Kamis, 02 Agustus 2018

Persepsi Masyarakat Kecamatan Montasik Tentang Wanita Bercadar

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang wanita yang memakai cadar dan factor yang menyebabkan wanita bercadar di Kecamatan Montasik. Penelitian ini menggunakan populasi masyarakat Montasik. Metode pengumpulan data melalui wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Yaitu prosedur penelitian yang diamati menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari kelompok masyarakat Kecamatan Montasik yang diamati selama melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Montasik memberikan respon positif terhadap wanita bercadar dan ada beberapa lainnya memberikan respon negatif terhadap wanita yang bercadar.

Pendahuluan
Menurut Shihab dalam Mailani (2013) cadar dalam Islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutup semua aurat termasuk wajah dan telapak tangan. Dasar dari penggunaan cadar adalah untuk menjaga perempuan sehingga tidak menjadi fitnah dan menarik perhatian laki-laki yang bukan mahramnya.

Bahwa memakai cadar dan juga jilbab bukanlah sekedar budaya Timur Tengah saja, namun dalam ajaran Islam yang disampaikan oleh para ulama sebagai pewaris nabi, cadar merupakan salah satu cara dalam menutup aurat. Jika memang ajaran Islam ini sudah dianggap sebagai budaya local oleh masyarakat Timur Tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik.

Secara umum keberadaan perempuan bercadar masih menuai pro dan kontra oleh masyarakat. Sebagian masyarakat menilai bahwa perempuan bercadar tersebut mengganggu hubungan sosial dalam masyarakat. Masyarakat juga beranggapan pemakai cadar adalah terorisdan penganut aliran sesat bahkan ada masyarakat  yang menganggap cadar sebagai alat untuk menutupi aibnya. Sebagian masyarakat lainnya menerima dan mendukung perempuan yang bercadar. Bagi mereka perempuan bercadar terlihat baik dan sempurna dalam menunaikan salah satu perintah Allah yaitu menutup aurat secara sempurna. Lalu bagaimana dengan persepsi masyarakat yang ada di Kecamatan Montasik,  apakah mereka pro atau kontra terhadap perempuan yang bercadar, maka dari itu penulis ingin mengkaji persepsi masyarakat Kecamatan Montasik melalui tulisan ini. 

Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan terbuka yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005 : 51). 
Menurut Philip Kotler ( Manajemen Pemasaran, 1993, Hal : 219) persepsi adalah proses bagaiamana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kategorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif.

B. Persepsi Positif dan Negatif 
Menurut Robbins (2002: 14) bahwa persepsi positif merupakan penilaian individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang dipersepsikan. 

C. Definisi Masyarakat dan Ciri-cirinya 
Menurut Soemardjan dalam Soekanto (2001: 92) menyatakan bahwa masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Sedangkan menurut Koentjaningrat, (2009: 115-118) “masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinue dan yang terikat dalam satu rasa identitas bersama”. Menurut Selo Soemardjan dalam Gustriana (2009: 18) masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Selain itu Soekanto, (2001: 95) mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut :
  1. Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusiamanusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia. 
  2. Sadar bahwa mereka merupakan satu-kesatuan. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan tinggal didalam satu wilayah. Masyarakat yang sesungguhnya adalah sekumpulan orang yang telah memiliki hukum adat, norma-norma dan berbagai peraturan yang siap untuk ditaati. 

Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam membahas penelitian ini ialah teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh Peter M Blau (1964). Konsep pertukaran sosial Peter M. Blau (1964) mengungkapkan bahwa tindakan seseorang akan berhenti jika reaksi yang diharapkan tidak kunjung datang. Artinya, bahwa ketika ikatan antara individu dengan individu atau kelompok terbentuk, maka hadiah yang saling mereka pertukarkan didalamnya akan membantu mempertahankan ikatan diantara mereka. Ketika hadiah dirasa tidak memadai oleh satu pihak atau keduanya, maka ikatan diantara mereka bisa jadi melemah atau hancur.

Blau sendiri memulai dari premis dasar bahwasanya interaksi sosial itu memiliki nilai bagi individu. Dengan mengeskplorasi beragam nilai inilah kemudian Ia memahami hasil kolektif dari interaksi sosial tersebut,termasuk didalamnya distribusi kekuasaan di dalam masyarakat (Scott dan Calhoun 2004).

Menurut Peter M. Blau, seseorang melakukan interaksi sosial untuk satu alasan yang sama, yaitu mereka membutuhkan sesuatu dari orang lain.Selain itu, seseorang berinteraksi dan melakukan pertukaran dengan orang lain tidak semata hanya karena motif transaksi ekonomi dan norma resiprositas saja, melainkan juga karena dengan pemberian (gives) mereka itu dapat memberikan peluang untuk mendapatkan kekuasaan (power). “thetendency to help others is frequently motivated by the expectation that doingso will bring social rewards”(Blau, 1964).

Blau percaya bahwasanya struktur sosial itu terbentuk dari interaksi sosial, akan tetapi ia juga meyakini bahwa segera setelah struktur sosial itu terbentuk maka ia akan sangat mempengaruhi interaksi sosial itu sendiri (fakta sosial). Dengan demikian, pendekatan pertukaran sosial Blau bergerak dari aras mikro subjektif hingga ke makro objektif (struktur sosial) dengan memberikan penjelasan saling pengaruh diantara keduanya. Penghubung antara kedua aras itu menurut Blau adalah Nilai dan Norma (konsensus) yang berkembang dalam masyarakat setempat.Menurut Blau, “konsensus mengenai nilai sosial menyediakan basis untuk memperluasjarak transaksi sosial melampaui batas-batas kontak sosial langsung dan untuk mengekalkan struktur sosial melampaui batas umur manusia” (Ritzer dan Goodman,2010).

Dapat dilihat misalnya, dalam konteks modal sosial gantangan dimana norma dan nilai silih bantu (resprositas) yang disepakati ini dapat tertanam dengan kuat dan berjalan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sekalipun dengan perubahan dan transformasi pola yang terus berkembang.Sebagaimana dikemukakan oleh Peter M. Blau, terdapat empat (4) langkah proses atau tahapan dari pertukaran antar pribadi ke struktur sosial hingga perubahan sosial (Ritzer dan Goodman, 2010). Pada tingkat kemasyarakatan, misalnya, Blau membedakan antara dua jenis organisasi sosial, yaitu kelompok sosial asli dan organisasi sosial yang dengan sengaja didirikan untuk mencapai keuntungan maksimal (Ritzer dan Goodman, 2010).

Kedua jenis organisasi sosial ini nantinya dapat menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana munculnya varian tipe dan pola pertukaran dalam modal sosial gantangan, yakni ketika tipe nyambungan (gift) yang asli mampu melahirkan organisasi sosial baru dalam bentuk Gintingan dan Golongan atau rombongan yang mirip dengan arisan dan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan bagi anggotanya.

Gintingan dan golongan ini nantinya dapat kita sebut sebagai sebuah “jaringan pertukaran” yaitu sebuah struktur sosial khusus yang dibentuk oleh dua aktor atau lebih yang menghubungkan hubungan pertukaran diantara para aktor (Cook, 1977). Dalam jaringan pertukaran inilah kemudian kita akan memahami bahawasanya kekuasaan seseorang atas orang lain. Hubungan pertukaran adalah kebalikan fungsi dari ketergantungannya terhadap orang lain. 

Hal ini terjadi karena pemahaman bahwa setiap sistem yang terstruktur itu cenderung terstratifikasi, sehingga komponen tertentu pasti tergantung pada komponen lainnya. Dengan kata lain, akses individu atau kelompok terhadap sumber daya yang bernilai itu berbeda sehingga menimbulkan kekuasaan dan ketergantungan.

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi prilaku yang menjurus pada pertukaran sosial. Persyaratan tersebut adalah pertama, prilaku harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain. Kedua, prilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Hasil dan pembahasan

Setelah melakukan wawancara kepada responden mengenai cadar, saya menemukan sejumlah fakta berupa pendapat dari masyarakat bercadar dan masyarakat non cadar.

Dokumentasi Pribadi Peneliti
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang menggunakan cadar, faktor perempuan bercadar itu disebabkan oleh :

A. Lingkungan,
Sebagian perempuan memilih memakai cadar karena factor peraturan yang harus dipatuhi di tempat ia berada, misalnya dayah dan sekolah pondok yang mewajibkan setiap pelajar perempuan harus menggunakan cadar. Tetapi setelah selesai menempuh pendidikan di tempat tersebut, maka ia boleh memilih melanjutkan memakai cadar atau tidak seperti hal nya responden yang saya tanyakan, bahwa ia hanya menggunakan cadar karena mengikuti peraturan di tempat ia belajar, setelah itu ia memilih untuk tidak lagi menggunakan cadar. 

B. Kemauan sendiri
Menurut sebagian perempuan lainnya mereka menggunakan cadar karena kemauan sendiri yang timbul dari niat untuk menutup aurat secara sempurna. Bagi mereka, cadar adalah hal yang indah bukan hal aneh yang tidak dapat diterima oleh pikiran hati seseorang dan juga cadar itu membuat seorang perempuan merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas.

Selanjutnya hasil wawancara terhadap masyarakat non cadar, mengenai persepsi mereka terhadap perempuan yang menggunakan cadar, yaitu :

A. Pro cadar
Menurut sebagian masyarakat, perempuan yang menggunakan cadar dipandang baik, terlihat sopan dan tidak berbeda. Mereka menilai perempuan yang bercadar sudah memilih jalannya sendiri dalam menutup aurat nya sebagai muslimah. Mereka juga dapat berkomunikasi baik dengan perempuan yang menggunakan cadar, bersosial, bahkan memiliki pertemanan yang akrab. 

B. Kontra cadar
Sebagian masyarakat lagi menyebutkan bahwa mereka tidak setuju dengan perempuan yang menggunakan cadar. Bagi mereka, cadar dianggap sebagai penghalang komunikasi, menutup identitas, dan bahkan menganggap cadar sebagai penutup aib ( Misalnya : hamil di luar nikah, cacat pada wajah, ). 

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat dilihat bahwa mereka yang menggunakan cadar disebabkan oleh factor peraturan suatu tempat dan berdasarkan kemauan sendiri. Persepsi sebagian besar Masyarakat Kecamatan Montasik condong pro terhadap wanita bercadar, mereka menerima perempuan bercadar yang ada di tengah masyarakat, hanya sebagian kecil yang kontra terhadap perempuan yang bercadar tentu dengan alasan pribadi mereka. 

Daftar Pustaka
Kotler, Phillips. Marketing Management Analysis, Planning, Implementation & Control. Prentice Hall Int,1995.
Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ritzer. George. 2010. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda Terjemahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Tandra, Indra.2016.PersepsiMasyarakat Tentang Perempuan Bercadar.
Wirawan. I,B. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta : Kencana.

Karya : Dira Sasqia
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala



0 komentar:

Posting Komentar