dan sosial berbasis pemikiran Karl Marx biasanya diistilahkan dengan Epistemologi Kiri yang didefinisikan Listiyono Santoso sebagai, “Pemikiran dan gerakan sosial yang senantiasa melawan, mengkritik dan memang terkadng nakal untuk menghancurkan segala hal yang berbaui establishment, terutama kemapanan kekuasaan otoriter dan juga kapitalisme modern...Dengan demikian, perspektif kiri dalam konteks ini sekadar membongkar asumsi dasar epistemologis penyusunan sebuah pengetahuan. Jangan-jangan setiap kemapanan pengetahuan sesungguhnya bersembunyi berbagai kepentingan-kepentingan ideologis dan juga manipulasi atas kebenaran” (Listiyono Santoso dkk, Epistemologi Kiri: Seri Pemikiran Tokoh, 2014:17)
Sebagaimana istilah-istilah Weberian, Durkhemian, Parsonian merefleksikkan perspektif-persepektif Weber, Durkheim, Parson dll terkait dengan Sosiologi, maka Marxian jangan hanya direduksi sebagai dukungan atau afiliasi terhadap Komunisme belaka melainkan sebagai sebuah telaah realitas sosial berbasis analisis Marxis. Dan mereka yang menggunakan telaah berbasis analisis Marxis tidak serta merta harus dilekatkan stigma sebagai Komunis karena Komunisme hanyalah bentuk radikal dari Sosialisme dan Komunisme adalah bentuk politis dari konsepsi-konsepsi sosial Karl Mark sementara kajian Sosiologi adalah sebuah disiplin keilmuan yang ingin membaca dan memahami hukum-hukum sosial dan melakukan perubahan sosial.
Salah satu model bagi analisis sosial berbasis pemikiran Karl Marx adalah hadirnya Teori Kritis (Critical Theory) yang lebih dikenal dengan nama Mazhab Frankfurt (Frankfurter Schule) yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Sosial (Institut fur Sozialforchung) di Frankfurt Jerman. Lembaga yang didirikan tahun 1924 oleh Carld Grunberg ini telah melambungkan sejumlah nama-nama besar seperti Max Horkeimer yang pada tahun 1930 menjadi direktur institut tersebut dan juga nama-nama seperti Theodor Wiesengrund Adorno serta Herbert Marcuse.
Perihal kontribusi Teori Kritis dalam pembangunan ilmu-ilmu sosial akan dikaji dalam kesempatan lain. Kajian Karl Marx sebagai Sosiolog kiranya dapat membuka perspektif baru untuk mendudukkan Karl Marx sebagai seorang pemikir sosial yang konsep-konsepnya masih relevan untuk dijadikan dasar menganalisis persoalan sosial di era kemenangan kapitalisme global ini.
Daftar Pustaka
Buku:
Hamersma, Harry (1990), Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama
Santoso, Listiyono dkk (2014), Epistemologi Kiri: Seri Pemikiran Tokoh, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Schumpeter, Joseph (2013), Capitalisme, Socialism And Democracy, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suseno, Franz Magnis (2001), Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama
Turner, Jonathan H. (2014), Theoritical Sociology: A Concise Introduction to Twelve Sociological Theories, , California: SAGE Publication
Internet:
Marx, Karl (1932), A Critique of The German Ideology, -https://www.marxists.org/archive/marx/works/1845/german-ideology/
Marx, Karl, Capital A Critique of Political Economy, -https://www.marxists.org/archive/marx/works/download/pdf/Capital-Volume-I.pdf
|
Karya: Teguh
Hindarto, S.Sos., MTh. |