Buku Karya Braindilog

Berisi mengenai kajian analisis sosial dengan pendekatan konsep teori tokoh Sosiologi Indonesia.

Braindilog

Merupakan sebuah konsep dan metode diskusi yang di lakukan dengan tahapan Brainstorming, Dialectic, dan Logic dari teori atau permasalahan sosial yang didiskusikan.

Braindilog Sosisologi Indonesia

Mengawal Perkembangan Ilmu Sosiologi di Indonesia menuju otonomi teori Sosiologi Indonesia yang berlandaskan nilai, norma, dan kebermanfaatan masyarakat Indonesia.

Gerakan Otonomi Teori Sosiologi Indonesia

Sayembara menulis artikel sosiologi Indonesia adalah upaya Braindilog Sociology dalam menyebarluaskan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia.

Braindilog Goes To Yogyakarta

Diskusi Lintas Komunitas bersama Joglosonosewu dan Colombo Studies di Universitas PGRI Yogyakarta dengan tema "Konflik Horisontal Transportasi Online". Selain dihadiri komunitas, acara ini juga diikuti oleh beberapa perwakilan mahasiswa dari masing-masing kampus di Yogyakarta.

Rabu, 30 Maret 2016

Herbert Spencer


(1820-1903)
Created By: Marini Kristina S. S.Sos

Jika kita berbicara mengenai teori evolusi dan perkembangannya, barang kali kebanyakan orang akan menyebutkan nama seorang ilmuwan Klasik Charles Darwin sebagai tokoh dalam teori Evolusi yang terkenal dengan karyanya “Seleksi Alamiah”.  Akan tetapi, jauh sebelum Darwin, ada seorang tokoh sosiologi yang berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi di Inggris, adalah dia Herbert Spencer yang pertama kali menemukan ungkapan “kelangsungan hidup yang paling kuat” sebelum karya Darwin mengenai seleksi alamiah. Dalam hal pengaruhnya terhadap perkembangan teori sosiologi, Spencer sering dikategorikan bersama Comte sebagai ilmuwan sosiologi yang konservatif. Meskipun sulit sekali untuk mengkategorikan Spencer sebagai ilmuwan yang konservatif karena pandangan awalnya yang liberal dan politis, namun sepanjang perjalanan hidupnya serta pengaruhnya yang mendasar terhadap perkembangan sosiologi menjadikan Spencer kemudian dikategorikan sebagai salah satu ilmuwan klasik yang konservatif.
Spencer lahir di Derby, Inggris, pada 27 April 1820. Dalam perjalanannya, Spencer sendiri awalnya adalah seorang yang menekuni bidang teknis dan praktis. Tahun 1837 ia bekerja sebagai seorang Insyinyur sipil untuk kereta api, pekerjaan ini ia lakoni hingga tahun 1846. Selama periode tersebut, Spencer kemudian melanjutkan studinya dan memulai menerbitkan karya-karyanya yang bersifat ilmiah dan politis. Sebenarnya, Spencer sendiri tidak pernah dididik di bidang seni maupun ilmu humaniora, namun ketertarikan itu muncul manakala pada saat itu Spencer dalam pekerjaannya menemukan adanya potongan-potongan rel kereta api yang lambat laun mengalami perubahan.
Pada tahun 1848, Spencer memulai karirnya di bidang Jurnalistik, pada saat itu ia ditunjuk sebagai editor majalah the economist, yaitu sebuah tabloid mingguan keuangan yang terkenal dan sangat berpengaruh pada kelas menengah saat itu. Setelah ia menekuni bidang jurnalistik, pada saat itu pula karya-karyanya mulai mengental dan dikenal oleh banyak orang. Kemudian di tahun 1850, ia mengeluarkan karya pertamanya “the social statics” , dimana karyanya tersebut banyak membahas dan mengupas tentang politik dan evolusi manusia. Meskipun dalam proses penulisan karyanya yang pertama  Spencer sempat mengalami Insomnia yang mengakibatkan ia mengalami masalah mental (Kemacetan Saraf), lantas hal tersebut tidak membuat Spencer berhenti menghasilkan karya-karyanya dalam bidang humaniora. Setelah karyanya yang pertama, pada tahun 1852 Spencer dipercaya untuk bekerja dalam dunia pemerintahan dan berperan sebagai mediator. Dibalik kesibukannya dalam dunia pemerintahan, Spencer tetap menyempatkan untuk manulis karya-karyanya dan kembali berhasil menerbitkan artikel mengenai “The Development Hyphothesis.”
Pada tahun 1853, beliau disarankan untuk meninggalkan pekerjaan dan menjalani sisa hidupnya sebagai seorang sarjana gentleman (sarjana dengan penghasilan yang independen) oleh sebab masalah saraf yang dialaminya. Namun, ketika Spencer mulai menyendiri akibat sakit fisik dan mentalnya yang semakin parah, produktivitas Spencer dalam mengahasilkan karya semakin meningkat,  yang menjadikan namanya semakin tenar di Inggris pada saat itu. Pada tahun 1855, bergerak dalam bidang psikologi dan evolusi, Spencer kembali mengeluarkan karyanya tentang “The Principle Of Physchology Edisi Pertama”. Berangkat dari karyanya tersebutlah, pada tahun 1858 Spencer memulai ketertarikannya dalam bidang sosiologi the shyntetic philosophy, dan menyusun karyanya dari sudut pandang evolusi tentang tahap perkembangan masyarakat yang diterbitkan sekitar tahun 1862.
Sepanjang karirnya, Spencer terkenal sebagai ilmuwan yang sama halnya seperti Comte, yakni mempratikkan “Kebersihan Otak.” Dimana dalam menghasilkan karya-karyanya Spencer tidak pernah membaca buku, tulisan, atau gagasan dari orang lain. Baginya, sepanjang hidupnya ia adalah seorang pemikir bukan pembaca, sehingga ia tak membutuhkan ide atau gagasan dari orang lain untuk menguatkan karya-karyanya. Hal ini lah yang kemudian menjadikan runtuhnya intelektual Spencer yang berujung pada kekuatan teorinya yang diragukan oleh ilmuwan-ilmuwan saat ini. Dalam penelitiannya, Spencer membayar peneliti untuk membaca dan meneliti tentang persoalan etnografi maupun sejarahnya. Setelah semuanya didapat barulah kemudian ia mengatur penelitiannya dengan sistemnya sendiri. Hasil dari usaha tersebut, pada tahun 1873-1881 beliau berhasil menerbitkan karyanya mengenai “the descriptive of sociology” beserta buku “The Study of Sociology” tentang tatanan sosial dan sistem sosial masyarakat. Kedua karya tersebut itulah yang merupakan karya terbesar Spencer sepanjang perjalanannya dalam bidang sosiologi.
 Spencer sendiri adalah seorang ilmuwan yang tidak pernah mendapat gelar universitas ataupun memegang suatu posisi akademik, baik sebagai insinyur teknik maupun ilmuwan dalam bidang humaniora. Ketekunannya dalam mempelajari suatu bidang keilmuan serta karya-karyanya yang banyak dipakai sejak tahun 1867 pada Oxfort University, menjadikan Spencer sempat mendapatkan tawaran mengajar di 32 Universitas terkemuka di Inggris, namun ia menolaknya. Beberapa karya-karya luar biasa yang dihasilkannya lewat pemikirannya sendiri itu kemudian menjadikan Spencer dinobatkan sebagai seorang filsuf yang terhormat.
Pandangan yang mendasari Spencer mengenai Evolusi
Seperti yang telah disampaikan penulis di awal, Spencer adalah seorang ilmuwan yang sering sekali disamakan dengan raksasa sosiologi,  Auguste Comte, dari segi pengaruhnya terhadap perkembangan sosiologi, yakni sama-sama merupakan dua ilmuwan yang konservatif. Konservatif Spencer terletak pada penerimaannya terhadap doktrin “laisses-faire” yang mana negara hanya berhak mencampuri urusan-urusan perlindungan hak yang pasif, namun tidak dengan urusan individu. Sebagai seorang “social darwinist” ia menganut paham evolusioner yang memiliki pandangan bahwa dunia terus tumbuh semakin baik. Kehidupan manusia seharusnya bebas dari pengaruh dan pengendalian luar, campur tangan dari luar hanya akan memperburuk situasi. Lembaga-lembaga sosial, tumbuhan, hewan, akan menyesuaikan diri secara progressif dan positif kepada lingkungan sosialnya. Kelangsungan hidup manusia adalah suatu proses seleksi alamiah “Kelangsungan Hidup bagi yang paling kuat” artinya adalah sejalan dengan adanya rintangan intervensi eksternal, maka yang “kuat” akan bertahan hidup dan berkembang biak, sementara mereka yang “tidak kuat” akan punah. Pandangan Spencer yang berada pada level individu inilah yang menjadi perbedaannya terhadap pandangan Comte yang lebih berfokus kepada satuan-satuan yang lebih besar seperti keluarga.
Kesamaan lain diantara keduanya adaah kecenderungan Spencer dan Comte dalam melihat masyarakat sebagai suatu organisme. Dalam hal ini, Spencer meminjam perspektif-perspektif dan konsep-konsep sosiologi untuk menjelaskan pandangannya mengenai evolusi. Menurut Spencer masyarakat dapat dipandang secara ilmiah dan dapat pula dipandang secara evolusioner. Melalui perspektif biologi, Spencer menjelaskan pandangannya mengenai masyarakat melalui evolusi yang sistematik pada alam semesta, yakni terdiri dari materi dan energi. Seperti halnya dalam istilah yang ia keluarkan “evolution is a change from a state or relatively indefinite, incoherent, homogenity to a state of relatively devinite, coherent, and heterogenity.” Perubahan itu dalam pandangan evolusi oleh Spencer dilihat sebagai suatu hal yang bergerak dari hal yang sederhana menuju ke hal yang rumit, dan berturut-turut. Manusia dapat diibaratkan seperti struktur lapisan tanah, iklim, dan bumi. Kemudian dapat dilihat pula adanya kumpulan ras, peradaban individu, politik, ekonomi, agama, dan tingkat akktifitas manusia yang beragam, konkrit dan abstrak. Perbedaan-perbedaan serta hal-hal yang beragam inilah oleh sebab perbedaan kepentingan antar manusia yang kemudian memunculkan adanya seleksi alam, mereka yang “kuat” akan bertahan, sedangkan mereka yang “lemah” akan tersingkirkan dan punah.
Evolusi dalam pendekatan sosiologi menurut pandangan Spencer adalah lebih menjurus kepada evolusi tingkah laku manusia yang dituliskannya dalam buku the principles of sociology. Dalam bukunya tersebut ia mengatakan bahwa kemajuan organisme masyarakat dari jenis rendah ke tinggi adalah jenis kemajuan dan keseragaman struktur. Dalam hal ini, Spencer mempertahankan pola sebab akibat, dan memandang suatu masalah dari segi perilaku masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari alam. Seperti halnya Evolusi dalam pandangan politik menurut Spencer berada pada sistem politik itu sendiri. Sistem politik pada suatu negara hendaknya berdasarkan pada kondisi masyarakat yang ada dan tidak memaksakan sistem. Dalam pandangan pernikahan antar manusia, Spencer melihat evolusi manusia melalui perkembangan perkawinan, bentuk-bentuk keluarga, konsep harta milik dan sebagainya. Pada masa sekarang, ayah merupakan faktor penentu garis keturunan. Hal ini adalah suatu bentuk perubahan yang mana pada masyarakat primitif terdahulu (matrilineal) ayah adalah penerima keturunan.
Teori Evolusioner Spencer
Dalam teorinya ini ada dua perspektif utama evolusioner yang menjadi dasar pemikirannya. Pertama, berkenaan dengan ukuran manusia yang semakin bertambah. Bertumbuh dari pelipatgandaan individu, maupun kelompok yang bercampur. Pertumbuhan ukuran-ukuran masyarakat ini kemudian menunculkan struktur-struktur yang lebih besar dan dan terdeferensiasi, termasuk dalam fungsinya. Hal inilah yang menurut Spencer kemudian makin lama akan makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan, yang berujung kepada perubahan masyarakat dari yang sederhana ke penggabungan masyarakat yang semakin banyak dan kompleks.
Dalam pembahasan mengenai sistem sosial, Spencer menyebutkan bahwa masyarakat awalnya adalah organisme atau atau superorganis yang hidup berpencar-pencar. Dimana antara masyarakat dan badan-badan yang ada disekitarnya terdapat suatu keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial lainnya. Dalam upaya menuju keseimbangan, masyarakat dengan masyarakat lainnya, masyarakat dengan lingkungan mereka, akan berjuang satu sama lain demi eksistensi mereka diantara warga masyarakat. Proses mempertahankan eksistensi ini yang akirnya memunculkan konflik dan menjadi suatu kegiatan masyarakat yang lazim. Perjuangan mempertahankan eksstensi ini kemudian memunculkan rasa takut di dalam hidup bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati dalam hal ini oleh spencer adalah pangkal kontrol terhadap agama. Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dari agama menjadi militerisme.
Kedua, Spencer menjelaskan perkembangan evolusi masyarakat dari masyarakat militan menuju industrial. Pada mulanya masyarakat militan terstruktur guna melakukan perang. Pada masyarakat militan perang yang bersifat ofensif dan defensif, bermanfaat dalam penyatuan masyarakat. Perang yang dilakukan adalah difungsikan sebagai cara untuk menaklukan militer dan menghimpun masyarakat yang lebih besar guna membantu perkembangan masyarakat industri.  Dalam upaya menyatukan masyarakat yang takut hidup bersama, militan menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil menjadi kelompok sosial yang lebih besar, dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi  sosial. Proses semacam inilah yang menurut Spencer akan memperluas medan integrasi sosial yang akan memupuk rasa perdamaian antar sesama serta kegotongroyongan.
Sejalan dengan proses perkembangan masyarakat dari militan menuju masyarkat industri , kemudian akhirnya menjadikan masyarakat  tidak menyukai perang dan menganggap perang adalah suatu tindakan yang tidak bermanfaat. Kebiasaan berdamai dan bergotong-royong membentuk sifat, tingkah laku, serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan penuh rasa kesetiakawanan. Pada tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, rasa spontanitas serta inisiatif akan semakin bertambah. Dalam hal ini masyarakat dapat saja dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat lain dan mengubah hubungan sosial mereka, namun hal ini tidak merusak kohesi sosial yang telah ada. Perubahan masyarakat dari militan menuju masyarakat industri menjadikan masyarakat memiliki semangat pekerja keras. Semangat kerja keras yang disertai dengan penuh rasa perdamaian akan membentuk keseimbangan antara elemen masyarakat yang hidup dalam bingkai struktur sosial yang sama. Dalam hal inilah Spencer memandang masyarakat militan berkembang menuju ke keadaan moral yang paling ideal dan sempurna.
Begitulah sekilas pembahasan mengenai Herbert Spencer dalam Teori Evolusi Masyarakat. Ada banyak lagi sebenarnya pembahasan mengenai teori Evolusi Spencer yang dapat dibahas dengan membandingkannya berdasarkan teori evolusi dari tokoh-tokoh lain. Dalam tulisan selanjutnya, kita akan membahas lebih dalam. Semoga tulisan lewat bahasa yang sederhana ini dapat memperkaya dan memberikan pemahaman kepada pembaca tentang awal perkembangan teori evolusi. Semoga Bermanfaat, Terimakasih, Assalammualaikum Wr. Wb

Selasa, 29 Maret 2016

Karl Marx

Trier, Prusia 5 Mei 1818, sebagai saksi dari lahirnya tokoh yang  sangat berpengaruh di dunia yaitu, Karl Heinrich Marx, dengan pengetahuannya yang sangat kritis dalam bidang keilmuan. Dengan latar belakang keluarga rabbi, Marx muda dilahirkan oleh sosok ibu yang taat akan agama dan ayahnya seorang pengacara. Pada tahun 1841, Marx menerima gelar doktornya di bidang filsafat dari Universitas Berlin. Pemikiran Marx dalam bidang filsafat sangat di pengaruhi oleh G.W.F. Hegel (1770-1831) dengan corak filsafat Jerman, akan tetapi sebelum Hegel menyempurnakan dari filsuf Jerman seperti Kant dengan filsafat kritisnya, Fichte dengan filsafat Wissenshaftslehre dan Scheling dengan corak filsafat mempertentangkan “Aku” dan “Non-Aku”. Pola pikir Hegel sebagai tolak ukur filsafat Jerman pada waktu itu, Hegel sangat mengutamakan rasio, namun rasio yang dimaksud Hegel bukan pada individu, akan tetapi rasio yang melekat pada subjek absolut (dalam bahasa lain yaitu roh). Dengan demikian, terkenallah sebuah dalil “all that is real is rational, and all that is rational is real”.
 
Bukan hanya Hegel yang mempengaruhi pemikiran Marx, akan tatapi L. A. Feuerbach (1804-1872) yang sedikit berbeda cara pandang dengan Hegel, salah asatu ungkapan yang di lontarkan Feuerbach adalah  manusia beragama karena terikat oleh alam, manusia lemah sedangkan alam yang didapatinya kuat dan ganas, cara filsafat dari Feurbach masuk dalam kerangka berfikir teologis. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan pola pikir Marx semakin kritis, pola dari kedua filsuf sedikit demi sedikit di tentang oleh Marx.
Menulis tentang Marx dengan teorinya merupakan sebuah tantangan bagi para penulisnya, bahkan memahami pola pikir Marx itu sendiri tidak segampang membalikkan telapak tangan. Pola pikir yang sulit diterka, mengandung multi-interpretasi, dan dengan bahasa yang sangat jeli yang dilontarkan dalam tulisan-tulisan Karl Marx, maka tidak heran bagi mahasiswa untuk memahami seorang Marx dengan karya dan teorinya, butuh usaha ekstra dan kerja keras dalam memahami maksud dan setiap makna gagasannya. Akan tetapi, kita sedikit demi sedikit belajar memahami pola pikir Marx dengan perlahan-lahan.
 
Sebelum berbicara lebih jauh tentang Marx, perlu lebih awal kita ketahui terlebih dahulu mengenai Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Secara sederhana materialisme dialektik adalah dialektika terjadinya di dunia nyata atau dunia materi, sedangkan materialisme historis adalah bahwa manusia dapat dipahami sejauh ia ditempatkan dalam konteks sejarah. Definisi sederhana ini bisa dibilang tidak sempurna dalam pandangan materialisme dialektik dan materialism historis dengan penjabaran filsafat yang sebenarnya, karena ketika dijabarkan secara panjang penulis masih ragu dengan kapasitas pemahaman mengenai Marx itu sendiri. Dalam kancah keilmuan Sosiologi Marx, terkenal dengan teori Kelas Sosial dan Alienasinya. Kelas sosial bagi Marx dibedakan dalam dua kelas. Kelas Borjuis atau disebut dengan kaum pemilik modal, dan Kelas Proletar atau dikenal sebagai  kelas buruh dan masyarakat miskin. Pada bagian ini, pembagian kelas mempengruhi sikap pertentangan kelas karena di dalam kelas tersebut ada imperialisme dan penindasan dari kaum pemilik modal sebagai penguasa alat-alat pabrik dan pemilik dari kaum pekerja, dalam hal ini bisa disebut dengan dialektika dalam kapitalisme.
 
Dengan pertentangan kelas tersebut Marx menganalisis akan lahir sebuah zaman di mana tidak ada kelas-kelas sosial, tidak adanya pertentangan, tidak adanya imperialisme dan monopoli kekuasaan. Marx mengatakan zaman ini disebut dengan Komunisme. Komunisme, sebagai cita-cita Marx dalam hidupnya –bisa dibilang seperti itu– karena di setiap pembahasan mengenai pertentangan kelas Marx, dia selalu ingin membuat sebuah revolusi besar-besaran dalam kelas tersebut (red.kelas proletar). Kaum proletariat digambarkan oleh Marx sebagai sekumpulan Prometheus. Prometheus adalah manusia yang ditindas tetapi akan menguasai masa depan, hal ini terbukti dalam ajaran revolusi seorang Marx seperti terjadianya revolusi Bolshevik di Rusia, sebagai penentang akan kapitalis pada tahun 1903 dan tahun 1917 sebagai puncaknya. Kaum ini di dasari atas ideologi Marxisme dan Leninisme sebagai acuan revolusi ekomoni di Rusia, Manifest der komunistichen partey (1848) sebagai pijakan revolusi dalam politik dan Das Capital (1850-1866) sebuah karya monumental dan termasuk salah satu buku merubah dunia.
 
Pembahasan Marx tidak selesai pada pertentangan kelas dan revolusi, di balik pertentangan kelas, masyarakat harus mempunyai satu pekerjaan, Marx mengatakan bahwa kerja adalah pengembangan kekuasaan-kekuasaan dan potensi-potensi manusiawi kita yang sejati. Marx sering mawanti-wantikan pentingnya materi dalam kehidupan kita, karena manusia membutuhkan makan untuk keberlangsungan hidupnya, secara harfiah manusia adalah zoon-politikon, bukan hanya makhluk sosial, tetapi makhluk yang berkembang dan bersifat dinamis di masyrakat.
 
Ketika individu dalam ruang lingkup masyarakat dan kerja, maka secara otomatis akan terjadi alienasi dalam kehidupannya. Kata alienasi ini berasal dari karya awal Marx yang tidak lain masih berhubungan erat dengan kapitalisme yang mengakar dalam masyarakat, sehingga alienasi menjadi suatu keprihatinan sendiri bagi Marx. Marx menggunakan alienasi sebagai konsep untuk menyingkap efek dari produksi kapitalis yang bersifat menghancurkan terhadap manusia dan masyarakat. Alienasi dalam kamus sosiologi adalah keterasingan individu dari diri mereka sendiri dan orang lain. Pada dasarnya kata alienasi ini memiliki makna filosofis dan bersifat religius, tapi Marx mentransformasikannya ke dalam konsep sosiologi dan Ekonomic and Philosophical Manuscripts of 1844, keterasingan berakar dalam struktur sosial yang menyangkal esensi manusia, Marx percaya bahwa esensi manusia adalah sesuatu yang diwujudkan dalam konteks kerja.
 
Marx membagi alenasi dalam 4 (empat) macam yaitu, antara lain:
1.    Individu teralienasi dari aktivitas produksi
2.    Individu teralienasi dari temannya
3.    Individu teralienasi dari pekerjaannya
4.    Individu teralienasi oleh dirinya sendiri
 
Alienasi sebagai salah satu contoh pertentangan antara hakekat manusia dalam diri manusia itu sendiri, pertentangan dalam alienasi memang dirancang oleh kaum kapitalis dalam ranah nilai tukar dan nilai produksi. Buruh atau satu individu akan tersudut ketika berbicara nilai tukar, antara gaji buruh dengan majikannya dalam satu produksi, sedangkan hasil dari produksi adalah gejala yang dilahirkan oleh alienasi kita, yang hanya bisa di tiadakan melalui perubahan sosial.

Referensi
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Karya: A.Zahid, S.Sos