Peredaran Smartphone saat ini terlebih ditahun 2017 tidak dapat dibatasi. Setiap tahunnya berbagai merek Smartphone mengeluarkan versi terbaru. Seperti tahun 2016 kemarin berbagai merek telah diluncurkan misalnya LG G5, Iphone 7, Sony Xperia X Performance, Samsung Galaxy S7 Edge, Google Pixel. Bahkan di tahun 2017 ini berbagai negara yang memproduksi Smartphone sudah bersiap untuk bersaing dalam meluncurkan produk terbaru merekea, berdasarkan informasi dari Selular TV[1] bahwa para vendor ponsel sudah berancang-ancang akan meluncurkan produk terbaru di tahun 2017 ini, adapun vendor itu antara lain dari Nokia, Hawei, LG, Asus, ZTE, Samsung, Xiaomi, Blackberry, Oppo, Advan, dan Infinix. Hadirnya Smartphone dianggap sebagai raja yang menyelamatkan mereka (masyarakat/konsemuen) dari ketertinggalan.
Pada awalnya target para vendor selular adalah kelompok status sosial menengah tinggi, tetapi semenjak memasuki masa modern hingga postmodern sekarang tampaknya haluan dari kapitalis (vendor selular) telah berubah sebab target mereka adalah seluruh elemen masyarakat dibelahan dunia ini. Oleh Karena itu jika kondisi masyarakat tersebut ditinjau dari teori kritis Max Horkheimer, bahwa menurut beliau masyarakat modern sudah terlanjur masuk dalam suatu sistem tertutup dan total. Tertutup disini yaitu masyarakat modern tidak mengizinkan usaha-usaha untuk membuka, dan mempersoalkannya. Jadi artinya orang dalam setiap situasi dan hal apapun mau tak mau harus mengikuti hukum dan aturan main sistem itu. Total karena semua segi kehidupan individu maupun sosial sudah ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Unsur-unsur pokok sistem dimuat dalam kategori pembagian kerja, kerja upahan, konsentrasi dan birokrasi. Masyarakat modern telah dikuasai oleh kapitalis yang tertuang dalam diri para vendor produk Smartphone. Pada awalnya bisa saja, idealis sebagian masyarakat modern tidak ingin menggunakan Smartphone tersebut, tetapi mereka tidak memiliki pilihan lain sebab kebutuhan orang sudah dimanipulasi oleh industri sehingga orang akan membeli produk apa saja yang dipaksakan oleh industri itu, bahkan kaum buruh pun jika dilihat pada masa saat ini telah terbuai di dalamnya, artinya kaum buruh tersangkut dalam sistem kapitalis yang mana masyarakat modern dikonsentrasikan pikirannya pada Smartphone terbaru sehingga para buruh pun tidak revolusioner lagi.
Adapun alasan orang menjadi tertutup dan irasional adalah karena manusia mempunyai nilai instrumental saja, artinya rasio semata-mata menjadi alat dan memang bisa diperalat untuk mendukung dan melestarikan sistem yang ada. Karena hanya menjadi alat, rasio sudah tidak dapat lagi memikirkan kemungkinan lain. Rasio kehilangan otonominya, kehilangan sifat kritisnya. Maka sia-sia dan percuma masyarakat dewasa ini disodori teori emansipatoris karena konsep itu tidak memungkinkan dapat tertampung atau masuk ke dalam pemikirannya yang sudah menjadi alat belaka. Yang perlu dikerjakan adalah mengkritik rasio yang menjadi alat itu. Masyarakat modern yang terbuai dengan pesatnya peredaran Smartphone itu tidak menyadari bahwa rasio mereka akan pemahaman bahwa benda itu mempermudah mereka dalam berkomunikasi ternyata memiliki fungsi yang lebih tajam dari pihak kapitalis yaitu menjadikan rasio masyarakat modern itu sebagai alat untuk melestarikan sistem bentukan kapitalis. Masyarakat modern tidak dapat memberikan pilihan atas keinginannya terhadap produk Smartphone, semua itu telah disetir oleh para vendor selular. Oleh karena itu mereka telah kehilangan kritisnya dan pemikirannya hanya menjadi alat belaka oleh kapitalis. Dalam konteks ini, yang perlu dikerjakan adalah mengkritik rasio yang menjadi alat itu. Dengan demikian persoalan teori kritis menjadi sifat baru pula. Dari kritik ekonomi politik pada tahap pertama menuju kritik rasio instrumentalis pada tahap kedua (Sindhunata, 1982 :96-97).
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan lebih menjelaskan bagaimana rasio instrumental masyarakat modern yang dikritisi oleh Max Horkheimer telah dijadikan alat oleh kapitalis untuk melestarikan sistem (konsentrasi pada Smartphone)?
Pemikiran Max Horkheimer
Teori kritis diciptakan oleh Max Horkheimer sebagai usaha untuk menciptakan kesadaran yang kritis. Maksud dari kesadaran yang kritis adalah kesadaran yang membebaskan diri dari irasionalitas yang disebabkan oleh belenggu yang menghambat dirinya. Toeri kritis diciptakan untuk memberikan pencerahan, ingin membuka selubung yang telah menutupi kenyataan yang tidak manusiawi terhadap kesadaran manusia modern saat ini. Franz Magnis Suseno menuliskan dalam kata pengantar Dilema Usaha Manusia Rasional bahwa dalam masyarakat modern atau masyarakat industri maju, penindasan, keputusasaan dan kontradiksi tidak lagi nampak secara nyata. (Sindhunata, 1982:XVIII). Teori kritis ini digunakan untuk melawan kapitalisme, teori kritis memberikan kesadaran untuk membebaskan masyarakat dari keadaan yang irasional, karena teori kritis lebih curiga dan kritis terhadap segala sesuatu yang berbentuk nilai tukar. Sistem kapitalisme sendiri berjalan atas dasar nilai tukar. Kapitalisme menganggap semua barang itu komoditi artinya barang bernilai sejauh barang tersebut mempunyai nilai tukar dan dapat ditukar. Hal ini menjadikan barang/produk suatu budaya menjadi komoditi.
Menurut Horkheimer terjadinya rasio instrumentalis itu nampaknya merupakan akibat dari perjalanan usaha manusia rasional atau Aufklarung sendiri. Usaha manusia rasional terlihat sungguh rasional dan berhasil itu ternyata harus dibayar dengan kenistaan tiada tara. Rasio instrumentalis berkembang dalam tradisi empirisme, dimana rasio hanya digunakan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya subjektif (Jauharuddin, 2003 :168). Rasio instrumentalis menekankan pada kegunaaan. Tujuan dari rasio instrumentalis adalah sejauh berguna bagi si pelaku. Rasio instrumentalis lebih menekankan pada cara dari pada tujuan. Lawan dari rasio instrumentalis adalah rasio objektif. Rasio objektif itu bersifat universal. Sindhunata menuliskan bahwa rasio hanya ada dalam diri individu tapi juga ada dalam arti objektif, artinya ia ada dalam dunia objektif diluar individu. Rasio ini ada untuk dirinya sendiri di luar dari individu. Rasio objektif lebih menekankan pada tujuan daripada cara. Dalam artian rasio ini mengarah pada konsep-konsep tentang ide dari apa yang paling baik dan benar. Rasio objektif tidak bersifat netral sebab ia telah memiliki tujuan yang harus dikerjakan manusia. Bebeda dengan rasio instrumentalis yang merupakan alat bahkan diperalat maka ia bersifat netral. Netral dalam artian rasio instrumentalis dapat digunakan untuk tujuan apapun yang tidak berasal dari dirinya.
Pada tahun 1944 Horkheimer diundang untuk memberikan kuliah tentang Society and Reason di Columbia University di New York. Kuliah itu kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Eclipse of reason. Keyakinan dasar Eclipse of Reason terungkap dalam kata pengantar. Dalam modernitas tertanam sebuah dialektika jahat yaitu manusia mau maju tetapi kemajuan semakin menjadi sebuah proses dehumanisasi. Manusia mau maju dengan mengembangkan sarana-sarana teknis penguasaan alam. Alasan terjadinya hal ini adalah karena rasionalitas dipahami semata-mata sebagai sarana kalkulasi penguasaan alam. Hal ini malah akan membuat rasionalitas kehilangan wawasan dalam arti yang sebenarnya. Yang diperhatikan bukan apa yang mengembangkan manusia secara menyeluruh, melainkan manusia dikembangkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses produksi kapitalis (Suseno, 2005 : 210-212).
Rasionalitas menurut Horkheimer (Purwanto, 1992 : 92-93) dapat dianalogikan sebagai matahari yang terbit di dini hari, bersinar ditengah hari dan terbenam di senja hari. Horkheimer menuduh rasio manusia telah berubah menjadi bersifat instrumentalis yang netral sehingga kehilangan daya kritisnya. Hal ini menyebabkan manusia terjerumus ke dalam keirasionalan yang membelenggunya. Rasionalitas manusia mengalami kemunduran yang ditandai dengan hilangnya daya kritis rasio manusia. Manusia telah pasrah dan tunduk terhadap hal yang berada di luar dirinya, bukan pada rasio sendiri. Dalam hal ini Max Horkheimer telah menunjukkan kemunduran fungsi rasio. Kemudian, Horkheimer menjelaskan kebebasan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan pemikiran yang mencerahkan. Penyelamatan pencerahan hanya dapat dicoba dengan menelanjangi kebohongan pencerahan sendiri. Pencerahan hanya dapat diselamatkan dengan mengkritik pencerahan. Pencerahan harus jalan terus tetapi dengan jalan mengecam, dan dengan terus menerus menelanjangi segala klaim totalitas. Hanya rasionalitas yang dapat membatalkan malapetaka tetapi rasionalitas itu hanya dapat diselamatkan dengan pemikiran yang melawan. Filsafat harus berada di luar sistem totalitas irasional hasil pencerahan yang terdistorsi dan dari situ menyatakan perlawanannya (Suseno, 2005:230-231).
Menurut Sindhunata karena usaha manusai rasional, manusia ditindak dan diperbudak oleh alam. Sebab alasan rasional manusia mau tidak mau terwujud dalam bentuk penindasan manusia atas alam. Alam tidak jadi dirasionalisasikan dan didamaikan dengan manusia demi alasan self-preservation. Akibatnya alam memberontak dan mengalahkan manusia. Bentuk kekalahan manusia oleh alam dapat disaksikan dalam kemenangan modal atau kekuatan pasar atau kekuatan impersonal lain yang buta dan tidak sadar tapi jelas-jelas menundukkan manusia (Sindhunata, 1982 : 144).
Pembahasan
Disini Horkheimer menjelaskan bahwa disatu sisi manusia telah menemukan apa yang dirasa telah menjadi solusi atas kehidupan manusia. Namun solusi yang diharapkan dapat membuat perubahan tidak memberikan manfaat jangka panjang. Yang dihasilkan malah penyakit sosial yang menimbulkan kehancuran rasio manusia sendiri. Namun karena perubahan telah terjadi secara massive mengakibatkan manusia tidak menyadarinya. Sampai akhirnya akal budi instrumentalis telah total menggantikan rasio objektif.
Usaha manusia untuk merasionalkan pemikiran mereka malah telah memberikan penindasan lebih lanjut. Hadirnya vendor Smartphone dari berbagai belahan dunia yang selalu menawarkan produk versi terbarunya telah membuat masyarakat modern mau tidak mau harus mengikutinya. Vendor Smartphone selalu memproduksi produk terbaru yang sesungguhnya bukan menjadi kebutuhan dasar manusia, tetapi promosi selalu dijalankan dan manusia tidak memiliki pilihan lain, mereka harus memilih produk yang diciptakan oleh kapitalis ini. Contoh kasus Smartphone yang diproduksi oleh perusahaan Samsung, dimana setiap tahun industri ini akan mengeluarkan produk terbaru hingga sampai di tahun 2017 ini telah keluar versi terbaru yaitu Samsung Galaxy A3, A5, A7. Objek yang dicari oleh industri ini tidak hanya masyarakat dari status sosial atas saja, tetapi juga dari kelas menengah kebawah. Sampai masa Postmodern begini juga masyarakat telah terobesesi untuk memiliki barang kapitalis tersebut. Padahal mereka tidak menyadari bahwa rasio kekritisan mereka atas diri maupun kelompok masyarakat telah dijadikan rasio instrumental oleh kapitalis (vendor Smartphone).
Masyarakat modern berusaha untuk merasionalisasikan pemikiran mereka, dalam kasus tersebut mereka menyadari bahwa produk yang setiap tahun memiliki versi terbaru ini merupakan alat yang dapat memampukan komunikasi dan mempermudah serta memperlancar hubungan antar individu maupun masyarakat. Pemiikiran rasional yang diusahakan oleh masyarakat modern inilah dijadikan oleh kapitalis sebagai alat yang dapat menghasilkan keuntungan (nilai tukar). Sebab rasio instrumentalis yang dimanfaatkan oleh kapitalis ini hanya memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Vendor Smartphone tidak memikirkan upaya untuk mengembangkan manusia, tetapi mansuia dikembangkan sedemikian rupa supaya tidak mengganggu proses produksi kapitalis. Semua produk kapitalis (vendor Smartphone) ini direkayasa seolah-olah menguntungkan dengan alasan rasional. Masyarakat modern diperalat dan kehilangan kebebasannya, pemikiran pun diperdagangkan. Usaha manusia rasional hendak membebaskan dan memberi pengertian rasional tentang individu. Tapi ternyata sebaliknya rasional manusia itu justru mengirasionalkan, memperbudak dan menghancurkan individu.
Pada masyarakat modern sudah tidak ada yang tidak mengikuti pola pikir dari pihak kapitalis yang sudah merekayasa kebutuhan manusia. Saat ini manusia tanpa menggunakan Smartphone nya akan merasakan kehampaan seperti kecanduan obat, begitu jahatnya vendor Smartphone tersebut yang telah memanipulasi kebutuhan manusia. Masyarakat modern akan bekerja dan berusaha mencari uang terbanyak untuk dapat membeli produk Smartphone terbaru setiap tahunnya. Dengan perkembangan setiap produk yang dikeluarkan setiap tahun nya, kapitalis selalu menawarkan fitur-fitur yang dapat mengikat pola pikir masyarakat modern. Saat ini dengan banyaknya fenomena selfie, maka vendor Smartphone saling berkompetisi membuat lensa kamera yang paling bagus dan menghadirkan fitur-fitur aplikasi tambahan yang dapat menarik pola pikir masyarakat modern. Oleh karena kapitalis telah meracuni dan menjadikan rasio manusia sebagai instrumental, maka masyarakat pun tidak memiliki kekuasaan untuk melawan pendindasan ini, mau tidak mau mereka harus memilih sistem yang sudah diberlakukan oleh kapitalis tersebut. (Sindhunata, 1982 :96-97). Tetapi terdapat juga masyarakat modern yang belum menyadari akan penindasan ini, maka dari itu teori kritik yang dibawakan oleh Max Horkheimer untuk menyadarkan dan membebaskan masyarakat dari keadaan yang irasional, karena teori kritis lebih curiga dan kritis terhadap segala sesuatu yang berbentuk nilai tukar.
Kesimpulan dan Catatan Kritis
Masyarakat modern pengguna Smartphone sudah terlanjur masuk dalam sistem tertutup dan total yang diciptakan oleh vendor Smartphone. Dimana masyarakat tidak mengizinkan untuk mempersoalkan atau menanyakan lebih lagi apakah mereka mempunyai pilhan untuk tidak memilih produk yang selalu ditawarkan oleh kapitalis ini. Sayangnya, masyarakat modern menurut Max Horkheimer telah total masuk dalam jebakan sistem. Maka dari itu, konsentrasi masyarakat modern dalam hal ini penggunaan Smartphone akan terfokus pada produk-produk yang ditawarkan oleh kapitalis dunia. Bagi masyarakat yang tidak menyadari akan penindasan ini maka akan merasakan bahwa kehadiran produk Samsung, Asus, LG, Iphone, dan sebagainya memang telah mempermudah masyarakat modern dalam berkomunikasi tetapi atas ke rasionalan ini maka masyarakat itu tidak sadar bahwa terdapat oknum yang secara sengaja menjadikan rasional masyarakat modern sebagai rasio instrumental (alat) untuk mendapatkan keuntungan, maka dari itu setiap barang yang diindustrikan oleh kapitalis maka akan dipertanyakan apakah memiliki nilai tukar lebih (keuntungan). Maka dengan alasan pembelaan, kapitalis sangat mengagungkan kata-kata “demi memenuhi kebutuhan masyarakat modern”, padahal kebutuhan itu dimanipulasi sendiri oleh industri bersangkutan, yang semulanya kebutuhan Smartphone terbaru ini tidak diduga oleh masyarakat modern akan mempengaruhi rasional mereka untuk menjadikannya sebagai produk yang harus dibeli (diperjuangkan mati-matian). Maka dari itu, saat ini banyak masyarakat modern termasuk kalangan Indonesia yang rela kerja mati-matian untuk mengganti Smartphone yang lama dengan bentuk baru. Bahkan kaum buruh pun ikut serta dalam melestarikan sistem bentukan industri kapitalis ini.
Oleh karena itu Max Horkheimer terlalu memandang pesimis realitas sehingga akhirnya beliau dan Adorno (tokoh Mazhab Frankfurt I) menyerah. Horkheimer mengganggap rasio objektif manusia telah mati sepenuhnya. Sebenarnya rasio objektif manusia tidak mati sepenuhnya, masih ada manusia yang peduli terhadap manusia lain, dan memikirkan sebenarnya apa kegunaan asli dari penggunaan Smartphone itu tanpa harus di manipulasi oleh pihak kapitalis, tetapi hanya saja memang kadang mereka kalah dengan kekuasaan yang berada diatas mereka atau suara mayoritas. Namun bisa saja suara mayoritas yang tidak mendukung rasio objektif karena nalar mereka belum sampai untuk memahaminya. Masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang masih perlu diperhatikan. Horkheimer yang mengartikan bahwa segala macam manipulasi, penindasan dan pengisapan yang memang berlimpah-limpah itu sebagai suatu sistem manipulasi total yang tidak dapat di dobrak, padahal tawaran dari Jurgen Habermas bahwa penindasan kebebasan tak dapat bersifat total, masih ada tempat dimana manusia dapat mengalami ide kebebasan, jadi masih ada tempat untuk menentang penindasan, tempat yang dimaksud oleh Habermas adalah faktor komunikasi, sebab manusia memiliki kebebasan untuk tidak dipaksa agar mengerti akan produk terbaru Smartphone terbaru sehingga hal ini menjadi ruang kebebasan dan ruang perlawanan untuk menolak yang namanya komoditi (produk) dari industri kapitalis.
Daftar Pustaka
(Buku)
Jauharuddin, Muhammad Farid, 2003. Paradoks Aufklarung (Kritik Max Horkheimer terhadap penyimpangan Aufklarung. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Nariratih, Diatri. 2015. Konsep Masyarakat Ekonomi Asean 2015 di Indonesia ditinjau dari Teori Kritis Max Horkheimer. Yogyakarta : Fakultas Filsafat UGM
Purwanto, Guido Suko. 1992. Rasionalitas Manusia Menurut Max Horkhemier. Yogyakarta
Sindhunata. 1982. Dilema Usaha Manusia Rasional (Kritik Masyarakat Modern Oleh Max Horkheirmer Dalam Rangka Sekolah Frankfurt), Jakarta : PT Gramedia
Suseno, Frans Magnis. 2005. Pijar-Pijar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius
Internet
[1] https://www.youtube.com/watch?v=ivNlcbmDMCE, diakses tanggal 25 Maret 2017
|
Juli Natalia Silalahi_Medan_Mahasiswi Pascasarjana Sosiologi UGM
|