Buku Karya Braindilog

Berisi mengenai kajian analisis sosial dengan pendekatan konsep teori tokoh Sosiologi Indonesia.

Braindilog

Merupakan sebuah konsep dan metode diskusi yang di lakukan dengan tahapan Brainstorming, Dialectic, dan Logic dari teori atau permasalahan sosial yang didiskusikan.

Braindilog Sosisologi Indonesia

Mengawal Perkembangan Ilmu Sosiologi di Indonesia menuju otonomi teori Sosiologi Indonesia yang berlandaskan nilai, norma, dan kebermanfaatan masyarakat Indonesia.

Gerakan Otonomi Teori Sosiologi Indonesia

Sayembara menulis artikel sosiologi Indonesia adalah upaya Braindilog Sociology dalam menyebarluaskan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia.

Braindilog Goes To Yogyakarta

Diskusi Lintas Komunitas bersama Joglosonosewu dan Colombo Studies di Universitas PGRI Yogyakarta dengan tema "Konflik Horisontal Transportasi Online". Selain dihadiri komunitas, acara ini juga diikuti oleh beberapa perwakilan mahasiswa dari masing-masing kampus di Yogyakarta.

Jumat, 12 Mei 2017

Sayembara Menulis Artikel Sosiologi Indonesia

Komunitas Braindilog Sociology hadir dengan mengangkat sebuah visi otonomi teori sosiologi Indonesia. Untuk menyebarkan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia, Komunitas Braindilog Sociology bekerja sama dengan Gerakan Menulis Buku Indonesia beserta Kekata Publisher mengadakan sebuah program kegiatan bertajuk “Sayembara Menulis Artikel Sosiologi Indonesia” Tingkat Nasional. Program ini diperuntukkan bagi semua kalangan (mahasiswa, dosen, aktivis, peneliti dan masyarakat umum) yang tertarik dengan kajian ilmu sosial dengan perspektif sosiologis. Siapapun boleh berpartisipasi dan harapannya mampu menjaring karya-karya terbaik dari segala penjuru di Indonesia. Harapan kami dengan program sayembara ini mampu menularkan virus positif untuk mengenal tokoh-tokoh Sosiologi Indonesia beserta gagasannya, Sehingga tidak selalu terhegemoni oleh pemikiran-pemikiran barat beserta tokoh-tokohnya yang sebenarnya teori mereka lahir dari kultur yang berbeda dengan kultur masyarakat Indonesia, walaupun banyak tokoh barat yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan pemikiran di Indonesia. Alangkah lebih baiknya kita mengenal tokoh bangsa kita sendiri dengan segenap pemikirannya, teorinya, kemudian mencoba untuk mengkritisinya, dan menggunakannya sebagai pisau analisis untuk mengkaji permasalahan sosial di Indonesia. Dengan cara seperti itu, maka kita mulai menghargai karya-karya tokoh bangsa kita sendiri yang notabene lahir dari kultur masyarakat di Indonesia, dan harapannya kedepan mampu untuk menciptakan kajian sosiologi yang khas akan ke-Indonesia-annya.

Fasilitas:
  1. 20 Karya Terbaik mendapatkan piagam penghargaan dan diterbitkan menjadi sebuah buku SOSIOLOGI INDONESIA: KAJIAN ANALISIS SOSIAL DENGAN PENDEKATAN TEORI TOKOH SOSIOLOGI INDONESIA.
  2. Semua peserta yang berpartisipasi akan mendapatkan E-Piagam Penghargaan.
Ketentuan Umum:
  1. Peserta adalah warga negara Indonesia (Mahasiswa, Dosen, Peneliti, Aktivis, dan Masyarakat Umum).
  2. Karya bersifat orisinal, belum pernah dipublikasikan di media manapun, dan tidak sedang diikutkan dalam sayembara yang serupa.
  3. Satu peserta hanya diperbolehkan mengirim satu karya.
  4. Hak publikasi karya yang telah dikirim menjadi milik panitia dan hak cipta tetap kepada penulis.
  5. Seluruh royalti penjualan buku nantinya akan didonasikan untuk pengembangan komunitas Braindilog Sociology.
Ketentuan Khusus:
  1. Tema artikel bebas.
  2. Artikel dikirimkan dalam format Ms. Word, Font Times New Roman 12, Spasi 1,5 Margin Normal dengan ukuran kertas A4, dan terdiri 7-10 halaman, Silahkan download Template sistematika artikel
  3. Dianalisis menggunakan teori tokoh sosiologi Indonesia.
  4. Melampirkan biodata penulis.
  5. Format nama file: Nama Peserta_Judul Artikel. Contoh: Erna Megya_Konflik Horisontal
  6. Peserta silakan follow salah satu media, Instagram: sosiologi_braindilog, Facebook: braindilog, Twitter: @braindilog.
  7. Artikel dikirim ke e-mail braindilogsociology@gmail.com dengan subjek format Nama Peserta_Instansi/Umum (bagi masyarakat umum)_Judul Artikel_Nomor WA/HP yang bisa dihubungi. Contoh: Erna Megya_Braindilog_Konflik Horisontal_08XX-XXXX-XXXX.
Nara Hubung WA: Zahid (087702100424)/ Fibri (081329628967)

Mulai Pengiriman 15 Mei 2017, Batas Akhir Pengiriman 16 Juli 2017, dan Pengumuman 31 Juli 2017
Sayembara ini tanpa dipungut biaya dan pengumuman bisa dilihat melalui media instagram sosiologi_braindilog dan website www.braindilogsociology.or.id
 

Senin, 01 Mei 2017

Sosiologi Korupsi: Membangun Generasi Baru yang Berintegritas dan Anti Korupsi

Seperti yang kita ketahui, bahwa korupsi merupakan salah satu tindak kejahatan yang luar biasa. Karena, korupsi tidak hanya merugikan negara (apabila korupsi dilakukan oleh pejabat negara), namun ia juga berdampak langsung kepada kehidupan semua elemen masyarakat bahkan dirinya sendiri. 

Seperti yang dipaparkan oleh Dr. Abdur Rozaki (Dosen UIN Sunan Kalijaga sekaligus Sekjen IKA SUKA) dalam seminar Anti Korupsi, Selasa (11/04) ada 3 locus korupsi. Pertama, Korupsi terjadi pada lingkungan pemerintah atau yang disebut sebagai Bureucratic Corruption. Korupsi jenis ini biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif yang ikut menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan. Kedua, Yudicial Corruption atau korupsi yang terjadi dikalangan penegak hukum. Dan yang ketiga,Political Corruption yaitu Korupsi yang terjadi dalam lingkup proses-proses politik dan uang politik. 

Biasanya, tindakan koruopsi jenis apapun akan berdampak buruk. Bagi penggerak atau yang sering disebut aktivis Anti Korupsi, resiko yang ditanggung sangatlah besar. Bukan mudah untuk menjadi aktivis Anti Korupsi apalagi kasus yang diungkap ialah kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat negara. Tidak hanya ancaman yang didapatkan melalui lisan, kadang ancaman dari lawan berupa ancaman fisik, seperti kasus penyiraman Air Keras oleh oknum gelap terhadap Anis Baswedan (anggota KPK) Selasa (11/04) dini hari.

Bahkan dalam pernyataanya di media massa, Abraham Samad selaku mantan ketua KPK menyebutkan bahwa ancaman-ancaman yang ditunjukan kepada anggota KPK sudah menjadi seperti sarapan pagi dan sudah tidak asing lagi di dengarnya. Beberapa kekerasan biasanya terjadi kepada aktivis Anti Korupsi sebagai salah satu dampak buruk dari tindakan korupsi itu sendiri.
Di berbagai daerah di Indonesia, banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang kuat lokal atau oligarch lokal yang memunculkan perlawanan dari para aktivis dan organisasi masyarakat sipil. Perlawanan terhadap aktivis sosial ini biasanya dibenturkan dengan dua pendekatan yang dilakukan oleh para oligarch. Pertama, dengan cara mengkriminalisasi. Kedua, melakukan kekerasan dan upaya pembunuhan lainnya (Rozaki, Membangun Generasi Baru Berintegritas dan Anti Korupsi).
Dalam bentuk lembaga, Indonesia memang memiliki beberapa lembaga Anti Korupsi salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa fungsi KPK (UU 30/2002) yaitu koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan-penyidikan-penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat. Dalam PP  71 Th. 2000: Peran serta masyarakat adalah berperan aktif perorangan, Ormas, atau LSM dalam pencegahandan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Saat menghadiri Acara Seminar Anti Korupsi di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (11/04) Irjen. Pol (Purn) Basaria Panjaitan, S.H., M.H. selaku Wakil Ketua KPK menjelaskan bahwa peran serta masyarakat memang sangat dibutuhkan. Sesuai PP 71 Th. 2000, komitmen dari semua pihak termasuk Perguruan Tinggi (mahasiswa termasuk di dalamnya). Pentingnya kerja sama antara Aparat pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menghendaki adanya Clean and Good Governance, Good Corporate Governance, Anti bribe, and society participant.
Selain kesadaran dari semua elemen akan bahaya korupsi, penting pula bagi masyarakat akan kesiapan menghadapi modernisasi. Karena modernisasi yang sulit untuk dibendung membuat masyarakat terutama kaum muda semakin sulit untuk menentukan jati diri. Dalam hal ini, jati diri pemuda sebagai Agent of change atau Agent of social control semakin tergilas oleh arus modernisasi.
Meminjam istilah Alex Inkeles dan David H. Smith  bahwa di era modernisasi yang terjadi, masyarakat memiliki keinginan atau hasrat untuk menjadi manusia modern (Becoming modern). Padahal menurut Basaria Panjaitan selaku pimpinan KPK, untuk mencegah kita tidak melakukan korupsi ialah dengan kesadaran hidup yang sederhana dan tidak berlebihan. Hal ini bertolak belakang dengan arus modernisasi yang melahirkan semangat menjadi manusia modern dan mengikuti trend.
Menjadi modern diartikan bagi mereka yang memiliki gaya hidup seperti orang-orang barat. Kebiasaan ini juga sudah masuk kedalam dunia anak muda termasuk mahasiswa di dalamnya. Sehingga, perilaku dan keinginan menjadi modern tidak berhenti pada gaya hidup seperti orang barat saja (cara berpakaian, dll). Lebih dari itu, perilaku konsumtif  akibat modernisasi akan menyebabkan seseorang melakukan tindakan menyimpang diluar kemampuannya. Salah satu dampak nyata yaitu melakukan tindakan Korupsi.
Dalam UU No.31 Tahun 1999, korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja  secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Jadi korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada negara (Ali, 2015).
Secara Sosiologis, banyaknya kasus korupsi yang terjadi ialah akibat dari minimnya penerus bangsa yang berintegritas dan memiliki semangat Anti Korupsi. Faktanya, bergantinya pemimpin setiap pemilihan umum tidak membuat angka Korupsi menurun. Bahkan, di kepemimpinan yang baru, lahir koruptor baru.

Menurut Abdul Rahman Ibnu Khaldun (1332-1406),  sebab dari seseorang melakukan tindakan korupsi ialah nafsu akan hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Untuk memenuhi belanja kemewahan itulah kelompok yang memerintah (otoritas penguasa) terpikat dengan urusan-urusan korupsi. Sebab-sebab lain merupakan efek lanjutan dari korupsi sebelumnya, sebagai reaksi berantai yang disebabkan oleh perilaku korupsi. Korupsi yang dilakukan penguasa menyebabkan kesulitan ekonomi dan kesulitan ini menyebabkan korupsi lebih lanjut (Alatas, 1982). 

Perilaku  korupsi sudah menjadi virus yang menjalar kemana-mana.  Mulai dari lembaga politik, penegak hukum, bahkan lembaga pendidikan. Maka, tugas memberantas korupsi bukan hanya menjadi tugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai lembaga negara yang memiliki konsentrasi memberantas korupsi. Namun menjadi tugas dari seluruh dari elemen bangsa. Terutama instansi pendidikan sebagai lembaga yang menampung Ilmu Pengetahuan.

Review Materi : Seminar Nasional Anti Korupsi "Membangun Generasi Baru yang Berintegritas dan Anti Korupsi". Tempat Seminar : Convention Hall Lantai I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada hari Selasa, 11 April 2017

Karya: Tri Muryani
Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Hyper Teknologi Awal Matinya Solidaritas Sosial Masyarakat

Pada abad ke-21 saat ini telah membuka sebuah cakrawala baru di dalam dunia kebudayaan, khususnya dengan terciptanya sebuah realitas baru sebagai akibat dari perkembangan globalisasi ekonomi dan informasi yang melanda seluruh belahan dunia. Pada abad ke-21 ini ruang kebudayaan semakin meluas, objek kajian tentang kebudayaan semakin beragam, dan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin tinggi dan mutakhir ini membuat kondisi tersebut menuju kearah meningkatnya kompleksitas akan budaya. Sebenarnya perkembangan teknologi yang semakin berkembang dan maju di dunia dapat dilihat pada akhir abad ke-20 yang ditandai dengan perkembangan wajah dunia dengan kebudayaan kontemporer yang dibentuk oleh tanda-tanda dan citraan yang datang dan pergi dalam kecepatan tinggi, seperti iklan billboard, video, majalah, televisi, computer, handphone, internet, dan lain sebagainya ini merupakan bentuk-bentuk teknologi yang mengandung unsur citraan di dalamnya . Citraan-citraan ini yang kemudian menjadikan sebuah realitas baru dunia, yang kemudian kita merupakan menjadi bagian darinya (Piliang,2011:197).
Citraan-citraan tersebut merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang maju pada saat ini. Dari perkembangan teknologi yang begitu maju tersebut menuntut kita untuk menggunakan dan mengikuti beberapa model-model teknologi tersebut di dalam segala aspek kehidupan kita. Ada anggapan pada jaman sekarang ini, ketika kita tidak mengikuti perkembangan teknologi, kita dianggap sebagai orang yang tertinggal. Hal inilah yang menjadi pemantik kita saat ini untuk menggunakan teknologi agar kita tidak dianggap sebagai orang yang ketinggalan jaman dan  sebagai pembentuk prestise dan eksistensi kita di tengah masyarakat. Berangkat dari anggapan yang beredar di masyarakat bahwa teknologi saat ini menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat, para produsen kapitalis teknologi terus mengembangkan dan berinovasi dalam mengembangkan alat-alat teknologinya dengan berbagai macam model inovasinya sehingga teknologi yang dikembangkan menjadi sebuah teknologi yang hyper. Hyper dalam artian disini adalah teknologi yang dikembangkan dengan cara yang paling mutakhir dan terbaru dengan tujuan hal ini tentunya menjadikan masyarakat sangat ketergantungan dan mengikuti arus perkembangan teknologi yang diciptakan saat ini.
Dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi di seluruh belahan dunia ini membuat masyarakat terkurung di dalam dunia teknologi. Segala aspek kehidupnya menjadinya sangat ketergantungan akan teknologi sehingga mereka meninggalkan peran dan fungsi sosialnya di masyarakat. Ini tentunya akan berdampak kepada menurunnya relasi dan solidaritas sosial antar sesama di masyarakat. Sehingga fenomena ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai teknologi dan solidaritas sosial dalam pembahasan berikut.
Pembahasan
Teknologi sejatinya dikembangkan guna untuk membantu segala aspek kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya teknologi masyarakat akan dapat dengan mudah melakukan mobilitas dan mendapatkan informasi secara jelas. Namun, kenyataan yang ada saat ini teknologi telah berkembang menjadi sebuah hyper teknologi di masyarakat dan menjadikan ini sebagai permasalahan baru di kalangan masyarakat. Kondisi hyper ini dapat dilihat dari beberapa kecenderungan yang berkembang di dalam masyarakat global di abad ke-21. Salah satu bentuk kecenderungan hipermodernitas dapat dilihat dari proses terjeratnya kemajuan (inovasi sains, teknologi, seni) ke dalam rasionalisasi pasar (Piliang, 2011:175).
Di dalam era globalisasi dan modern dewasa ini, banyak konsep-konsep sosial, seperti integrasi, kesatuan, persatuan, nasionalisme, dan solidaritas, tampak semakin kehilangan realitas sosialnya dan akhirnya hanya menjadi sebuah mitos. Berbagai realitas sosial yang berkembang dalam skala global khususnya sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi yang justru menggiring kearah akhir sosial (Piliang,2011:176). Lebih lanjut lagi Alan Touraine pernah menjelaskan bahwa proses akhir sosial ini lahir justru disebabkan oleh modernisasi yang telah mencapai titik puncak, yang disebutnya hipermodernisasi kontemporer. Menurut Touraine, kehidupan sosial pada saat ini telah kehilangan kesatuannya, dan kini ia tidak lagi berada dalam sebuah arus perubahan yang tiada henti, melainkan di dalamnya aktor-aktor individu maupun aktor secara kolektif tidak lagi bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat, akan tetapi mereka justru mengikuti pola strateginya masing-masing di dalam berperan pada proses perubahan (kapitalisme global).
Apa yang sudah dijelaskan bahwa hyper teknologi yang terbungkus di dalam sebuah hipermodernitas ini sebenarnya justru menggiring masyarakat ke dalam keadaan yang antipati antar sesama masyarakat. Masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan sesama mereka. Hal ini disebabkan masyarakat telah digiring ke dalam dunia teknologi yang tanpa batas dan tanpa akhir.  Dengan keadaan teknologi yang berkembang tanpa batas dan tanpa akhir itulah yang menyebabkan lenyapnya batas-batas sosial masyarakat pada saat ini.
Kita ambil contoh kasus yang marak terjadi pada saat ini di dalam kehidupan sehari-hari.  Ketika kita mengenal handphone yang berkembang pada era millennium atau era tahun 2000. Awalnya handphone hanya sebagai alat komunikasi belaka dikalangan masyarakat. Namun, dengan seiring perkembangan jaman dan perkembangan teknologi yang begitu cepat dan tanpa batas, fungsi handphone tersebut berubah. Mengapa bisa demikian? Fungsi handphone yang awalnya sebagai media komunikasi belaka berubah menjadi fungsi yang menyangkut gaya hidup dan sebagai media eksistensi/keberadaan seseorang di masyarakat.
Keberadaan handphone saat ini dengan berbagai macam fitur terbaru yang dimilikinya sangat memanjakan dan memfasilitasi seseorang untuk menunjukkan eksistensinya di masyarakat. Fitur-fitur aplikasi yang terdapat di dalam handphone seperti Facebook, Instagram, Snapchat, Twitter, dan lain sebagainya dijadikan sebagai media untuk menujukkan identitas dan eksistensi seseorang ditengah masyarakat. Sehingga solidaritas sosial seseorang telah berubah ke dalam dunia virtual bukan lagi di dalam solidaritas sosial dunia nyata.
Benar apa yang dikatakan oleh Alan Touraine yang melihat bahwa dunia teknologi sekarang ini melenyapkan batas-batas sosial sosial seseorang di masyarakat. Ikatan solidaritas sosial seseorang menjadi luntur kerena mereka lebih disibukkan oleh dunia virtual mereka yang mampu menujukkan ke-eksistensi diri mereka di masyarakat. Sehingga masyarakat menjadi tidak peduli lagi akan lingkungan sosial dan cenderung hidup sendiri dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang melekat pada dirinya. Sehingga ini berdampak kepada lemahnya ikatan solidaritas mereka. Ibnu Khaldun juga menjelaskan tentang solidaritas sosial masyarakat di dalam bukunya Muqaddimah. Khaldun menjelaskan bahwa solidaritas sosial merupakan kunci utama yang dapat mempertahankan keutuhan masyarakat. Masyarakat yang individualis akan sangat mudah dihancurkan oleh masyarakat yang memiliki solidaritas sosial yang kuat ( Martono, 2014:38).
Dari penjelasan Ibnu Khaldun tersebut dapat dilihat bahwa solidaritas sosial kunci utama di dalam membangun hubungan relasi sosial yang baik antar sesama masyarakat. Melalui solidaritas sosial itulah menjadi syarat untuk mendapatkan kekuasaan dan kemudian solidaritas  sosial inilah yang menjadi tonggak di dalam menyatukan tujuan, mempertahankan diri, dan memiliki kekuataan untuk mengalahkan musuh. Namun, apa yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun tersebut tentang solidaritas sosial masyarakat seperti tidak tergambarkan oleh keadaan masyarakat modern sekarang. Masyarakat modern sekarang baik itu masyarakat perkotaan ataupun pedesaan sudah sangat melek akan teknologi. Teknologi yang berkembang sekarang merasuk ke dalam garis dasar kehidupan seseorang di dalam sebuah masyarakat.
Kesimpulan 
Globalisasi dan modernitas telah menciptakan sebuah hipermodernitas bagi masyarakat. Hipermodernitas ini juga ditandai dengan adanya hyper teknologi yang membuat masyarakat sangat akan ketergantungan teknologi di dalam segala aspek kehidupannya. Hyper teknologi inilah menjadi sebuah bencana bagi solidaritas sosial masyarakat. Dengan adanya hyper teknologi ini justru membawa masyarakat menjadi masyarakat yang individualis karena terlena di dalam buaian dunia teknologi yang tanpa batas. Sehingga mereka lupa akan nilai-nilai solidaritas sosial masyarakat.

Daftar Pustaka
(Buku)
Nanang, Martono, 2014. Sosiologi Perubahan Sosial “Perspektif Klasik, Modern”, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Yasraf, Amir, Piliang, 2011. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, Bandung : Matahari
Karya: Rahman Malik, S.Sos. Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi UNS

Globalisasi dan Remaja

Kajian Teori 
Situs jejaring sosial merupakan salah satu contoh globalisasi yang kini kian merajalela dan telah tersebar di seluruh penjuru dunia. Sebelum mengkaji lebih jauh terkait judul di atas, maka di sini saya akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan globalisasi. Globalisasi adalah penyebaran politik, kesadaran, dan organisasi di seluruh penjuru dunia. Hampir setiap bangsa dan hidup jutaan orang di seluruh dunia mengalami transformasi, sering kali secara dramatis, yang disebabkan globalisasi. Tingkat dan arti penting dari dampaknya dapat dirasakan di hampir semua tempat. Menurut John Huckle, globalisasi adalah suatu proses dengan mana kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi suatu konsekuensi yang signifikan bagi individu dan masyarakat di daerah yang jauh. Sementara itu, Albrow mengemukakan bahwa globalisasi adalah keseluruhan proses di mana manusia di bumi ini diinkorporasikan (dimasukkan) ke dalam masyarakat dunia tunggal, masyarakat global. Karena proses ini bersifat majemuk, kita pun memandang globalisasi di dalam kemajemukan. Secara ekonomi, globalisasi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global. Menurut Prijono Tjjiptoherijanto, konsep globalisasi pada dasarnya mengacu pada pengertian ketiadaan batas antar negara (stateless). Konsep ini merujuk pada pengertian bahwa suatu negara (state) tidak dapat membendung “sesuatu” yang terjadi di negara lain. Pengertian “sesuatu” tersebut dikaitkan dengan banyak hal seperti pola perilaku, tatanan kehidupan, dan sistem perdagangan. Dari beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa “globalisasi” merupakan suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspek-aspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar.

Analisis 
Dilihat dari kajian teori di atas, terlihat jelas bahwa pengertian globalisasi yaitu sebagai sebuah bentuk penyebaran yang secara meng-global ke seluruh pelosok di dunia baik secara disadari maupun tidak. Keberadaan situs jejaring sosial kini telah meng-global, hampir di berbagai belahan dunia pasti terdapat situs jejaring sosial. Tak terpungkiri bahwa keberadaannya memiliki berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif bagi para pengguna situs jejaring sosial ini. Ada berbagai macam situs jejaring sosial, diantaranya yaitu : Facebook, Friendster, Twitter, M-xit, Mig33, Opera Mini, Yahoo!, IM, Yahoo Mesengger, E-mail, WhatsApp, Line, BBM, Instagram, Path, dan masih banyak lagi situs – situs jejaring sosial yang tersebar di seluruh penjuru dunia, dan beberapa situs di atas hanyalah sebagian kecil dari banyak sekali situs – situs jejaring sosial yang tersebar luas di berbagai daerah melalui internet networking dan dapat dengan mudah diakses oleh manusia dengan menggunakan perangkat – perangkat keras, seperti: handphone, smartphone, laptop, komputer, tablet, dan alat – alat canggih berbasis teknologi lainnya.
Globalisasi sebagai suatu proses bukanlah suatu fenomena baru karena proses globalisasi sebenarnya telah ada sejak berabad-abad lamanya. Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 arus globalisasi semakin berkembang pesat di berbagai negara ketika mulai ditemukan teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi. Loncatan teknologi yang semakin canggih pada pertengahan abad ke-20 yaitu internet dan sekarang ini telah menjamur telepon genggam (handphone) dengan segala fasilitasnya hingga terciptanya produk smartphone dengan penggunanya dari berbagai kalangan dan kehadirannya dirasakan hampir di seluruh pelosok di Indonesia. Bagi Indonesia, proses globalisasi telah begitu terasa sekali sejak awal dilaksanakan pembangunan. Dengan kembalinya tenaga ahli Indonesia yang menjalankan studi di luar negeri dan datangnya tenaga ahli (konsultan) dari negara asing, proses globalisasi yang berupa pemikiran atau sistem nilai kehidupan mulai diadopsi dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Globalisasi secara fisik ditandai dengan perkembangan kota-kota yang menjadi bagian dari jaringan kota dunia. Hal ini dapat dilihat dari infrastruktur telekomunikasi, jaringan transportasi, perusahaan-perusahaan berskala internasional serta cabang-cabangnya.
Bangsa Indonesia merupakan bagian dari bangsa di dunia. Sebagai bangsa, kita tidak hidup sendiri melainkan hidup dalam satu kesatuan masyarakat dunia (world society). Kita semua merupakan makhluk yang ada di bumi. Karena itu, manusia secara alam, sosial, ekonomi, politik, keamanan, dan budaya tidak dapat saling terpisah melainkan saling ketergantungan dan mempengaruhi. Era globalisasi yang merupakan era tatanan kehidupan manusia secara global telah melibatkan seluruh umat manusia. Secara khusus gelombang globalisasi itu memasuki tiga arena penting di dalam kehidupan manusia, yaitu arena ekonomi, arena politik, dan arena budaya. Jika masyarakat atau bangsa tersebut tidak siap menghadapi tantangan-tantangan global yang bersifat multidimensi dan tidak dapat memanfaatkan peluang, maka akan menjadi korban yang tenggelam di tengah-tengah arus globalisasi. Dari sisi politik, gelombang globalisasi yang sangat kuat yakni gelombang demokratisasi. Sesudah perang dingin dan rontoknya komunisme, umat manusia menyadari bahwa hanya prinsip-prinsip demokrasi yang dapat membawa manusia kepada taraf kehidupan yang lebih baik. Angin demokratisasi telah merasuk ke dalam hati rakyat di setiap negara. Mereka melakukan gerakan sosial dengan menggugat dan melawan sistem pemerintahan diktator atau pemerintahan apapun yang tidak memihak rakyat. Kasus serupa juga terjadi di Indonesia, yaitu dengan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Lama dan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Baru. Di Indonesia sejak bergulirnya reformasi, gelombang demokratisasi semakin marak dan tuntutan akan keterbukaan politik semakin terlihat. 
Dari sisi budaya, era globalisasi ini membawa beraneka ragam budaya yang sangat dimungkinkan mempengaruhi pola pikir, tingkah laku, dan sistem nilai masyarakat suatu negara. Oleh karena itu, kita seharusnya waspada dan pandai menyiasati pengaruh budaya silang sehingga bangsa kita dapat mengambil nilai budaya yang positif yaitu mengambil nilai budaya yang bermanfaat bagi kehidupan dan pembangunan bangsa serta tidak terjebak pada pengaruh-pengaruh budaya yang negatif. Kita juga harus belajar melihat dunia dari perspektif yang berbeda sesuai dengan kepentingan dan tujuan masing-masing tanpa melunturkan nilai identitas budaya bangsa kita. Dengan memahami perbedaan dan persamaan kebudayaan tadi akan menumbuhkan saling pengertian dan saling menghargai antar kebudayaan yang ada.
Kehadiran situs jejaring sosial ini berpengaruh terhadap karakter manusia pada umumnya, dan yang paling banyak terpengaruh adalah mereka orang – orang yang telah menginjak masa remaja. Hampir setiap remaja sebagai bagian dari masyarakat di segala daerah mengetahui akan hadirnya situs jejaring sosial ini, dengan bukti bahwa masing – masing dari mereka turut serta di dalam menggunakan salah satu bahkan beberapa situs jejaring sosial, dan tanpa disadari mereka telah terpengaruh yang namanya dampak dari adanya globalisasi. Para remaja pada umumnya hanya menikmati saja tanpa menyadari kenapa mereka melakukan hal tersebut. Dengan kata lain, mereka yang telah menggunakan situs jejaring sosial, maka secara tidak langsung mereka telah terkena dampak – dampak dari globalisasi melalui situs jejaring sosial. Dampaknya dapat dirasakan, akan tetapi mereka tidak sadar akan dampak tersebut.
Adapun dampak positif dari adanya situs jejaring sosial ini, yaitu antara lain adalah untuk menambah wawasan kita tentang dunia luar yang dapat kita rasakan hanya dengan menggunakan situs jejaring sosial ini, lalu kita juga bisa membangun sebuah jaringan atau sekadar menambah teman atau relasi dari adanya situs jejaring sosial ini, apalagi sekarang yang sedang menjadi trending topic dari situs jejaring sosial di barbagai daerah di Indonesia pada umumnya yaitu, adalah Facebook, Twitter, BBM, WhatsApp, Line, dan Instagram, para remaja juga bisa saling berbagi ilmu melalui situs jejaring sosial tersebut, lalu juga bisa dijadikan sebagai pusat referensi bagi siapapun dalam mengerjakan tugas – tugas sekolah atau kuliah, sharing ilmu dan wawasan, wadah untuk berdiskusi secara online tanpa harus bertatap muka dan lain sebagainya.
Lalu, ada pula dampak negatif yaitu antara lain, bahwa situs jejaring sosial digunakan sebagai ajang penipuan, terdapat pula kasus – kasus sindikat narkotika yang terjalin antar pengguna situs jejaring sosial, perdagangan manusia via online, berbagai kasus plagiasi, situs – situs pornografi dan pornoaksi, dan masih banyak lagi dampak negatif dari situs jejaring sosial ini yang diakibatkan penyalahgunaan situs jejaring sosial untuk hal – hal yang negatif.

Lalu, untuk menghindari dari dampak negatif tersebut, maka para remaja hendaknya introspeksi diri di dalam penggunaan situs jejaring sosial dan menggunakannya untuk keperluan – keperluan tertentu serta menggunakannya masih dalam batas wajar. Kita harus menanamkan nilai dasar Pancasila sebagai filter arus global, yaitu antara lain, kita mempunyai nilai dasar yang dapat membentengi pengaruh buruk akibat arus globalisasi. Nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali dari budaya luhur bangsa. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan pemahaman kepada bangsa Indonesia untuk percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan pemahaman kepada bangsa Indonesia untuk bersikap adil kepada sesama, menghormati harkat dan martabat manusia, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Nilai persatuan Indonesia memberikan pemahaman kepada bangsa Indonesia untuk senantiasa menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan memberikan pemahaman kepada bangsa Indonesia untuk bersikap demokratis yang dilandasi dengan tanggung jawab. Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan pemahaman dan penyadaran kepada bangsa Indonesia atas hak dan kewajibannya yang sama dalam menciptakan keadilan dan kemakmuran. Oleh karena itu, kita harus dapat mengembangkan nilai dan sikap kekeluargaan dan kegotong-royongan dalam kehidupan masyarakat.

Kesimpulan
Globalisasi merupakan suatu gejala wajar yang pasti akan dialami oleh setiap bangsa di dunia, baik pada masyarakat yang maju, masyarakat berkembang, masyarakat transisi, maupun masyarakat yang masih rendah taraf hidupnya.
Dalam era global, suatu  masyarakat/negara tidak mungkin dapat mengisolasi diri terhadap proses globalisasi. Jika suatu masyarakat/negara mengisolasi diri dari globalisasi, mereka dapat dipastikan akan terlindas oleh jaman serta terpuruk pada era keterbelakangan dan kebodohan.
Situs jejaring sosial yang merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk globalisasi telah banyak sekali pengaruhnya terhadap banyak orang pada umumnya, dan dampak yang paling besar adalah terhadap para remaja, karena remaja adalah masa yang dapat dikatakan masih sangat rentan dengan berbagai perubahan dan kemajuan.
Saran 
Kita harus lebih waspada dengan adanya berbagai kemungkinan dampak negatif yang ada dari adanya globalisasi dalam bentuk apapun. Kita seharusnya menyadari akan berbagai bentuk perubahan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Kita seharusnya menyadari mengenai bentuk – bentuk globalisasi dan siap akan pengaruhnya terhadap karakter remaja baik putra maupun putri Negara Indonesia.
Sebaiknya kita tidak mudah terpengaruh secara mendalam akan adanya globalisasi. Kita boleh menikmati adanya globalisasi, namun kita juga bisa lebih mengerti akan dampak negatif yang tersembunyi secara laten yang sewaktu – waktu muncul di balik dampak positif yang ada.
Semua budaya globalisasi seharusnya tidak semua kita serap, kita harus bisa memfilter dan menyaringnya dengan menanamkan nilai – nilai dasar Pancasila sebagai landasan ideologi kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, agar tidak terjadi dampak-dampak negatif dalam kehidupan kita sebagai masyarakat yang berbudaya.

Daftar Pustaka
Ghazali, Adeng. 2004. Civic Education. Bandung : Benang Merah Press.
Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Muhlisin dan Sujiyanto. 2005. Praktik Belajar Kewarganegaraan. Jakarta: Ganeca Exact.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi – Edisi Kedelapan 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Karya: Alan Sigit Febrianto, S.Pd. Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi UNS


Artis dan Trendsetter Sebagai Gaya Hidup Mahasiswa Masa Kini

Dunia Kekinian, Aku Membeli Maka Aku Ada! 
Dunia saat ini menuntut kita untuk selalu meng-update segala informasi yang berhubungan dengan barang-barang konsumsi yang menghiasi jalanan kota, mall, televisi, media sosial, bahkan sekolah. Kita hidup didunia yang sedang bergerak selalu maju dan progresif dalam membuat citra akan dunia yang fantastis sebagai gaya hidup yang menjadi idaman setiap orang. Semua orang di dunia ini tentunya mengingkan hidup layaknya artis Josep Gordonn leavit, Katty Parry, Leonardo De Caprio, Scarlett Johansonn, ataupun seperti artis Indonesia layaknya Chico Jerrico, Bunga Citra Lestari, Isyana Saraswati, Chelsi Islan, Reza Rahardian, ataupun Raisa. Kita sedang mengalami ledakan konsumsi yang tidak akan kita saksikan pada 71 tahun yang lalu ketika Indonesia sedang mengalami peristiwa Revolusi Nasional, kita sekarang hidup di-era yang menuntut kita untuk selalu membeli dan mengkonsumsi barang dimana industri menjadi panglima dan tuhan tertinggi. Menurut Boudrilard, Konsumsi adalah sebuah perilaku aktif dan kolektif, ia merupakan sebuah paksaan, sebuah moral. Singkatnya konsumsi merupakan sebuah institusi. Ia adalah keseluruhan nilai, istilah ini berimplikasi sebagai fungsi integrasi kelompok dan integrasi kontrol sosial. Sekarang ini konsumsi menjadi institusi yang seperti juga dikatakan Durkheim bahwa institusi merupakan sistem yang mempunyai aturan-aturan sosial yang bersifat kolektif dan bersifat memaksa siapapun untuk tunduk terhadap kebiasaan suatu masyarakat. Kebiasaan masyarakat abad-21 adalah menkonsumsi, menikmati produk, masturbasi imajinasi barang, pemujaan terhadap produk, dan berfantasi dengan iklan.

Konsumsi Sebagai Demokrasi Persamaan Hak Bagi Mahasiswa 
Ketika  kita melihat iklan produk merek handphone yang diperankan oleh Chico Jerrico yang mengenggam sebuah ponsel bernama “Xiaomi” dengan penampilan kelas menengah-atas dan bergaya layaknya CEO Perusahaan besar, kita langsung merasa ingin tahu tentang produk yang di iklankan dan mencari tahu kelebihan maupun kelemahan produk Hp tersebut melalui Google. Kita terbius oleh iklan dan berfantasi akan memilikinya, padahal produk itu hanya kita lihat dilayar kaca, namun kita seperti berada langsung melihatnya. Sihir iklan dan didukung kecerdikan pakar marketing dalam merektut artis papan atas untuk menjadi Brand Produknya semakin membuat anak-anak muda terutama mahasiswa semakin penasaran untuk se-segera mungkin membelinya. Kita juga pernah melihat iklan Jilbab Muslim yang di produksi oleh Zaskia Mecca dan Dian Ayu yang menjadi begitu populer, dengan gaya hijab modern ala-perempuan khas metropolitan dengan memanfaatkan ayat-ayat dari agama untuk menjual produknya yang terbukti sukses besar dalam meraup keuntungan. Pasar utama hijab ini adalah kalangan anak muda dan mahasiswa perkotaan. 

Ketika masuk di lingkungan kampus kita akan disuguhkan pemandangan khas iklan dan brand-nya para artis dikonsumsi oleh mahasiswa. Dari ujung kaki sampai rambut-pun semuanya meniru gaya artis dan iklan televisi, berpenampilan menarik, dan gaya hidup kelas menengah-atas menjadi pemandangan yang kita lihat setiap hari. Dari sepatu Adidas, Nike, New Balanced dengan harga yang cukup mahal namun tetap laris manis di pasaran. Dari pembersih muka yang di iklankan oleh Al-Ghazali, dan Chelsi Islan kita semua mengkonsumsinya. Dari merek baju distro seperti Nimco, StarCross, Frogstone kitapun juga mengkonsumsinya. 

Konsumsi bukan hanya soal membeli barang dan memakainya, ia bernilai sosial dan politis ia menentukan cara kita hidup di lingkungan sosial dan berinteraksi. Konsumsi merupakan ideologi yang sulit untuk ditolak oleh siapapun, ia membangun sistem, organisasi, jaringan kerja, aturan, nilai, norma, dan hukum. Mahasiswa yang mengkonsumsi produk-produk artis ini bukannya ia tidak sadar bahwa ia diperdaya oleh iklan, namun ia menginginkan eksistensi sosial dan menunjukkan citra diri bahwa ia merupakan seseorang yang mempunyai selera yang tinggi terhadap segala hal yang menyangkut barang-barang yang ia beli. Sekarang kita sudah tidak mengenal perbedaan antara Artis dan mahasiswa, kedua kategori sosial ini melebur menjadi satu, yang membedakan hanyalah profesinya saja. Mahasiswa yang sebenarnya tingkat perekonomian  yang tidak menentu (masih mengandalkan kiriman uang orang tua) merasa bahwa ia-pun bisa bergaya seperti artis papan atas, ia bebas memilih dan itu merupakan persamaan hak. Bahwa yang boleh membeli produk mahal bukan hanya kelas mengah-atas namun mahasiswa-pun boleh untuk membelinya.
Demokrasi persamaan dalam hal mengkonsumsi ini merupakan sebuah perdaban baru yang tidak kita temukan semasa negara ini masih terbelenggu kolonialisme dan imperealisme. Bahwa dulu yang boleh memakai Jas dan Sepatu Kulit hanyalah Belanda dan golongan ningrat saja, namun rakyat jelata dilarang memakainya karena tidak pantas bagi orang proletar bergaya layaknya orang borjuis. Dimasa sekarang tentunya hal itu tidak akan terjadi, karena semua orang bebas memilih barang dan membelinya, tidak peduli status sosial-ekonominya yang dipedulikan hanyalah anda punya uang untuk membeli atau tidak! Tentunya hal ini lebih demokratis dan agak manusiawi, namun bukan waktunya kita untuk memikirkan perasan moralitas ini, tetapi kita harus lebih berpikir rasional, mengapa gaya hidup seperti ini menjadi sistem sosial dan ideologi yang diterima oleh semua orang? Apa penyebab sebenarnya mengapa kita hidup sekan dijajah dan dieksploitas oleh barang-barang konsumsi? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang bisa kita perdebatkan dan diskusikan lebih serius, karena di sistem globalisasi dan Post-Industri ini kita berada dalam satu tatanan dunia yang  bermain dengan sistem kapitalisme-indutrial. Sudah jelas bahwa  kepentingan utamanya adalah semangat provit dan pemupukan keuntungan semaksimal mungkin, menekankan pentingnya sistem pasar bebas, pembukaan investasi dan meminimalkan peran pemerintah dalam menjalankan sistem ekonomi disebuah negara. Sistem ini mempunyai jaringan yang luas dan melalui pembagian kerja yang ekstrem, dari buruh yang terspesialisasi dalam beberapa tim kerja, para manajer dan tim kreatif dalam membuat sebuah produk, Tim Marketing yang siap memasarkan dan melakukan riset agar produknya laris manis, serta artis-artis yang sengaja disiapkan untuk menarik konsumen agar membeli, sampai pada tataran sistem pengiklanan dan industri televisi yang sangat cerdas memanipulasi kesadaran kita dengan berulang-ulang menayangkan iklan tersebut, sehingga secara tidak sadar kita telah terpengaruh oleh framming yang dibuat para aktor profesional yang bekerja dibalik layar televisi.
Asumsi Teoritis dan Jalan Baru Menghapuskan Ketertindasan 
Herbert Marcuse dan Jean Paul Boudrilard merupakan tokoh yang membahas tema konsumsi dan budaya massa, keduanya bersepakat bahwa masyarakat kontemporer telah dirusak oleh konsumsi dan eksploitasi iklan. Mereka melihat adanya sebuah sistem hidup “pragmatis” dan mudah berfantasi dengan khayalan yang dimana manusia seolah-olah bahagia, namun dalam kebahagiaan itu terdapat kontradiksi akan ketakutan hidup tanpa uang dan tidak bisa membeli barang. Marcuse sendiri memandangnya sebagai sistem “satu dimensi”, bahwa kita hidup sekarang seperti sudah ditentukan dan apa yang kita kerjakan merupakan settingan dari dunia industri. Bagi Marcuse sistem ini menimbulkan keadaan dimana seseorang memuja barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkannya, namun karena barang itu menjadi sebuah keniscayaan sosial karena semua orang membelinya, orang itupun tidak dapat menolak bahwa ia juga mengingkan eksistensi seperti manusia yang lain. Marcuse menyebutnya sebagai “Kebutuhan Palsu”. Sementara Boudrilard menganggap bahwa masyarakat kontemporer telah dieksploitasi oleh kelimpahan barang-barang. Dahulu yang dieksploitasi oleh perusahaan dalah buruh di lingkungan produksi, namun dalam perkembangan industri modern, konsumenlah yang diperbudak oleh pasar. Pasar menjadi semacam agama baru bagi masyarakat kontemporer, ia menjelma sebagi dogma dan doktrin yang sulit ditolak, namun ketika ia dikritik, seseorang sulit untuk keluar darinya. Karena ia menjelma sebagai sistem tanpa “negasi” dari sistem yang lain. Ia berdiri tunggal, ia tidak mempunyai musuh. Ketika ada musuh ia dengan mudah menundukkannya dengan seperangkat ideologi dan jaringan internasional yang ia punya.
Baik Marcuse dan Boudrilard keduanya tidak memiliki alternatif pandangan untuk keluar dari penindasan ini, sementara Marxisme dan perjuangan kelas bagi mereka mempunyai banyak kelemahan asumsi teoritis, lantas bagaimana kita akan keluar dari sistem satu dimensi ini? atau bagaimana kita bisa melawan dogma konsumsi ini? berkali-kali saya berpikir dan merefleksikannya namun sulit untuk mendapatkan jawaban, ada satu jawaban yang bisa diutarakan namun menurut kebanykan orang menybutnya “utopis”  karena menganggap bahwa itu sulit untuk diwujudkan. Cara itu adalah Revolusi Sosialis, namun hal ini sudah menjadi bahan perdebatan dari banyak kalangan. Namun menurut Karl Manheinm bahwa utopia atau fantasi berlebihan akan menimbulkan sebuah perubahan sosial. Oleh sebab itu utopia-pun juga bukan lagi utopia ketika hal itu dapat terwujud. Terkait hal ini siapapun boleh berdebat dan mengkritik ide ini, namun tidak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali dengan mencobanya.