Buku Karya Braindilog

Berisi mengenai kajian analisis sosial dengan pendekatan konsep teori tokoh Sosiologi Indonesia.

Braindilog

Merupakan sebuah konsep dan metode diskusi yang di lakukan dengan tahapan Brainstorming, Dialectic, dan Logic dari teori atau permasalahan sosial yang didiskusikan.

Braindilog Sosisologi Indonesia

Mengawal Perkembangan Ilmu Sosiologi di Indonesia menuju otonomi teori Sosiologi Indonesia yang berlandaskan nilai, norma, dan kebermanfaatan masyarakat Indonesia.

Gerakan Otonomi Teori Sosiologi Indonesia

Sayembara menulis artikel sosiologi Indonesia adalah upaya Braindilog Sociology dalam menyebarluaskan gagasan otonomi teori sosiologi Indonesia.

Braindilog Goes To Yogyakarta

Diskusi Lintas Komunitas bersama Joglosonosewu dan Colombo Studies di Universitas PGRI Yogyakarta dengan tema "Konflik Horisontal Transportasi Online". Selain dihadiri komunitas, acara ini juga diikuti oleh beberapa perwakilan mahasiswa dari masing-masing kampus di Yogyakarta.

Kamis, 02 Agustus 2018

Persepsi Masyarakat Kecamatan Montasik Tentang Wanita Bercadar

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang wanita yang memakai cadar dan factor yang menyebabkan wanita bercadar di Kecamatan Montasik. Penelitian ini menggunakan populasi masyarakat Montasik. Metode pengumpulan data melalui wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Yaitu prosedur penelitian yang diamati menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari kelompok masyarakat Kecamatan Montasik yang diamati selama melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Montasik memberikan respon positif terhadap wanita bercadar dan ada beberapa lainnya memberikan respon negatif terhadap wanita yang bercadar.

Pendahuluan
Menurut Shihab dalam Mailani (2013) cadar dalam Islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutup semua aurat termasuk wajah dan telapak tangan. Dasar dari penggunaan cadar adalah untuk menjaga perempuan sehingga tidak menjadi fitnah dan menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya.

Bahwa memakai cadar dan juga jilbab bukanlah sekedar budaya Timur Tengah saja, namun dalam ajaran Islam yang disampaikan oleh para ulama sebagai pewaris nabi, cadar merupakan salah satu cara dalam menutup aurat. Jika memang ajaran Islam ini sudah dianggap sebagai budaya local oleh masyarakat Timur Tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik.

Secara umum keberadaan perempuan bercadar masih menuai pro dan kontra oleh masyarakat. Sebagian masyarakat menilai bahwa perempuan bercadar tersebut mengganggu hubungan sosial dalam masyarakat. Masyarakat juga beranggapan pemakai cadar adalah terorisdan penganut aliran sesat bahkan ada masyarakat  yang menganggap cadar sebagai alat untuk menutupi aibnya. Sebagian masyarakat lainnya menerima dan mendukung perempuan yang bercadar. Bagi mereka perempuan bercadar terlihat baik dan sempurna dalam menunaikan salah satu perintah Allah yaitu menutup aurat secara sempurna. Lalu bagaimana dengan persepsi masyarakat yang ada di Kecamatan Montasik,  apakah mereka pro atau kontra terhadap perempuan yang bercadar, maka dari itu penulis ingin mengkaji persepsi masyarakat Kecamatan Montasik melalui tulisan ini. 

Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan terbuka yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005 : 51). 
Menurut Philip Kotler ( Manajemen Pemasaran, 1993, Hal : 219) persepsi adalah proses bagaiamana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kategorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif.

B. Persepsi Positif dan Negatif 
Menurut Robbins (2002: 14) bahwa persepsi positif merupakan penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan. 

C. Definisi Masyarakat dan Ciri-cirinya 
Menurut Soemardjan dalam Soekanto (2001: 92) menyatakan bahwa masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Koentjaningrat, (2009: 115-118) “masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan yang terikat dalam satu rasa identitas bersama”. Menurut Selo Soemardjan dalam Gustriana (2009: 18) masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Selain itu Soekanto, (2001: 95) mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut :
  1. Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusiamanusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia. 
  2. Sadar bahwa mereka merupakan satu-kesatuan. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan tinggal didalam satu wilayah. Masyarakat yang sesungguhnya adalah sekumpulan orang yang telah memiliki hukum adat, norma-norma dan berbagai peraturan yang siap untuk ditaati. 

Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam membahas penelitian ini ialah teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh Peter M Blau (1964). Konsep pertukaran sosial Peter M. Blau (1964) mengungkapkan bahwa tindakan seseorang akan berhenti jika reaksi yang diharapkan tidak kunjung datang. Artinya, bahwa ketika ikatan antara individu dengan individu atau kelompok terbentuk, maka hadiah yang saling mereka pertukarkan didalamnya akan membantu mempertahankan ikatan diantara mereka. Ketika hadiah dirasa tidak memadai oleh satu pihak atau keduanya, maka ikatan diantara mereka bisa jadi melemah atau hancur.

Blau sendiri memulai dari premis dasar bahwasanya interaksi sosial itu memiliki nilai bagi individu. Dengan mengeskplorasi beragam nilai inilah kemudian Ia memahami hasil kolektif dari interaksi sosial tersebut,termasuk didalamnya distribusi kekuasaan di dalam masyarakat (Scott dan Calhoun 2004).

Menurut Peter M. Blau, seseorang melakukan interaksi sosial untuk satu alasan yang sama, yaitu mereka membutuhkan sesuatu dari orang lain.Selain itu, seseorang berinteraksi dan melakukan pertukaran dengan orang lain tidak semata hanya karena motif transaksi ekonomi dan norma resiprositas saja, melainkan juga karena dengan pemberian (gives) mereka itu dapat memberikan peluang untuk mendapatkan kekuasaan (power). “thetendency to help others is frequently motivated by the expectation that doingso will bring social rewards”(Blau, 1964).

Blau percaya bahwasanya struktur sosial itu terbentuk dari interaksi sosial, akan tetapi ia juga meyakini bahwa segera setelah struktur sosial itu terbentuk maka ia akan sangat mempengaruhi interaksi sosial itu sendiri (fakta sosial). Dengan demikian, pendekatan pertukaran sosial Blau bergerak dari aras mikro subjektif hingga ke makro objektif (struktur sosial) dengan memberikan penjelasan saling pengaruh diantara keduanya. Penghubung antara kedua aras itu menurut Blau adalah Nilai dan Norma (konsensus) yang berkembang dalam masyarakat setempat.Menurut Blau, “konsensus mengenai nilai sosial menyediakan basis untuk memperluasjarak transaksi sosial melampaui batas-batas kontak sosial langsung dan untuk mengekalkan struktur sosial melampaui batas umur manusia” (Ritzer dan Goodman,2010).

Dapat dilihat misalnya, dalam konteks modal sosial gantangan dimana norma dan nilai silih bantu (resprositas) yang disepakati ini dapat tertanam dengan kuat dan berjalan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sekalipun dengan perubahan dan transformasi pola yang terus berkembang.Sebagaimana dikemukakan oleh Peter M. Blau, terdapat empat (4) langkah proses atau tahapan dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial hingga perubahan sosial (Ritzer dan Goodman, 2010). Pada tingkat kemasyarakatan, misalnya, Blau membedakan antara dua jenis organisasi sosial, yaitu kelompok sosial asli dan organisasi sosial yang dengan sengaja didirikan untuk mencapai keuntungan maksimal (Ritzer dan Goodman, 2010).

Kedua jenis organisasi sosial ini nantinya dapat menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana munculnya varian tipe dan pola pertukaran dalam modal sosial gantangan, yakni ketika tipe nyambungan (gift) yang asli mampu melahirkan organisasi sosial baru dalam bentuk Gintingan dan Golongan atau rombongan yang mirip dengan arisan dan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan bagi anggotanya.

Gintingan dan golongan ini nantinya dapat kita sebut sebagai sebuah “jaringan pertukaran” yaitu sebuah struktur sosial khusus yang dibentuk oleh dua aktor atau lebih yang menghubungkan hubungan pertukaran diantara para aktor (Cook, 1977). Dalam jaringan pertukaran inilah kemudian kita akan memahami bahawasanya kekuasaan seseorang atas orang lain. Hubungan pertukaran adalah kebalikan fungsi dari ketergantungannya terhadap orang lain. 

Hal ini terjadi karena pemahaman bahwa setiap sistem yang terstruktur itu cenderung terstratifikasi, sehingga komponen tertentu pasti tergantung pada komponen lainnya. Dengan kata lain, akses individu atau kelompok terhadap sumber daya yang bernilai itu berbeda sehingga menimbulkan kekuasaan dan ketergantungan.

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi prilaku yang menjurus pada pertukaran sosial. Persyaratan tersebut adalah pertama, prilaku harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain. Kedua, prilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Hasil dan pembahasan

Setelah melakukan wawancara kepada responden mengenai cadar, saya menemukan sejumlah fakta berupa pendapat dari masyarakat bercadar dan masyarakat non cadar.

Dokumentasi Pribadi Peneliti
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang menggunakan cadar, faktor perempuan bercadar itu disebabkan oleh :

A. Lingkungan,
Sebagian perempuan memilih memakai cadar karena factor peraturan yang harus dipatuhi di tempat ia berada, misalnya dayah dan sekolah pondok yang mewajibkan setiap pelajar perempuan harus menggunakan cadar. Tetapi setelah selesai menempuh pendidikan di tempat tersebut, maka ia boleh memilih melanjutkan memakai cadar atau tidak seperti hal nya responden yang saya tanyakan, bahwa ia hanya menggunakan cadar karena mengikuti peraturan di tempat ia belajar, setelah itu ia memilih untuk tidak lagi menggunakan cadar. 

B. Kemauan sendiri
Menurut sebagian perempuan lainnya mereka menggunakan cadar karena kemauan sendiri yang timbul dari niat untuk menutup aurat secara sempurna. Bagi mereka, cadar adalah hal yang indah bukan hal aneh yang tidak dapat diterima oleh pikiran hati seseorang dan juga cadar itu membuat seorang perempuan merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas.

Selanjutnya hasil wawancara terhadap masyarakat non cadar, mengenai persepsi mereka terhadap perempuan yang menggunakan cadar, yaitu :

A. Pro cadar
Menurut sebagian masyarakat, perempuan yang menggunakan cadar dipandang baik, terlihat sopan dan tidak berbeda. Mereka menilai perempuan yang bercadar sudah memilih jalannya sendiri dalam menutup aurat nya sebagai muslimah. Mereka juga dapat berkomunikasi baik dengan perempuan yang menggunakan cadar, bersosial, bahkan memiliki pertemanan yang akrab. 

B. Kontra cadar
Sebagian masyarakat lagi menyebutkan bahwa mereka tidak setuju dengan perempuan yang menggunakan cadar. Bagi mereka, cadar dianggap sebagai penghalang komunikasi, menutup identitas, dan bahkan menganggap cadar sebagai penutup aib ( Misalnya : hamil di luar nikah, cacat pada wajah, ). 

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat dilihat bahwa mereka yang menggunakan cadar disebabkan oleh factor peraturan suatu tempat dan berdasarkan kemauan sendiri. Persepsi sebagian besar Masyarakat Kecamatan Montasik condong pro terhadap wanita bercadar, mereka menerima perempuan bercadar yang ada di tengah masyarakat, hanya sebagian kecil yang kontra terhadap perempuan yang bercadar tentu dengan alasan pribadi mereka. 

Daftar Pustaka
Kotler, Phillips. Marketing Management Analysis, Planning, Implementation & Control. Prentice Hall Int,1995.
Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ritzer. George. 2010. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda Terjemahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Tandra, Indra.2016.PersepsiMasyarakat Tentang Perempuan Bercadar.
Wirawan. I,B. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta : Kencana.

Karya : Dira Sasqia
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala



Rabu, 01 Agustus 2018

Persepsi Masyarakat Ajun Kecamatan Peukan Bada Tentang Pernikahan Di Usia Muda

Pernikahan usia muda merupakan ikatan lahir dan batin yang dilakukan oleh seorang pemuda pemudi yang belum mencapai taraf yang ideal untuk melakukan suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang dewasa. Masalah pernikahan muda acap kali menjadi persoalan yang menguak  di berbagai daerah-daerah di Indonesia tak terkecuali di Aceh. Rendah nya pengetahuan terhadap nikah usia muda menimbulkan ketidaksesuaian  terhadap undang-undang, agama dan adat setempat dikarenakan nikah usia muda terjadi sejak nenek kita dan sekarang ada sebagian yang menganggap negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Aceh kecamatan Peukan Bada melakukan pernikahan di  usia muda, bagaimana pernikahandi usia muda dipersepsikan oleh masyarakat di daerah tersebutdan bagaimana persepsi itu  dikonstruksikan menjadi realitas sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, dimana yang menjadi informan diperoleh dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. Untuk menganalisis penelitian ini, peneliti menggunakan teori pertukaran sosial George C Homans yang ditinjau dari interaksi sosial antar individu yang berhubungan dengan biaya (cost), ganjaran (reward), dan keuntungan (profit ). Hasil penelitian ini bahwa faktor-faktor penyebab terjadi nya masyarakat di Ajun melaksanakan pernikahan di usia muda adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor kemauan sendiri. Persepsi masyarakat Ajun mengenai hal ini merupakan sesuatu hal yang wajar jika tidak menyimpang dari agama dan negara serta dalam pernikahan di usia muda kedua pasangan mampu peka terhadap tanggung jawab dalam membina rumah tangga nya.  

Kata Kunci : Persepsi, Masyarakat, Pernikahan di usia muda


PENDAHULUAN 
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan “ Ketuhan Yang Maha Esa”. ( Mohd. Idris ramulyo, 2004:43).Pernikahan muda sampai saat ini masih menjadi fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan atau masyarakat tradisional. Perkawinan usia muda adalah perkawinan laki-laki atau perempuan yang belum baligh. Apabila ada batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun, maka perkawinan belia adalah perkawinan dibawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqh, dan dibawah 17/18 tahun menurut Abu Hanifah.  Untuk menikah ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu kesiapan fisik dan kesiapan mental. Kesiapan fisik seseorang dilihat salah satunya dari kemampuan ekonomi, sedangkan kesiapan mental dilihat dari faktor usia. Jika pernikahan dilakukan di usia yang sangat muda yaitu menikah dini yang secara fisik dan mental memang belum siap, maka akan dapat menimbulkan permasalahan. 

Pernikahan usia muda merupakan ikatan lahir dan batin yang dilakukan oleh seorang pemuda pemudi yang belum mencapai taraf yang ideal untuk melakukan suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang dewasa. Pernikahan usia muda dalam hal ini dapat diartikan menikah dalam usia muda yang dilakukan pada awal waktu tertentu dan dapat diartikan keadaan kehidupan yang belum mapan secara finansial. (Ilusian Muhammad 2001: 68). Seiring dengan nilai filosofis yang positif dari pernikahan mendorong masyarakat untuk melaksanakan pernikahan. Fenomena yang muncul kemudian adalah maraknya pernikahan usia muda yakni pernikahan yang dilakukan oleh kedua mempelai yang salah satu nya atau kedua nya dipandang masih dibawah umur yang dipandang wajar untuk melaksanakan pernikahan.

Ketentuan dalam undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 memperbolehkan seorang perempuan usia 16 tahun menikah dan untuk laki laki 19 tahun, jika kedua belah pihak atau salah satu pihak yang ingin melangsungkan pernikahan belum mencapai umur yang telah ditentukan tersebut, maka kedua belah pihak harus dapat menunjukkan surat bukti dispensasi dari pengadilan. Sedangkan ketentuan dalam undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia di bawah 20 tahun beresiko terjadi kanker serviks serta penyakit menular seksual(Bunners, 2006).

Perkawinan didasarkan atas perhitungan dan perencanaan yang kurang matang baik dari segi kedewasaan usia, kematangan berpikir, persiapan mental dan fisik serta penyediaan prasaran tidak menjamin memperoleh kebahagiaan dalam menggarungi bahtera rumah tangga. Maka dari itu masalah penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan memanglah sangat penting, karena suatu perkawinan haruslah memiliki kematangan secara biologis dan psikologis (seorjono seokanto, 2004 : 83).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Aceh (BPS) dalam angka 2009 presentasi penduduk perempuan yang menikah usia muda (kurang dari 15 tahun didaerah pedesaan lebih besar yaitu masing-masing sebesar 9.29 persen dan 7,01 persen dibandingkan daerah perkotaan. Selanjutnya presentase penduduk perempeuan yang menikah pada usia 18 tahun ke bawah (10-15 dan 16-18 tahun) masih lebih tinggi didaerah pedesaan yaitu sebesar 44,02 persen dan daerah perkotaan sebesar 35.86 persen. ( Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, Katalog 4103. 11 tahun 2010 ). Antara agama dan negara terdapat perbedaan pandangan dalam memaknai pernikahan usia muda. Istilah pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Yang dianggap sudah mapan tetapi terjadinya penyimpangan hukum yang telajh menetapkan umur wanita agar menikah. Dimana para laki-laki dewasa lebih memilih menyunting wanita dibawah umur 16 tahun di bandingkan wanita dewasa. 

Terjadinya pernikahan diusia muda tentunya masyarakat mempunyai pandangan, sikap, pengetahuan, dan perilaku terhadap masalah tersebut dimana terjadi nya perbedaan antara agama dan hukum dengan kata lain sebagai rasa peduli masayrakat akan kondisi daerah nya, tentu mereka mempunyai pandangan, tanggapan, dan perilaku terhadap kehadiran masalah yang meninmbulkan keresahan dan kekhawatiran dalam kehidupan masyarakat. Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat mengenai  perkawinan usia muda  di Desa Ajun Kecamatan Peukan bada. 


TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Laura (2010 : 283) persepsi ialah proses mengorganisasikan dan  menginterprestasikan informasi sensoris untuk memberikan pengetahuan makna, dan pandangan seseoran atas objek atau rangsangan tertentu (stimulus) yang menjadi pusat perhatiannya. proses ini kemudian diaplikasikan secara nyata maupun tidak nyata dalam bentuk penafsiran atau tindakan tertentu. persepsi bersumber dari penegtahuan (sesuatu yang diketahui lewat panca indra) , pengalaman, karakteristik objek dan personal atau individual. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi adalah faktor internal, perasaa, pengalaman, kemampuan berpikir, motivasi, dan kerangka acuan. 

Masyarakat. Selo Seomardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan di lokasi geografik tertentu. menurut Ralph Linton (dalam Supardan, 2008 :28) masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur  diri mereka sendiri, dan mengganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial. 

Pernikahan usia muda  adalah pernikahan yang dilakukan oleh individu yang berusia di bawah 19 tahun dan merupakan suatu hubungan antar pasangan dan interaksi antar wanita yang bersifat suci atau sakrakl dan saling mengetahuintugas masing-masing sebagai suami istri. (Walgito: 2004) 

KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Dalam sosiologi melihat perkawinan sebagia suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi di antara sepsang suami-istri. Oleh karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup tinggal bersama, proses pertukarandalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan serta disepakati bersama. Bila aspek biologis dan psikologis yang merupakan latar belakang  terjadinya perkawinan merupakan komoditi bersama dalam arti digunakan dan diperoleh karena adanya kesediaan dari kedua belah pihak, maka kenyataan ini cenderung merupakan hubungan pertukaran yang teratur dalam kehidupan perkawinan. Latar belakang ini telah menyebabkan penulis memilih pertukaran sosial dari George Homans  untuk menelaah permasalahan secara keseluruhan. Sumber kebahagiaan manusia umumnya berasaldari hubungan sosial. Baik itu merupakan cinta atau kekuasaan hubungan itu mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain demikian pula hal nya terhadap kepuasaan-epuasaan yang tidak mementingkan diri sendiri (Ihromi, 2004; 175). 

George Homans (1958; 1961) adalah orang yang dikenal membawa Teori Social Exchange ke disiplin Ilmu Sosial. Homans fokus pada hubungan interpersonal diantara orang-orang di keluarga dan masyarakat. Konsep pemikiran George Homans adalah adanya karakteristik sifat manusia yang universal di seluruh dunia, yaitu bahwa perilaku manusia (konsep behaviorism di psychology) ada yang “Positive Reinforcement and Negative Reinforcement”. Homans juga menyatakan adanya “ The rule of distributive justice “ artinya : adanya harapan bahwa rewards pada masing-masing orang yang berhubungan akan “proporsional“ dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing orang tersebut, sehingga net result dari masing-masing orang itu akan proporsional dengan investasinya dalam hubungan tersebut. Apabila peraturan ini dilanggar, maka orang-orang yang dirugikan akan marah, dan orang-orang yang diuntungkan akan merasa bersalah. 

Teori pertukaran yang dibangun oleh George C. Homans merupakan reaksi terhadap paradigma fakta sosial yang terutama dikemukakan oleh Durkheim. Homans mengatakan bahwa proses interaksi sosial dapat memunculkan suatu fenomena baru akibat dari interaksi tersebut. Sekalipun ia mengakui proses interaksi, namun ia juga memperoalkan bagaimana cara menerangkan fenomena yang muncul dari proses interaksi. Teori pertukaran adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi atau menukar objek-objek yang terkandung nilai berdasarkan tatanan sosial tertentu. adapun objek yang dipertukarkan itu bukanlah benda yang nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata. Ide tentang pertukaran itu juga menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan, pencapaian sesuatu, dan pernyataan-pernyataan antar individu. Dengan demikian ide tentang pertukatan itu sangat luas tetapi inklusif (Saifuddin N., 2001:4). Teori pertukaran modern sangat dipengaruhi oleh psikologi eksperimental. Hal ini berarti mengandung kesamaan denga teori sosila mikro. 

Adapun prinsip- prinsip teori pertukaran ini adalah : 
  • Satuan analisis yaitu sesuatu yang diamati dalam penelitian dan memainkan peran penting dalam menjelaskan tatanan sosial dan individu. 
  • Motif pertukaran diasumsikan bahwa setiap orang mempunyai keinginan sendiri. Setiap orang akan memerlukan sesuatu tetapi itu tidaklah merupakan tujuan yang umum. Artinya orang melakukan pertukaran karena termotivasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan yang khas. 
  • Faedah atau Keuntungan berbentuk biaya yang dikeluarkan seseorang akan memperoleh suatu “hadiah” (reward) yang terkadang tidak memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Cost dapat didefenisikan sebagai upaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan kepuasan ditambah dengan reward apabila melakukan sesuatu. Kepuasan atau reward yang diperoleh seseorang itu dapat dinilai sebagai sebuah keuntungan. 
  • Pengesahan sosial merupakan suatu pemuas dan merupakan motivator yang umum dalam sistem pertukaran. Besarnya ganjaran tidak diberi batasan karena sifatnya individual dan emosional. Reward adalah ganjaran yang memiliki kekuatan pengesahan sosial (social approval).  

Teori pertukaran sosial menjelaskan keberadaan dan ketahanan kelompok sosial, termasuk keluarga melalui bantuan selfinterest dari individu anggotanya. Fokus sentral teori adalah motivasi (hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan), yang berasal dari keinginan diri sendiri. Teori ini didasari paham utilitarianisme (individu dalam menentukan pilihan secara rasional menimbang antara imbalan (rewards) yang akan diperoleh, dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Para sosiolog penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain jika dianggapnya menghasilkan keuntungan (selisih antara imbalan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan). Dalam hal ini ada nya  keterkaitan dengan permasalahn yang diteliti yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda dikalangan masyarakat Ajun, yang mana adanya suatu motivasi yang mendorong seseorang melakukan pernikahan usia muda sehingga terbentuk suatu hubungan sosial antara kedua belah pihak pasangan yang muncul dengan reward yang diperolah, dan biaya yang dikeluarkan.

Konsep pertukaran sosial mirip dengan pertukaran ekonomi. Dimana seseorang mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Pernikahan muda di Desa Ajun merupakan salah satu bentuk pertukaran sosial. Perempuan rela menikah di usia muda untuk memperoleh tujuan tertentu seperti perbaikan ekonomi. Sesuai dengan proposisi Rasional Homans, dimana tindakan seseorang tergantung pada persepsi mereka terhadap probabilitas kesuksesan.  Meskipun bisa saja dianggap negatif bagi pihak lain, namun apabila perempuan memaknai pernikahan muda sebagai alternatif tindakan yang notabene ‘menguntungkan’ baik bagi dirinya maupun keluarganya maka tindakan tersebut terus dilakukan.Dalam pernikahan muda, secara tidak langsung perempuan memberikan penawaran untuk menukar komoditas yang ia miliki seperti kecantikan atau kesuburan dan ditukar dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan dari sisi KTD, perempuan yang masih belia menikah dengan tujuan keuntungan berupa tanggungjawab dari pihak laki-laki dan terbebasnya perempuan dari sanksi sosial masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor – faktor penyebab terjadi nya pernikahan di usia muda
Menikah muda telah menjadi pilihan hidup, tentu ada berbagai macam alasan di balik pernikahan dini yang mereka lakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa responden ada beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melaksanakan pernikahan di usia muda antara lain : 

  • Faktor Ekonomi

Sebagian responden yang diwawancarai menyatakan bahwa penyebab mereka melakukan pernikahan di usia muda ialah ada kaitannya dengan ekonomi. Hal ini terjadi karena keadaan ekonomi keluarga kurang stabil atau kurang mampu, untuk meringankanh beban orang tua nya serta pemenuhan kehidupan dirinya sehari –hari maka ke empat responden tersebut melaksanakan pernikahan. Tidak hanya itu ada nya dukungan dari calon suami yang mempunyai pengahasilan sendiri cendrung wanita tertarik untuk menikah, mereka menganggap bahwa jika sudah menikah maka biaya hidup akan ditanggung oleh sang suami dan mereka tidak perlu memikirkan bagaimana cara untuk memperoleh penghasilan diri sendiri dengan bekerja. Jika dilihat dari segi positif nya hal itu tidak lah menjadi suatu permasalahan namun secara sosial ekonomi pernikahan di usia muda menunjukkan rendah nya status wanita. Pada beberapa kasus, pernikahan usia muda berkaitan dengan terputusnya kelanjutan pendidikan wanita sehingga status wanita menjadi rendah. Hal tersebut tidak menjadi patokan untuk saat ini, dimana ada beberapa wanita tetap melanjutkan pendidikan dan bekerja walaupun sudah menikah. 

  • Faktor Pendidikan

Rendah nya tingkat pendidikan orang tua, anak, serta masyarakat menyebabkan terjadinya suatu pernikahan di usai muda. Berbagai macam tipe hubungan orang tua dan anak yang mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan pernikahan di usia muda. Pertama, sebagian orang tua memiliki pengetahuan akan fungsi dalam melanjutkan pendidikan memberikan saran untuk anaknya agar dapat melanjutkan pendidikan, namun kadangkala anak nya tersendiri tidak ingin untuk melaksanakannya. Kedua, orang tua yang kurang memahami arti penting nya pendidikan menyuruh anak nya untuk tetap melanjutkan pendidikan, dan kembali lagi anak nya mau atau tidak untuk melaksanakannya. Hal tersebut berkaitan dengan hasil wawancara yang diperoleh dari responden yang berinisial Fatna dan Icha dimana orang tua menyarankan mereka untuk melanjutkan pendiidikan namun mereka tidak ingin melakukan nya sehingga apa boleh buat orang tua merestui mereka untuk melaksanakan pernikahan. Dari penyataan itu penyebab seseorang menikah muda  tidak serta merta atas orang tua atau anak yang tidak setuju akan melanjutkan pendidikan namun tergantung bagaimana rasa antusias orang tua atau anak melakukannya. Selain itu tinggi rendah nya  ekonomi keluarga juga mendukung melanjutkan pendidikan atau tidak. Ada sebagian orang tua yang rendah penghasilannya tetap mau membiayai anak nya untuk sekolah. Semua hal itu kembali lagi atas kemauan sendiri. 

  • Faktor kemauan sendiri

Pernikahan usia muda disebabkan ada nya kemauan sendiri dari pasangan. Karena keduanya sudah saling mencitai dan menyayangi sehingga mereka ingin menikah tanpa memandang umur terlebih dahulu. Adanya perasaan saling cinta dan sudah merasa cocok. Dalam kondisi nya yang sudah memiliki pasangan dan pasangan nya berkeinginan yang sama yaitu menikah di usia muda tanpa memikirkan apa masalah yang dihadapi. 
Dari beberapa penyataan diatas ada penyebab lain terjadinya pernikahan di usai muda, karena ada nya hubungan yang tidak baik dengan keluarga dimana menurut Lisa, dia tinggal bersama dengan ayah tiri nya dan ibu nya. kedua orang tua nya tidak lagi mempedulikan dia sehingga dia juga ingin segera mencari kebahagiaan lain dengan menikah. 

Persepsi Masyarakat Ajun Tentang Pernikahan Usia Muda. 
Menurut beberapa responden menikah di usia muda merupakan suatu hal yang wajar saja jika dilihat dari sudut pandang agama dan negara yang menyetujui nya. Mereka mengatakan bahwa usia ideal seseorang menikah itu ialah wanita yang berumur 20 tahun dan lelaki 25-27 tahun. Penyebab seseorang menikah bisa saja seseorang tersebut tidak ingin melanjutkan pendidikan nya lagi. Tidak hanya itu menurut warga gampong Ajun bernama Ratna Juita, melihat seorang menikah muda pasti dipengaruhi oleh faktor pergaulan, lingkungan, dan atas keinginannya sendiri. Meskipun ada beberapa alasan yang lain namun itu menjadi alasan yang umum bagi seseorang yang menikah muda. Untuk melaksanakan pernikahan beberapa responden memandang bahwa kedua pasangan harus terlebih dahulu mengetahui dampak-dampak apa saja yang dapat memepengaruhi kehidupan mereka selanjutnya. 

Menurut Kepala KUA Peukan Bada  adanya persiapan yang matang baik dari segi sikap, pengahsilan dan pengetahuan akan megelola suatu rumah tangga sangat lah diperlukan. Kematangan dan kedewasaan seseorang dalam menikah tidak hanya ditentukan oleh umur yang tua namun bagaimana seseorang itu bisa mengatur rumah tangga nya dengan baik dan peka nya terhdapa tanggung jawab. Kedua pasangan yang melaksanakan pernikahan harus ada pengendalian dari orang tua nya atau dispensasi dari wali dan pengadilan agama. jika saja pernikahan tetap dijalankan tanpa adanya persetujuan maka dapat menjadi suatu permasalahn dan penyimpangan. Secara umum masyarakat Ajun mengaanggap bahwa pernikahan usia muda suatu hal yang dilakukan oleh dua orang yang tidak memiliki kesiapan mental, fisik, serta pengahasilan. Jika saja terjadi suatu perceraian akibat menikah di usia muda itu tergantung bagaimana seseorang menjalaninya. Tidak semua yang menikah di usia di bawah umur 20 tahun manyoritas nya tejradi perceraian, malah ada sebagaian pasangan dengan usia diatas 30 bisa saja terjadi suatu perceraian. Oleh karena itu umur seseorang tidak menentukan suatu pernikahan dapat bertahan lama. Ada beberapa manfaat menikah muda jika dipandang dari pernyataan beberpa reseponden yaitu dengan pernikahan di usia muda dapat mencegah dari perbuatan dosa, membentuk suatu kepribadian yang lebih siap untuk dewasa, dan belajar untuk lebih mandiri.

KESIMPULAN 
Berdasarkan pembahasan dan analisa data penelitian maka  dapat disimpulkan : 
Pernikahan usia muda adalah sebuah ikatan antara seseorang pria dan seorang wanita yang kurang memilki persiapan atau kematangan baik secara jasmani, atau fisik, maupun mental, emosional dan sosial. 
  1. Faktor-faktor penyebab terjadi nya pernikahan di usia muda di adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor kemauan sendiri. 
  2. Persepsi masyarakat Ajun tetang pernikahan di usia muda adalah sesuatu hal atau tindakan yang dianggap sah-sah saja jika itu tidak melanggar agama dan negara. Seseorang dianggap ideal untuk menikah  ialah ketika dia memiliki kesiapan atau kematangan dari aspek ekonomi, mental, dan fisik. kemudian kedua nya harus terlebih dahulu  mengetahui dampak maupun akibat dari suatu pernikahan. Adanya kepekaan terhadap tanggung jawab dalam membina sebuah keluarga juga dibutuhkan oleh pasangan yang menikah. Dalam melaksanakan pernikahan seorang yang umurnya dibawah 20 tahun tetap diberikan izin namun haruslah ada dispensasi atau izin dari orang tua, wali, dan pengadilan setempat. 

DAFTAR PUSTAKA
Husein muhammad, 2001. fiqh perempuan, Refleksi kiai atas wacana agama dan gender. Yogyakarta: LKIS.
Ihromi, T. O. 2002. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 
Lexy J. Moleong, 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosdaKarya.
Poloma, Margareth M, 2000. Sosiologi Kotemporer. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Ritzer, George, Douglas J. Goodman. 2013. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana.
Soekanto, Seorjono. 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta; Pt Rineka Citra 
Wirawan. I. B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma Ganda. Jakarta. Kencana

Karya: Siti Hanum Adnan AB
Mahasiswi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala