Buku Karya Braindilog

Berisi mengenai kajian analisis sosial dengan pendekatan konsep teori tokoh Sosiologi Indonesia.

Braindilog

Merupakan sebuah konsep dan metode diskusi yang di lakukan dengan tahapan Brainstorming, Dialectic, dan Logic dari teori atau permasalahan sosial yang didiskusikan.

Braindilog Sosisologi Indonesia

Mengawal Perkembangan Ilmu Sosiologi di Indonesia menuju otonomi teori Sosiologi Indonesia yang berlandaskan nilai, norma, dan kebermanfaatan masyarakat Indonesia.

Gerakan Otonomi Teori Sosiologi Indonesia

Sayembara menulis artikel sosiologi Indonesia adalah upaya Braindilog Sociology dalam menyebarluaskan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia.

Braindilog Goes To Yogyakarta

Diskusi Lintas Komunitas bersama Joglosonosewu dan Colombo Studies di Universitas PGRI Yogyakarta dengan tema "Konflik Horisontal Transportasi Online". Selain dihadiri komunitas, acara ini juga diikuti oleh beberapa perwakilan mahasiswa dari masing-masing kampus di Yogyakarta.

Jumat, 11 Desember 2015

Undangan Braindilog Edisi 5 Karl Marx


Senin, 30 November 2015

Georg Simmel (Diskusi Braindilog ke 4)

Tanggal : 27 Novembver 2015
Tokoh : Georg Simmel
Pemantik : Dani
Notulen : Annisa
Moderator : Iik

Moderator
Georg Simmel memiliki 4 teori besar yang akan dibahas yakni Pemikiran Dialektis, interaksi sosial, kebudayaan subjektif dan objektif. Seperti tokoh pemikiran dialektis lainnya Hegel dan Marx apakah terdapat perbedaan dari analisa Simmel tentang pemikiran dialektis ? dan bagaimana konsep interaksi sosial milik Simmel, apakah seperti Baudrillard tentang yang membahas adanya I and Me? Kemudian konsep terakhir  dari Simmel adalah studi kasus.

Pemantik :
Kehidupan Georg Simmel, beliau lahir pada tanggal 1 Maret 1858 di Berlin, tumbuh sebagai seorang yang menggeluti bidang filsafat di Universitas Berlin. Perjalanan karier Georg Simmel diawali dengan menjadi pengajar tidak tetap di Universitas Berlin dan tidak dibayar. Meskipun secara finansial tidak mendapatkan hasil yang setimpal, namun Simmel memiliki prestasi tersendiri, karena beliau dalam mengajar menyenangkan, mengangkat hal-hal yang baru dan hal ini membuat para mahasiswa menyukai gaya mengajar Simmel. Selain menjadi pengajar tidak tetap, Simmel juga menjadi private dosen untuk mahasiswa-mahasiswanya dengan bayaran yang cukup tinggi, sehingga perlahan kariernya mulai naik. Setelah mendapatkan gear doktoral, Simmel diangkat sebagai staff pengajar tetap di Universitas Berlin. Kondisi kemudian mulai berubah karena pada saat itu  di Jerman terjadi gerakan anti semitisme yang menyebabkan kaum Yahudi menjadi terpinggirkan. Alhasil Simmel pindah ke sebuah universitas kecil si Strasbourg pada tahun 1914, meskipun keadaan akademik disana tidak seperti di Jerman, bahkan mahasiswa-mahasiswa Simmel menyayangkan kepindahan Simmel dari Universitas Berlin. Karier Simmel di Strasbourg tidak berjalan mulus karena pada tahun tersebut terjadi Perang Dunia I yang memporak-porandakan kehidupan di Strasbourg sehingga berimbas pada karier Simmel yan terpaksa berhenti hingga beliau wafat pada tahun 1918.
Beberapa pokok perhatian Simmel adalah tentang pemikiran dialektis (gaya, kebudayaan objektif dan subj ektif), interaksi sosial, the philosophy of money, studi kasus.
Pemikiran dialektis Simmel memiliki kemiripan dengan Marx dan Weber, Simmel menangkap fakta namun mengkaji secara mikro dan lebih menganalisa secara psikologi. Misalnya adalah konsep tentang Gaya.
Gaya merupakan suatu esensi yang menarik dan dualistis. Gaya merupakan suatu bentuk relasi yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan kelompok. Gaya dikatakan sebagai proses historis, dimana pada tahap awal setiap orang akan menerima gaya, kemudian mulai memilah-milah mana yang cocok baginya, pada tahap akhir seseorang dapat saja melenceng dari gaya yang ada dan menciptakan gaya sendiri. Gaya juga bersifat dialektis, dimana persebaran gaya dinilai sebagai sebuah keberhasilan yang berujung pada kegagalan. Adanya perbedaanlah yang menyebabkan kecocokan, semakin banyak orang yang menerima maka gaya akan kehilangan daya tariknya. Dan sebagai wujud dualitas, gaya juga digunakan sebagai upaya untuk keluar dari gaya. Secara garis besar, gaya merupakan fenomena mikro yang menjadi kajian pemikiran dialektis Simmel.
Kesadaran objektif dan kesadaran subjektif. Kesadaran objektif menurut Simmel adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia, seperti barang, benda, iptek, budaya, dll. Kesadaran subjektif adalah kemampuan manusia untuk menggunakan, mengelola dan menguasai hasil dari kebudayaan objektif.

Termin diskusi
Iik : kapan suatu kebudayaan dikatakan sebagai kebudayaan subjektif dan kebudayaan objektif ?
Dani : Kebudayaan dikatakan sebagai kebudayaan objektif adalah saat “aku menciptakan sesuatu” , dan kebudayaan subjektif adalah saat “ aku menggunakan sesuatu”. Bukan pada kapan, tapi pada apa yang dilakukan, jika menciptakan maka hasilnya berupa kebudayaan onjektif dan apabila menggunakan maka hasilnya adalan pemanfaatan hasil manusia (kebudayaan subjektif).

Pemantik
Kesadaran individu, menurut Simmel basis dari kehidupan sosial adalah individu atau kelompok yang sadar dan berinteraksi satu sama lain untuk beragam motif, tujuan dan kepentingan. Sehingga disini, kesadaran individu akan terus terjadi selama terdapat bentuk interaksi, menurut Simmel masyarakat bukan hanya perwujudan dari nilai-nilai yang ada di luar dari dirinya, melainkan sebagai bentuk representasi diri atas berbagai pengetahuan maupun pengalaman yang ada daam dirinya. Seseorang dikatakan menggunaan kesadaran individunya adalah saat manusia sebagai aktor dapat mengambil dorongan eksternal, menjajaki, dan memutuskan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan melalui kemampuan internal yang dimiliki.
Interaksi sosial. Simmel cukup tertarik dengan adanya interksi, salah satunya adalah mengenai geometri sosial. Geometri relasi sosial melihat dampak jumlah dan jarak terhadap kualitas interaksi sosial. Menurut Simmel terdapat dua konsep yag berkaitan dengan geometri sosial, yakni dyad dan triad.
Dyad adalah kelompok yang terdiri dari dua orang. Sedangkan triad adalah kelompok yang terdiri dari 3 orang. Tambahan orang ketiga dalam suatu kelompok mengakibatkan perubahan yang radikal dan fundamental. Pola tambahan orang ke empat, lima dst hampir sama dengan keberadaan orang ketiga. Dyad memiliki ciri tidak memperoleh makna di luar dua individu yang ada di dalamnya, level individualitas tinggi dan mudah dipisahkan, tidak ada struktur kelompok independen. Triad memiliki ciri, memungkinkan orang di dalam kelompok mendapatkan makna diluar mereka sendiri, terciptanya struktur kelompok independen, kehadiran orang ketiga merupakan ancaman bagi kondisi individualitas anggotanya, namun kemunculan orang ketiga bisa berperan sebagai mediasi jika terjadi perselisihan namun juga bisa memanfaatkan situasi yang sedang terjadi diantara anggota kelompok lainya.  Kaitannya dengan jumlah kelompok, bahwa semakin besar jumlah kelompok maka semakin kecil kontrol sosialnya, dan semakin kecil kelompok maka semakin terikat kontrol sosialnya.
Superordinasi dan subordinat merupakan relasi dominasi yang saling timbal balik, menurut Simmel bahwa Superordinasi bisa saja mengambil secara penuh independensi pihak yang tersubordinasi, namun pihak suborniasi masih memiliki kebebasan dan pihak superordinasi menghendaki adanya insiatif yang datang dari pihak subordinasi. Keduanya merupakan hubungan timbal balik.

Termin diskusi
Iik : Apakah Simmel itu bukan tokoh sosiologi klasik? Karena ranah bahasannya bersifat psikologis? Sedangkan Sigmund Freud di membahas psikologi tapi kenapa tidak dimasukan ke dalam salah satu tokoh sosiologi ? sedangkan yang kita tahu bahwa sosiologi bersifat fakta sosial dan empiris.
Dani : Simmel melihat masyarakat lebih ke individu, jadi tidak dapat dikatakan sepenuhnya dia mengkaji tentang psikologi, hanya ketertarikan Simmel memang di ranah yang berlevel mikro.
Marina : Menurut Sigmund Freud bahwa antara psikologi, sosiologi dan histori merupakan tiga cabang ilmu yang saing berkaitan dan tidak bisa lepas, karena masing-masing dari keilmuan ini menciptakan sebuah irisan dan pada irisan itulah terdapat kaitan antara ketiganya.
Dani : setuju dengan Marina bahwa selalu ada irisan antara psikologi dan sosiologi, dan mungkin di ranah tersebutlah Simmel menggunakal analysis frame untuk mengkaji berbagai ketertarikannya.
Alan : hal yang berlevel mikro itu ranahnya psikologi
Tari : Psikologi dan Sosiologi itu sama-sama objeknya adalah manusia. Bedanya psikologi membahas sesuatu yang tidak nampak dari individu yakni emosi, jiwa, karakter, dll. Sedangkan sosiologi lebih membahas hal yang nampak dari individu/ kelompok yakni aksi, interaksi, konflik, dll

Pemantik
Teori of Money. Dalam teori yang berkaitan dengan uang ini, Simmel sedikit menggunakan sentuhan Marxis karena melihat uang sebagai sebuah fenomena kapitalistik. Simmel mengkaji uang yang bertransformasi menjadi sebuah nilai. Jadi segala hal yang dapat dinilai harganya menggunakan parameter uang. Subjek yang dalam melakukan usahananya untuk menjangkau objek memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi maka dikatakan memiliki nilai yang besar, dan nilai yang besar ini dapat diuangkan menjadi pendapatan yang lebih besar. Namun terdapat beberapa hal dialektis yang kemudian muncul dari bagaimana uang bertransformasi menjadi nilai, kaitannya dengan usaha maka jarak juga ikut memberikan pengaruh. Kemampuan seseorang atau subjek dalam mengjangkau objek dilihat dari jaraknya, sesuatu yang berjarak terlalu dekat maka tidak akan memiliki nilai, demikian pula dengan sesuatu yang berjarak terlalu jauh maka nilainya pun  akan hilang karena terlampau tidak bisa dijangkau.

Termin diskusi
Iik : ada gigitan dari Karl Marx ya tentang kapitalisme ?
Dani : Iya betul, hanya saja Simmel membuatnya lebih halus seakan menyembungikan kapitalisme dalam wadah transformasi uang menjadi nilai.
Erna : apakah ada kaitannya antara uang dengan perilaku ?
Dani : iya mempengaruhi. Misalnya dilihat dari profesi Doktor dan PNS, dokter memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS, sehingga Dokter memiliki uang yang lebih banyak, tentu saja hal tersebut berhubungan dengan perilakunya.
Syamsul : Ada peristiwa dimana buruh berdemo besar-besaran untuk menuntun gaji, sedangkan bidan, dokter, guru merasa hal tersebut tidak perlu dilakukan oleh mereka, mereka cenderung menerima hasil yang mereka miliki. Meskipun harga atau gaji yang didapatkan tidak jauh beda dengan standar upah buruh.
Dani : karena ada nilai lain yang dimiliki Bidan dibandingkan dengan Buruh, profesi Bidan menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan buruh, sehinhgga mereka memiliki prestige yang lebih baik.

Pemantik
Tragedi kebudayaan. Kaitannya dengan Theory of Money, dimana uang menjadi parameter untuk mengukur nilai sesuatu. Tragedi kebudayaan pun ikut mengiringi, dimana terciptanya segmentasi, pembagian kerja, terciptanya spesialisasi sehingga kekuatan intelektual semakin mempertegas posisi seseorang melalui pelapisan tersebut. Hal ini termasuk dalam bentuk kapitalisme dan imperalisme yang berbalut pada intelektual, sehingga kemampuan seseorang dalam hal ilmu merupakan sebuah komodifikasi sehingga laku di pasar dunia kerja.
Studi kasus. Simmel memiliki konsep atas studi kasus yang menarik dan berbeda dari yang lain, dimana studi kasus menurut Simmel dapat diuraikan sebagai sebuah spesifik atau kerahasiaan. Simmel mengatakan bahwa interaksi tidak mungkin terjadi apabila antara orang yang satu dengan yang lainnya tidak saling mengetahui sesuatu hal dari lawan interaksi mereka. Padahal orang akan menyembunyikan kerahasiaannya dari pihak luar dan pihak luar selalu berusaha untuk mengungkapkan rahasia itu dengan cara tertentu. Jadi menurut Simmel, sebuah kasus dapat saja dibuka karena setiap orang memiliki potongan-potongan petunjuk yang dapat mengurai suatu kasus, dan dengan ini Simmel menggunakan premis tersebut sebagai studi kasus.

Termin diskusi
Nala : Tragedi kebudayaan itu lebih menghargai intelektualitas, seperti kasus adanya ijazah abal-abal dan prosesi wisuda abal-abal. Pendidikan di Indonesia memberikan akses yang besar hanya pada kaum yang memiliki intelektualitas tinggi, kita terlalu memberikan nilai yang mahal terhadap pendidikan bagaimana kita bisa menebus dosa pendidikan, yakni dengan memfasilitasi bagi semua orang yang ingin mengakses ke dunia pendidikan.
Dani : setuju dengan pernyataan mbak Nala, karena sejauh ini spesialisasi kerja menuntut kompetensi di bidang intelektualitas sehingga pendidikan menjadi sesuatu yang bernilai dan bahkan di perjualbelikan.

Rabu, 25 November 2015

Max Weber


Biografi
Max Weber lahir pada tanggal 21 April 1864 di Erfurt, Thuringia (Jerman Timur). Weber merupakan anak sulung dari keluarga terpandang yang memiliki penilaian tinggi pada pendidikan dan kebudayaan. Dari kecil Weber telah terbiasa membaca berbagai literatur. Pada usia 14 tahun, Weber telah membaca hasil karya Homer, Virgil dan Livy dalam bentuk aslinya secara lancar. Setelah Gymnasium (setingkat SMA), Weber telah membaca 14 jilid karya Goethe edisi Weimar; menyajikan hasil karya Shakespeare dalam bahasa Inggris; dan mengulas hasil karya Spinoza, Schopenhauer dan Kant. Weber sempat mengambil kuliah di Fakultas Hukum Universitas Heidelberg selama tiga tahun. Selain hukum, Weber tertarik mempelajari Filsafat, Ekonomi, Sejarah dan Sosiologi.
Weber lahir di keluarga yang saling bertolak belakang. Ayahnya adalah seorang birokrat yang cenderung mencintai dunia dan berhasil mencapai posisi politis yang penting. Sedangkan Ibunya adalah pemeluk Calvinis (Protestan) yang sangat taat dengan menjalankan kehidupan asketis (menjauhi dunia). Latar belakang keluarganya yang sangat berbeda membentuk pola berfikir dan sikap Weber. Awalnya Weber mengikuti jejak sang Ayah dengan gaya hidup yang jauh dari idealisme, setelah mengikuti wajib militer, Weber mengikuti jejak sang Ibu yang tertarik dengan dunia asketisme.
Methodological Essay (1902)

Verstehen
Methodological Essay (1902) adalah tulisan pertama Weber. Di dalam tulisannya, Weber menjelaskan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang berupaya untuk memahami tindakan sosial. Upaya (metode) untuk memahami tindakan sosial tersebut dikenal dengan Verstehen. Verstehen berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai makna pengertian atau pemahaman (understanding).
Metode Verstehen diadopsi dari metode Hermeneutika. Metode Hermeneutika sendiri merupakan pendekatan khusus untuk memahami dan menafsirkan apa yang terkandung di dalam suatu tulisan atau teks. Weber ingin menerapkan metode Hermeneutika untuk menafsirkan makna dibalik tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu maupun sosial.
Melalui tulisannya, Weber membahas mengenai penggunaan metode verstehen untuk menjelaskan mengenai konsep tindakan sosial. Berbeda dari kaum fungsionalis dengan fungsi laten dan manifesnya; serta kaum Marxis dengan kesadaran palsunya yang melihat bahwa struktur sosial mempengaruhi tindakan sosial. Weber justru melihat bahwa struktur terbentuk karena adanya tindakan sosial yang dilakukan individu. Dengan kata lain, struktur sosial adalah produk dari tindakan-tindakan sosial individu.

Tindakan Sosial 
Tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Tindakan dikatakan tindakan sosial jika dilakukan sebagai bentuk interaksi dan komunikasi terhadap individu yang lain.
Tahapan tindakan sosial adalah adanya kehendak dari individu _ ada sasaran yang dituju oleh individu _ ada kegiatan memperhitungkan keadaan _ melakukan tindakan sosial.Tujuan dari memahami tindakan sosial adalah memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan sosial sehingga dapat menjelaskan mengenai mengapa manusia menentukan pilihan.

Rasionalitas 
Di beberapa literatur menyebutkan bahwa definisi tindakan dan rasionalitas adalah sama. Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa rasionalitas adalah alasan dibalik tindakan atau alasan manusia menentukan pilihan.
Rasionalitas meliputi alat (means) yang menjadi sasaran utama serta tujuan (ends) yang meliputi aspek kultural. Orang yang memiliki pola pikir rasional akan memilih alat mana yang paling benar untuk mencapai tujuannya.
Rasionalitas terbagi menjadi empat macam: 1.) rasional tradisional 2.) rasional afektif 3.) rasional berorientasi nilai 4.) rasional instrumental. Rasional tradisional dan rasional afektif termasuk jenis rasional yang irasional. Sedangkan rasional berorientasi nilai dan rasional instrumental termasuk jenis rasional yang rasional.
Rasional tradisional merupakan tipe rasionalitas yang memperjuangkan nilai yang berasal dari tradisi kehidupan masyarakat. contoh dari tindakan rasional tradisional adalah upacara melarung kepala kerbau ke laut sebagai simbol perwujudan syukur dari masyarakat nelayan (pesisir) kepada penguasa laut. Tindakan rasional tradisional ini didasarkan nilai tradisi masyarakat pesisir yang dilakukan turun-temurun dan masih berlaku sampai sekarang.
Rasional afektif adalah tipe rasionalitas yang bermuara dalam hubungan emosi atau perasaan yang sangat mendalam. Sehingga ada hubungan khusus yang tidak dapat diterangkan di luar lingkaran tersebut. Contoh dari tindakan rasional afektif adalah perasaan cinta dan kasih sayang yang dimiliki orang tua kepada anaknya. Meskipun bisa jadi anaknya tidak berbakti kepada orang tuanya; atau mungkin anaknya mengecewakan orang tuanya, tetapi orang tua tersebut tetap mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya.
Rasional yang berorientasi pada nilai melihat nilai sebagai potensi atau tujuan hidup meskipun tujuan itu tidak nyata dalam kehidupan keseharian. Contoh dari tindakan rasional yang berorientasi pada nilai adalah seseorang yang mempertahankan ideologi berupa kejujuran ditengah sistem kerja di lingkungannya yang korup. Tindakan yang dilakukan berupa tidak menerima gratifikasi dsb.
Rasionalitas instrumental adalah rasionalitas yang paling tinggi. Manusia tidak hanya menentukan tujuan hidupnya yang ingin dicapai. Tetapi juga telah mampu menentukan alat/ instrumen yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh dari rasional instrumental adalah seseorang dari status sosial rendah ingin berubah ke status sosial tinggi. Orang tersebut menggunakan saluran mobilitas sosial berupa pendidikan. Dengan menggunakan pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut, orang tersebut berhasil menduduki status sosial yang menjadi tujuannya.

The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1902-1904)
Salah satu karya tulis dari Weber yang terkenal adalah the Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Di dalam karya tulis itu, Weber memperkenalkan konsep mengenai kausalitas.Kausalitas adalah hukum sebab-akibat, suatu peristiwa akan disusul dan disertai oleh peristiwa lain. Konsep kausalitas berbeda dengan konsep dialektika dari Marx dimana ada hubungan  timbal-balik atau dialogis antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain.
Karena latar belakang pendidikan dan pengetahuan Weber yang beranekaragam, Weber juga menerapkan dalam melihat kausalitas. Tidak hanya satu kausalitas yang bisa digunakan untuk memahami tindakan sosial, tetapi Weber menggunakan pendekatan multi sebab dari faktor sosial berupa ekonomi, politik, organisasi, agama, stratifikasi sosial, masyarakat dan lainnya.
Konsep kausalitas inilah yang digunakan Weber untuk melihat Kapitalisme. Menurut Weber, salah satu penyebab munculnya kapitalisme di Eropa Barat berasal dari ajaran protestan sekte kalvinis.Etika protestan mengajarkan kepada manusia jika ingin dicintai Tuhan harus memakmurkan bumi yang ditempatinya. Cara untuk memakmurkan bumi adalah dengan bekerja keras. Dengan menerapkan etos kerja yang tinggi, penganut Kalvinisme kebanyakan menjadi sukses. Kesuksesan itu terus terakumulasi karena ajaran kalvinisme juga menuntut untuk hidup hemat sehingga keuntungan yang di dapat dari bekerja tidak digunakan untuk foya-foya.
Dengan adanya etos kerja yang tinggi yang menjadi tindakan rasionalitas yang dilakukan oleh pengikut kalvinisme, menjadi salah satu dari faktor penyebab munculnya kapitalisme modern.
Economy and Society (1910-1914)

Stratifikasi Sosial (Kelas, Status, Partai)
Weber dan Marx mempunyai pandangan yang sama mengenai stratifikasi sosial, yaitu ada hubungan tidak setara sebagai sentral kehdupan manusia; dan tidak ada masyarakat yang tanpa kelas. Bedanya, jika Marx lebih menekankan ketidaksetaraan kelas dalam bidang ekonomi. Weber melihat tiga bentuk ketidaksetaraan, yaitu berdasarkan ekonomi (Kelas), sosial (Status) dan politik (Partai).
Kelas adalah kelompok orang yang ditemukan di dalam situasi stratifikasi ekonomi yang sama. Pembagian kelas berdasarkan kepemilikan alat-alat produksi.Sedangkan status mengandung prestige tertentu. Status berhubungan dengan gaya hidup dalam hubungan sosialnya dengan anggota komunitasnya. Status dilihat dari cara individu tersebut melakukan konsumsi.Yang ketiga, stratifikasi kekuasaan didasarkan pada partai-partai yang menjadi sumber keuntungan signifikan anggota kelas. Partai merupakan struktur yang berjuang untuk mendapatkan dominasi.

Dominasi dan Wewenang
Dominasi merupakan wilayah kajian kekuasaan yang dibahas lebih spesifik oleh Weber. Dominasi adalah kedudukan yang tidak sama dan tidak seimbang di dalam kelas, status, kekuasaan dan yang lainnya. Wewenang adalah salah satu bentuk dominasi yang sah dan diakui oleh anggota masyarakat atau komunitas. Wewenang (authority) adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijakan, menentukan keputusan mengenai masalah penting, atau untuk menyelesaikan pertentangan.
Wewenang dibagi menjadi tiga, Wewenang karismatik: berdasarkan karisma/ kemampuan khusus (wahyu). Contoh: Nabi, Rasul, Rahib, Santa. Wewenang Tradisional: dimiliki oleh anggota kelompok yang sudah lama sekali mempunyai kekuasaan yang telah melembaga. Ada kesetiaan dan kepatuhan dari anggota kepada pemimpin kekuasaan. Contoh: Raja Kasultanan Ngayogyakarta. Wewenang Legal-Rasional: berdasarkan sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. ditaati oleh masyarakat dan diperkuat oleh negara. Contoh: Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Surakarta.

Birokrasi
Menurut Weber, Birokrasi adalah alat yang paling rasional yang diketahui bagi pelaksaan otoritas atau wewenang atas manusia. Jika wewenang yang paling rasional adalah legal-rasional, maka alat yang paling rasional adalah birokrasi. Birokrasi yang paling ideal adalah organisasi. Birokrasi mempunyai unit dasar berupa jabatan yang diatur secara hirarkis; ada aturan, fungsi, dan dokumen tertulis; serta ada alat pemaksa.

Referensi
Giddens, Anthony, dkk. 2004. Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikiranya. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Jones, Pip. 2010. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Pustaka Obor.
Soekanto, Soerjono. 1984. Beberapa Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali.
Soekanto, Soerjono. 2011. Mengenal 7 Tokoh Sosiologi. Jakarta: Grafindo

Selasa, 24 November 2015

Braindilog Sociology Edisi ke 4 Georg Simmel

Undangan


Info: Syam (0857-4716-8149)

Minggu, 15 November 2015

Undangan Diskusi Braindilog Sociology Edisi ke 3


Nb: Gratis dan untuk umum

EMILE DURKHEIM

Fakta Sosial
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis pada 15 April 1858 yang masih keturunan  rabi (pendeta Yahudi). Ia dibesarkan di Perancis dan menjadi seorang akademisi yang sangat berpengaruh karenaberhasil melembagakan sosiologi sebagai satu disiplin akedemisi yang sah.
Durkheim memberikan pengaruh yang besar dalam aliran fungsionalisme sosiologi. Karya Durkheim antara lainThe Division of Society, The Rules of Sociological Methods, The Elementary Forms of Religious Life, dan The Structure of Social Action.Dalam bukunya The Rule of Sociological Methods,Ia menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari fakta – fakta sosialyang memiliki karakteristik, pertama, gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu, misalnya nilai, norma, bahasa. Kedua, bersifat memaksa individu dimana individu dibimbing, didorong dan dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Ketiga, bersifat umum atau terbesar secara meluas dalam satu masyarakat. Fakta sosial dibedakan menjadi dua tipe yaitu material dan non-material. Meski ia membahas keduanya dalam karyanya, perhatian utamanya lebih tertuju pada fakta sosial non material (misalnya kultur, instrusi sosial) ketimbang pada fakta sosial material (birokrasi, hukum). Fakta sosial non material terdiri dari moralitas, nurani kolektif, representasi kolektif dan arus sosial. Perhatiannya tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial non-material. Tetapi kesadaran sosial dalam masyarakat akan semakin menurun seiring dengan pergerakan masyarakat yang makin kompleks pada masyarakat modern.

Solidaritas dalam Struktur sosial
Seiring berjalannya waktu masyarakat juga akan berkembang dari primitive atau tradisional menjadi modern begitu juga dengan system hubungannya yang disebut sebagai solidaritas. Solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara anggota masyarakat yang didasarkan pada  perasaan  moral dan kepercayaan yang dianut bersama kemudian diperkuat pengalaman emosional masyarakat. Penjelasan Durkheim mengenai solidaritas tertuang dalam bukunya The Division of Labour in Society.Menurutnya,  pertumbuhan dalam pembagian kerja meningkatkan suatu perubahan dalam struktur sosial masyarakat yang awalnya dari solidaritas mekanik kemudian berkembang menjadi solidaritas organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik terbentuk atas dasar kesadaran kolektif, yang menunjuk pada totalitas kepercayaan–kepercayaan dan sentimen–sentimen bersama yang rata – rata ada pada warga yang sama itu. Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah homogen dalam kepercayaan atau sentimen dan memiliki tingkat pembagian kerja yang minim.Sedangkan solidaritas organik, muncul atas dasar pembagian kerja bertambah besar dan saling ketergantungan yang sangat tinggi, ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat restitutif (menekankan pada ganti rugi kesalahan) dari pada yang bersifat represif (menindas)

Bunuh Diri
Selanjutnya dalam bukunya yang berjudul Suicide, Durkheim berpendapat bahwa bila ia dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan fakta sosial. fakta sosial yang satu dengan fakta sosial yang lain memiliki hubungan interdependensi. Durkheim memperlihatkan analisisnya tentang kekuatan sosial yang mempengaruhi perilaku manusia dengan melakukan penelitian yang membandingkan angka bunuh diri pada beberapa negara di Eropa dan didapati bahwa angka bunuh diri di tiap negara berbeda kemudian dari itu semua Durkheim menarik kesimpulan  yang menyatakan bahwa bunuh diri bukan terjadi karena alasan pribadi melainkan terdapat faktor sosial yang melandasi tindakan bunuh diri. Durkheim mengelompokkan 4 tipe bunuh diri yang terjadi dalam masyarakat. yang pertama adalah bunuh diri egoistis yang terjadi karena lemahnya integrasi sosial kemudian membuat individu merasa dirinya bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan bagian dari individu. Kedua, bunuh diri altruistik yang terjadi karena kuatnya integrasi sosial masyarakat yang menjadikan individu malu apabila melakukan hal – hal yang memperburuk citra masayarakat atau kelompoknya. Ketiga, bunuh diri anomik yang terjadi karena lemahnya regulasi dalam masyarakat yang ditandai dengan banyaknya kekacauan akibat terganggunya kekuasaan – kekuasaan pengatur masyarakat. keempat adalah bunuh diri fatalistic yang justru terjadi karena terlalu kuatnya regulasi dalam masyarakat.

Agama
Dalam bukunya yang berjudul The Elementary Form of Religious Life,Durkheim memandang bahwa agama berhubungan dengan suatu Dunia yang suci atau sacral (sacred). Durkheim mendefinisikan agama sebagai suatu sistem yang terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan praktek-praktek yang berhubungan dengan benda-benda suci dalam bentuk simbol dimana agama dapat menjadi salah satu kekuatan untuk menciptakan integrasi sosial. Kepercayaan dan ritus agama dapat memperkuat ikatan  - ikatan sosial dimana kehidupan kolektif tersebut ada. Sehingga menunjukkan bahwa hubungan antara agama dan masyarakat memiliki ketergantungan yang sangat kuat. Menurut Durkheim, kepercayaan-kepercayaan memperlihatkan kenyataan masyarakat itu sendiri dalam bentuk simbolis. Ritus - ritus mempersatukan individu dalam kegiatan bersama dengan satu tujuan bersama dan memperkuat kepercayaan, perasaan dan komitmen moral yang merupakan dasar struktural sosial. Durkheim menjelaskan bahwa anggota-anggota komunitas berkumpul bersama untuk memperkuat kembali nilai-nilai dasar atau memperingati peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah mereka bersama.

Pembaruan sosial dan Pendidikan Moral
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tulisan – tulisan Durkheim mengacu pada isu – isu sosial. baginya, masyarakat hanya aka nada dalam dua kondisi yaitu masyarakat yang normal dan masyarakat yang patologis, masyarakat yang normal cenderung tertata dengan baik dan para anggota masyarakatnya menjalankan nilai dan norma ideal. Sedangkan masyarakang patologis dianggap sebagai masyarakat yang memiliki berbagai masalah seperti penyimpangan – penyimpangan dan kekacauan. Dalam hal ini, Durkheim memberikan sebuah solusi pembaruan sosial dengan melakukan adanya pendidikan moral yang harus ditanamkan kepada anak – anak dalam hal moralitas

Sumber : G,Ritzer. 2012. Teori Sosiologi dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern.Pustaka pelajar:yogyakarta.

NB: Tulisan ini butuh perbaikan dan masukan dari teman-teman semua.

Selasa, 10 November 2015

Undangan Diskusi Braindilog Sociology Edisi 2


Info Hub : Iik (0877-0210-0424)/alan (0877-3637-2887)
Gratis *Terbuka untuk mahasiswa dan umum.

Jumat, 06 November 2015

Review Diskusi Tokoh Aguste Comte

AUGUSTE COMTE ( 1798 – 1857 )
_
Sekilas tentang Auguste Comte
Memiliki nama panjang Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Auguste Comte, yang juga sebagai sosok Bapak Sosiologi. Auguste Comte lahir di Montpelier, Perancis, pada 19 Januari 1798, dan meninggal pada tanggal 5 September 1857. Comte lahir di keluarga kelas menengah. Meskipun dia adalah mahasiswa yang terlalu cepat dewasa, Comte tidak pernah menerima gelar tingkat perguruan tinggi. Comte pernah kuliah di Ecole Polytechnique, namun dia dikeluarkan karena sikap pemberontakannya dan ide-ide politis darinya.
Pengusiran itu mempunyai efek sebaliknya pada karier akademik Comte. Ia menjadi sekretaris dan anak angkat Claude Henri Saint-Simon, seorang filsuf senior Comte yang waktu itu berusia 40 tahun dan waktu itu Comte muda berusia 19 tahun. Comte dan Simon bekerja sama dengan erat selama bertahun-tahun dan Comte sangat memiliki hutang budi yang sangat besar kepada Saint-Simon. Comte sangat terpengaruh secara intelektual oleh Saint-Simon. Pemikirannya menjadi berkembang karena pemikiran-pemikiran dari Saint-Simon.
Namun pada akhirnya mereka berdua mengalami pertengkaran dan perpecahan, karena Comte percaya bahwa Saint-Simon ingin menghilangkan nama Comte dari salah satu kontribusinya. Lalu Comte menulis mengenai hubungannya dengan Saint-Simon sebagai hubungan “pembawa bencana” dan melukiskan Saint-Simon sebagai seorang “pesulap yang merusak”. Comte berkata tentang Saint-Simon bahwa dirinya sudah tidak lagi memiliki hutang apapun kepada Saint-Simon sebagai orang yang sangat terkemuka pada saat itu.
Heilbron (1995) melukiskan Comte sebagai pria pendek (mungkin lima kaki, dua inci) atau tingginya sekitar kurang lebih 157 cm, agak juling, dan sangat resah di dalam situasi-situasi sosial, khususnya situasi yang melibatkan wanita. Istrinya Caroline Massin adalah anak haram yang kemudian disebut Comte sebagai “pelacur”. Keresahaan pribadinya kontras dengan keyakinan Comte akan kecakapan intelektualnya sendiri, dan tampaknya rasa harga dirinya cukup mantap.
Ingatan Comte yang luar biasa sangat terkenal. Diberkati dengan ingatan fotografis dia dapat mengeja kata-kata setiap halaman buku yang baru sekali dia baca. Daya konsentrasinya sedemikian rupa sehingga dia mampu menguraikan dengan ringkas isi sebuah buku tanpa menuliskannya. Kuliah-kuliahnya semuanya disampaikan tanpa catatan. Ketika duduk untuk menulis buku-bukunya, dia menulis segalanya berdasarkan ingatan.
Mengenai kematian Comte yang dikatakan meninggal dalam keadaan gila memang disebabkan karena dia memiliki masalah-masalah mental. Pada 1826, Comte menyiapkan suatu skema yang dia gunakan untuk menyampaikan serangkaian dari tujuh puluh dua kuliah publik (yang dilaksanakan di apartemennya) mengenai kuliah filsafat. Kuliah itu menarik perhatian para pendengar terpandang, tetapi setelah melaksanakan tiga kuliah, Comte menderita gangguan syaraf dan kuliah dihentikan. Dia terus menderita akibat masalah-masalah mental, dan pernah melakukan percobaan bunuh diri (tetapi gagal) dengan melemparkan dirinya ke dalam Sungai Seine.
Ada beberapa karya Comte yang sangat terkenal di antaranya yaitu, Cours de Philosophie Positive yang terdiri dari enam volume yang membuatnya termasyur. Di dalam karyanya itu, Comte menguraikan garis besar pandangannya bahwa sosiologi adalah ilmu terakhir. Karyanya yang lain yaitu, System de Politique Positive yang terdiri dari empat volume, di mana isinya mempunyai maksud yang lebih praktis, yang menyajikan suatu rencana besar untuk pengorganisasian kembali masyarakat.

Konsep-konsep Teori Auguste Comte
Revolusi Perancis 1789 abad ke-18 dan abad ke-19, menyebabkan dampak terhadap bangkitnya teori-teori sosiologis. Dampak Revolusi Perancis sangat besar dan menghasilkan dampak positif. Akan tetapi, kemudian yang menarik perhatian oleh para teoritisi yaitu, dampak-dampak negatif yang ditimbulkan yang telah merubah tatanan masyarakat pada waktu itu. Mereka dipersatukan oleh hasrat untuk memulihkan tatanan masyarakat, yang kemudian muncullah para teoritisi sosiologi klasik pada waktu itu, antara lain; Auguste Comte, Emile Durkheim, Talcott Parsons.
Comte mengembangkan pengetahuan yang disebut fisika sosial. Dia juga yang pertama mengenalkan istilah sosiologi, maka dari itu Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi. Pandangan ilmiah Comte yaitu mengenai “positivisme” atau filsafat positif. dari fisika sosial, Comte memodelkan sosiologi menurut “ilmu-ilmu keras”. Ilmu ini kelak menurutnya akan menjadi ilmu yang dominan, seperti berkenaan dengan statika sosial atau dinamika sosial (perubahan sosial). Menurut Comte, dinamika sosial lebih penting daripada statika sosial, karena dengan adanya perubahan akan mencerminkan pada pembaruan sosial. Comte fokus pada perubahan sesuai dengan minatnya akan pembaruan sosial yang terjadi.
Konsep yang paling terkenal dari Auguste Comte adalah mengenai “teori evolusioner” tentang hukum tiga tahap yaitu, tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positivistik. Comte mengusulkan bahwa ada tiga tahap intelektual yang dilalui di sepanjang sejarah dunia, yang akan berpengaruh pada dunia, dan di dalamnya yang lebih inti, yaitu: kelompok-kelompok, masyarakat, ilmu, individu, dan bahkan pikiran. Mengenai hukum tiga tahap yang diusulkan Comte, untuk pengertian yang pertama yaitu, tahap teologis. Tahap teologis ini menurutnya terjadi pada tahun 1300. Pada tahapan teologis ini, penekanannya yakni mengenai kepercayaan bahwa akar dari segala sesuatu adalah disebabkan oleh kekuatan-kekuatan supernatural dan tokoh-tokoh agamis yang diteladani oleh manusia. Secara khusus, dunia sosial dan fisik dianggap dihasilkan oleh Tuhan. Tahap yang kedua yaitu, tahap metafisik. Pada tahapan ini ditandai oleh kepercayaan bahwa daya-daya abstrak seperti “alam”, memiliki kekuatan ghaib, dipercaya sebagai dewa dan diagung-agungkan. Tahap yang terakhir yaitu, tahap positivistik. Pada tahapan ini ditandai oleh kepercayaan pada ilmu pengetahuan. Segala hal dikaji secara ilmiah dengan mengedepankan fakta-fakta sosial yang bersifat empiris. Memusatkan perhatian pada pengamatan dunia sosial dan fisik untuk mencari hukum-hukum yang mengaturnya. Hal ini harus bersumber pada penelitian-penelitian dan pengamatan untuk menguak segala hal.
Menurut Comte, “kekacauan intelektual adalah penyebab kekacauan sosial”. kekacauan berasal dari sistem-sistem ide yang lebih awal (teologis dan metafisik) yang masih berlanjut ke dalam zaman positivistik (ilmiah). Menurut Comte, pergolakan sosial baru akan berhenti bila positivisme telah mendapat kendali total. Dengan sosiologi, dapat mempercepat kedatangan positivisme, sehingga membawa keteraturan kepada dunia sosial.
Pendirian Auguste Comte bagi perkembangan sosiologi klasik. Sebenarnya ada beberapa konsep yang diusung Comte dalam perkembangan ilmu sosial. Konsep teori Auguste Comte yaitu, antara lain: Konservatif dasar, Reformisme, Saintisme, dan Pandangan Evolusionernya mengenai dunia (Hukum Tiga Tahap).
Comte menekankan pada perlunya melakukan teorisasi abstrak dan turun ke lapangan dan melakukan riset sosiologis. Melakukan pengamatan, eksperimentasi, dan analisis historis komparatif. Comte percaya bahwa pada akhirnya sosiologi akan menjadi kekuatan ilmiah yang dominan di dunia karena kemampuan khasnya untuk menafsirkan hukum-hukum sosial dan untuk mengembangkan pembaruan-pembaruan yang ditujukan untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada di dalam sistem.
Comte berada di garis terdepan perkembangan sosiologi positivistik. Positivisme Comte menekankan bahwa, “semesta sosial selaras dengan perkembangan hukum-hukum abstrak yang dapat diuji melalui penghimpunan data yang cermat”, dan “hukum-hukum abstrak itu akan menunjukkan sifat-sifat dasar dan umum semesta sosial dan akan merinci ‘hubungan-hubungan alamiah’-nya”.
Konsep-konsep Teori Auguste Comte
Revolusi Perancis 1789 abad ke-18 dan abad ke-19, menyebabkan dampak terhadap bangkitnya teori-teori sosiologis. Dampak Revolusi Perancis sangat besar dan menghasilkan dampak positif. Akan tetapi, kemudian yang menarik perhatian oleh para teoritisi yaitu, dampak-dampak negatif yang ditimbulkan yang telah merubah tatanan masyarakat pada waktu itu. Mereka dipersatukan oleh hasrat untuk memulihkan tatanan masyarakat, yang kemudian muncullah para teoritisi sosiologi klasik pada waktu itu, antara lain; Auguste Comte, Emile Durkheim, Talcott Parsons.
Comte mengembangkan pengetahuan yang disebut fisika sosial. Dia juga yang pertama mengenalkan istilah sosiologi, maka dari itu Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi. Pandangan ilmiah Comte yaitu mengenai “positivisme” atau filsafat positif. dari fisika sosial, Comte memodelkan sosiologi menurut “ilmu-ilmu keras”. Ilmu ini kelak menurutnya akan menjadi ilmu yang dominan, seperti berkenaan dengan statika sosial atau dinamika sosial (perubahan sosial). Menurut Comte, dinamika sosial lebih penting daripada statika sosial, karena dengan adanya perubahan akan mencerminkan pada pembaruan sosial. Comte fokus pada perubahan sesuai dengan minatnya akan pembaruan sosial yang terjadi.
Konsep yang paling terkenal dari Auguste Comte adalah mengenai “teori evolusioner” tentang hukum tiga tahap yaitu, tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positivistik. Comte mengusulkan bahwa ada tiga tahap intelektual yang dilalui di sepanjang sejarah dunia, yang akan berpengaruh pada dunia, dan di dalamnya yang lebih inti, yaitu: kelompok-kelompok, masyarakat, ilmu, individu, dan bahkan pikiran. Mengenai hukum tiga tahap yang diusulkan Comte, untuk pengertian yang pertama yaitu, tahap teologis. Tahap teologis ini menurutnya terjadi pada tahun 1300. Pada tahapan teologis ini, penekanannya yakni mengenai kepercayaan bahwa akar dari segala sesuatu adalah disebabkan oleh kekuatan-kekuatan supernatural dan tokoh-tokoh agamis yang diteladani oleh manusia. Secara khusus, dunia sosial dan fisik dianggap dihasilkan oleh Tuhan. Tahap yang kedua yaitu, tahap metafisik. Pada tahapan ini ditandai oleh kepercayaan bahwa daya-daya abstrak seperti “alam”, memiliki kekuatan ghaib, dipercaya sebagai dewa dan diagung-agungkan. Tahap yang terakhir yaitu, tahap positivistik. Pada tahapan ini ditandai oleh kepercayaan pada ilmu pengetahuan. Segala hal dikaji secara ilmiah dengan mengedepankan fakta-fakta sosial yang bersifat empiris. Memusatkan perhatian pada pengamatan dunia sosial dan fisik untuk mencari hukum-hukum yang mengaturnya. Hal ini harus bersumber pada penelitian-penelitian dan pengamatan untuk menguak segala hal.
Menurut Comte, “kekacauan intelektual adalah penyebab kekacauan sosial”. kekacauan berasal dari sistem-sistem ide yang lebih awal (teologis dan metafisik) yang masih berlanjut ke dalam zaman positivistik (ilmiah). Menurut Comte, pergolakan sosial baru akan berhenti bila positivisme telah mendapat kendali total. Dengan sosiologi, dapat mempercepat kedatangan positivisme, sehingga membawa keteraturan kepada dunia sosial.
Pendirian Auguste Comte bagi perkembangan sosiologi klasik. Sebenarnya ada beberapa konsep yang diusung Comte dalam perkembangan ilmu sosial. Konsep teori Auguste Comte yaitu, antara lain: Konservatif dasar, Reformisme, Saintisme, dan Pandangan Evolusionernya mengenai dunia (Hukum Tiga Tahap).
Comte menekankan pada perlunya melakukan teorisasi abstrak dan turun ke lapangan dan melakukan riset sosiologis. Melakukan pengamatan, eksperimentasi, dan analisis historis komparatif. Comte percaya bahwa pada akhirnya sosiologi akan menjadi kekuatan ilmiah yang dominan di dunia karena kemampuan khasnya untuk menafsirkan hukum-hukum sosial dan untuk mengembangkan pembaruan-pembaruan yang ditujukan untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada di dalam sistem.
Comte berada di garis terdepan perkembangan sosiologi positivistik. Positivisme Comte menekankan bahwa, “semesta sosial selaras dengan perkembangan hukum-hukum abstrak yang dapat diuji melalui penghimpunan data yang cermat”, dan “hukum-hukum abstrak itu akan menunjukkan sifat-sifat dasar dan umum semesta sosial dan akan merinci ‘hubungan-hubungan alamiah’-nya”.

Pemikiran-pemikiran comte

A. Hukum Tiga tahap perkembangan evolusi dunia

Teologi, Metafisika, dan Positivisme

Misalnya masyarakat pada zaman dahulu ketika akan berlayar atau melaut melakukan pemujaan dan menaruh sesaji di pohon atau tempat tempat yang dianggap keramat (teologi), tetapi ternyata tetap saja kapalnya tenggelam dan ketika terjadi bencana tempat-tempat pemujaan tersebut juga ikut hancur sehingga dianggap bukan merupakan sesuatu yang istimewa lagi. Masyarakat mulai berfikir bahwa yang paling berkuasa adalah alam (metafisika) maka ketika akan berlayar melihat alam sedang bersahabat atau tidak. Tetapi, tetap saja walaupun berlayar dalam keadaan alam yang bersahabat ada juga kapal yang tenggelam sehingga masyarakat mulai berfikir kritis dengan menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman para pelaut untuk memperkokoh kapalnya dengan berlayar memanfaatkan kompas, kapal yang tidak lagi hanya dari kayu (mulai dibuat lebih kokoh ditambahkan besi atau dibuat dari besi, dan berlayar menggunakan peta dengan menghindari tempat-tempat rawan (positifistik).

B. Fokus Perhatian Comte

Aliran Konservatif Dasar, Reformisme, Saintisme, dan hukum tiga tahap perkebangan

Red. Syam 3 Serangkai
nb.tulisan ini akan diperbaiki lagi, mohon masukannya teman-teman.

Undangan Diskusi Braindilog Edisi 1


Nb: Terbuka untuk mahasiswa sosiologi dan masyarakat umum & Gratis