Pernikahan usia muda merupakan ikatan lahir dan batin yang dilakukan oleh seorang pemuda pemudi yang belum mencapai taraf yang ideal untuk melakukan suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang dewasa. Masalah pernikahan muda acap kali menjadi persoalan yang menguak di berbagai daerah-daerah di Indonesia tak terkecuali di Aceh. Rendah nya pengetahuan terhadap nikah usia muda menimbulkan ketidaksesuaian terhadap undang-undang, agama dan adat setempat dikarenakan nikah usia muda terjadi sejak nenek kita dan sekarang ada sebagian yang menganggap negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Aceh kecamatan Peukan Bada melakukan pernikahan di usia muda, bagaimana pernikahandi usia muda dipersepsikan oleh masyarakat di daerah tersebutdan bagaimana persepsi itu dikonstruksikan menjadi realitas sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, dimana yang menjadi informan diperoleh dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. Untuk menganalisis penelitian ini, peneliti menggunakan teori pertukaran sosial George C Homans yang ditinjau dari interaksi sosial antar individu yang berhubungan dengan biaya (cost), ganjaran (reward), dan keuntungan (profit ). Hasil penelitian ini bahwa faktor-faktor penyebab terjadi nya masyarakat di Ajun melaksanakan pernikahan di usia muda adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan dan faktor kemauan sendiri. Persepsi masyarakat Ajun mengenai hal ini merupakan sesuatu hal yang wajar jika tidak menyimpang dari agama dan negara serta dalam pernikahan di usia muda kedua pasangan mampu peka terhadap tanggung jawab dalam membina rumah tangga nya.
Kata Kunci : Persepsi, Masyarakat, Pernikahan di usia muda
PENDAHULUAN
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan “ Ketuhan Yang Maha Esa”. ( Mohd. Idris ramulyo, 2004:43).Pernikahan muda sampai saat ini masih menjadi fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan atau masyarakat tradisional. Perkawinan usia muda adalah perkawinan laki-laki atau perempuan yang belum baligh. Apabila ada batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun, maka perkawinan belia adalah perkawinan dibawah usia 15 tahun menurut mayoritas ahli fiqh, dan dibawah 17/18 tahun menurut Abu Hanifah. Untuk menikah ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu kesiapan fisik dan kesiapan mental. Kesiapan fisik seseorang dilihat salah satunya dari kemampuan ekonomi, sedangkan kesiapan mental dilihat dari faktor usia. Jika pernikahan dilakukan di usia yang sangat muda yaitu menikah dini yang secara fisik dan mental memang belum siap, maka akan dapat menimbulkan permasalahan.
Pernikahan usia muda merupakan ikatan lahir dan batin yang dilakukan oleh seorang pemuda pemudi yang belum mencapai taraf yang ideal untuk melakukan suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang dewasa. Pernikahan usia muda dalam hal ini dapat diartikan menikah dalam usia muda yang dilakukan pada awal waktu tertentu dan dapat diartikan keadaan kehidupan yang belum mapan secara finansial. (Ilusian Muhammad 2001: 68). Seiring dengan nilai filosofis yang positif dari pernikahan mendorong masyarakat untuk melaksanakan pernikahan. Fenomena yang muncul kemudian adalah maraknya pernikahan usia muda yakni pernikahan yang dilakukan oleh kedua mempelai yang salah satu nya atau kedua nya dipandang masih dibawah umur yang dipandang wajar untuk melaksanakan pernikahan.
Ketentuan dalam undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 memperbolehkan seorang perempuan usia 16 tahun menikah dan untuk laki laki 19 tahun, jika kedua belah pihak atau salah satu pihak yang ingin melangsungkan pernikahan belum mencapai umur yang telah ditentukan tersebut, maka kedua belah pihak harus dapat menunjukkan surat bukti dispensasi dari pengadilan. Sedangkan ketentuan dalam undang-undang Kesehatan No.36 tahun 2009 memberikan batasan 20 tahun, karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia di bawah 20 tahun beresiko terjadi kanker serviks serta penyakit menular seksual(Bunners, 2006).
Perkawinan didasarkan atas perhitungan dan perencanaan yang kurang matang baik dari segi kedewasaan usia, kematangan berpikir, persiapan mental dan fisik serta penyediaan prasaran tidak menjamin memperoleh kebahagiaan dalam menggarungi bahtera rumah tangga. Maka dari itu masalah penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan memanglah sangat penting, karena suatu perkawinan haruslah memiliki kematangan secara biologis dan psikologis (seorjono seokanto, 2004 : 83).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Aceh (BPS) dalam angka 2009 presentasi penduduk perempuan yang menikah usia muda (kurang dari 15 tahun didaerah pedesaan lebih besar yaitu masing-masing sebesar 9.29 persen dan 7,01 persen dibandingkan daerah perkotaan. Selanjutnya presentase penduduk perempeuan yang menikah pada usia 18 tahun ke bawah (10-15 dan 16-18 tahun) masih lebih tinggi didaerah pedesaan yaitu sebesar 44,02 persen dan daerah perkotaan sebesar 35.86 persen. ( Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, Katalog 4103. 11 tahun 2010 ). Antara agama dan negara terdapat perbedaan pandangan dalam memaknai pernikahan usia muda. Istilah pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Yang dianggap sudah mapan tetapi terjadinya penyimpangan hukum yang telajh menetapkan umur wanita agar menikah. Dimana para laki-laki dewasa lebih memilih menyunting wanita dibawah umur 16 tahun di bandingkan wanita dewasa.
Terjadinya pernikahan diusia muda tentunya masyarakat mempunyai pandangan, sikap, pengetahuan, dan perilaku terhadap masalah tersebut dimana terjadi nya perbedaan antara agama dan hukum dengan kata lain sebagai rasa peduli masayrakat akan kondisi daerah nya, tentu mereka mempunyai pandangan, tanggapan, dan perilaku terhadap kehadiran masalah yang meninmbulkan keresahan dan kekhawatiran dalam kehidupan masyarakat. Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang persepsi masyarakat mengenai perkawinan usia muda di Desa Ajun Kecamatan Peukan bada.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Laura (2010 : 283) persepsi ialah proses mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi sensoris untuk memberikan pengetahuan makna, dan pandangan seseoran atas objek atau rangsangan tertentu (stimulus) yang menjadi pusat perhatiannya. proses ini kemudian diaplikasikan secara nyata maupun tidak nyata dalam bentuk penafsiran atau tindakan tertentu. persepsi bersumber dari penegtahuan (sesuatu yang diketahui lewat panca indra) , pengalaman, karakteristik objek dan personal atau individual. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi adalah faktor internal, perasaa, pengalaman, kemampuan berpikir, motivasi, dan kerangka acuan.
Masyarakat. Selo Seomardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan di lokasi geografik tertentu. menurut Ralph Linton (dalam Supardan, 2008 :28) masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri, dan mengganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial.
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh individu yang berusia di bawah 19 tahun dan merupakan suatu hubungan antar pasangan dan interaksi antar wanita yang bersifat suci atau sakrakl dan saling mengetahuintugas masing-masing sebagai suami istri. (Walgito: 2004)
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Dalam sosiologi melihat perkawinan sebagia suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi di antara sepsang suami-istri. Oleh karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup tinggal bersama, proses pertukarandalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan serta disepakati bersama. Bila aspek biologis dan psikologis yang merupakan latar belakang terjadinya perkawinan merupakan komoditi bersama dalam arti digunakan dan diperoleh karena adanya kesediaan dari kedua belah pihak, maka kenyataan ini cenderung merupakan hubungan pertukaran yang teratur dalam kehidupan perkawinan. Latar belakang ini telah menyebabkan penulis memilih pertukaran sosial dari George Homans untuk menelaah permasalahan secara keseluruhan. Sumber kebahagiaan manusia umumnya berasaldari hubungan sosial. Baik itu merupakan cinta atau kekuasaan hubungan itu mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain demikian pula hal nya terhadap kepuasaan-epuasaan yang tidak mementingkan diri sendiri (Ihromi, 2004; 175).
George Homans (1958; 1961) adalah orang yang dikenal membawa Teori Social Exchange ke disiplin Ilmu Sosial. Homans fokus pada hubungan interpersonal diantara orang-orang di keluarga dan masyarakat. Konsep pemikiran George Homans adalah adanya karakteristik sifat manusia yang universal di seluruh dunia, yaitu bahwa perilaku manusia (konsep behaviorism di psychology) ada yang “Positive Reinforcement and Negative Reinforcement”. Homans juga menyatakan adanya “ The rule of distributive justice “ artinya : adanya harapan bahwa rewards pada masing-masing orang yang berhubungan akan “proporsional“ dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing orang tersebut, sehingga net result dari masing-masing orang itu akan proporsional dengan investasinya dalam hubungan tersebut. Apabila peraturan ini dilanggar, maka orang-orang yang dirugikan akan marah, dan orang-orang yang diuntungkan akan merasa bersalah.
Teori pertukaran yang dibangun oleh George C. Homans merupakan reaksi terhadap paradigma fakta sosial yang terutama dikemukakan oleh Durkheim. Homans mengatakan bahwa proses interaksi sosial dapat memunculkan suatu fenomena baru akibat dari interaksi tersebut. Sekalipun ia mengakui proses interaksi, namun ia juga memperoalkan bagaimana cara menerangkan fenomena yang muncul dari proses interaksi. Teori pertukaran adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi atau menukar objek-objek yang terkandung nilai berdasarkan tatanan sosial tertentu. adapun objek yang dipertukarkan itu bukanlah benda yang nyata, melainkan hal-hal yang tidak nyata. Ide tentang pertukaran itu juga menyangkut perasaan sakit, beban hidup, harapan, pencapaian sesuatu, dan pernyataan-pernyataan antar individu. Dengan demikian ide tentang pertukatan itu sangat luas tetapi inklusif (Saifuddin N., 2001:4). Teori pertukaran modern sangat dipengaruhi oleh psikologi eksperimental. Hal ini berarti mengandung kesamaan denga teori sosila mikro.
Adapun prinsip- prinsip teori pertukaran ini adalah :
- Satuan analisis yaitu sesuatu yang diamati dalam penelitian dan memainkan peran penting dalam menjelaskan tatanan sosial dan individu.
- Motif pertukaran diasumsikan bahwa setiap orang mempunyai keinginan sendiri. Setiap orang akan memerlukan sesuatu tetapi itu tidaklah merupakan tujuan yang umum. Artinya orang melakukan pertukaran karena termotivasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan yang khas.
- Faedah atau Keuntungan berbentuk biaya yang dikeluarkan seseorang akan memperoleh suatu “hadiah” (reward) yang terkadang tidak memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Cost dapat didefenisikan sebagai upaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan kepuasan ditambah dengan reward apabila melakukan sesuatu. Kepuasan atau reward yang diperoleh seseorang itu dapat dinilai sebagai sebuah keuntungan.
- Pengesahan sosial merupakan suatu pemuas dan merupakan motivator yang umum dalam sistem pertukaran. Besarnya ganjaran tidak diberi batasan karena sifatnya individual dan emosional. Reward adalah ganjaran yang memiliki kekuatan pengesahan sosial (social approval).
Teori pertukaran sosial menjelaskan keberadaan dan ketahanan kelompok sosial, termasuk keluarga melalui bantuan selfinterest dari individu anggotanya. Fokus sentral teori adalah motivasi (hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan), yang berasal dari keinginan diri sendiri. Teori ini didasari paham utilitarianisme (individu dalam menentukan pilihan secara rasional menimbang antara imbalan (rewards) yang akan diperoleh, dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Para sosiolog penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain jika dianggapnya menghasilkan keuntungan (selisih antara imbalan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan). Dalam hal ini ada nya keterkaitan dengan permasalahn yang diteliti yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia muda dikalangan masyarakat Ajun, yang mana adanya suatu motivasi yang mendorong seseorang melakukan pernikahan usia muda sehingga terbentuk suatu hubungan sosial antara kedua belah pihak pasangan yang muncul dengan reward yang diperolah, dan biaya yang dikeluarkan.
Konsep pertukaran sosial mirip dengan pertukaran ekonomi. Dimana seseorang mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Pernikahan muda di Desa Ajun merupakan salah satu bentuk pertukaran sosial. Perempuan rela menikah di usia muda untuk memperoleh tujuan tertentu seperti perbaikan ekonomi. Sesuai dengan proposisi Rasional Homans, dimana tindakan seseorang tergantung pada persepsi mereka terhadap probabilitas kesuksesan. Meskipun bisa saja dianggap negatif bagi pihak lain, namun apabila perempuan memaknai pernikahan muda sebagai alternatif tindakan yang notabene ‘menguntungkan’ baik bagi dirinya maupun keluarganya maka tindakan tersebut terus dilakukan.Dalam pernikahan muda, secara tidak langsung perempuan memberikan penawaran untuk menukar komoditas yang ia miliki seperti kecantikan atau kesuburan dan ditukar dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sedangkan dari sisi KTD, perempuan yang masih belia menikah dengan tujuan keuntungan berupa tanggungjawab dari pihak laki-laki dan terbebasnya perempuan dari sanksi sosial masyarakat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor – faktor penyebab terjadi nya pernikahan di usia muda
Menikah muda telah menjadi pilihan hidup, tentu ada berbagai macam alasan di balik pernikahan dini yang mereka lakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa responden ada beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melaksanakan pernikahan di usia muda antara lain :
Sebagian responden yang diwawancarai menyatakan bahwa penyebab mereka melakukan pernikahan di usia muda ialah ada kaitannya dengan ekonomi. Hal ini terjadi karena keadaan ekonomi keluarga kurang stabil atau kurang mampu, untuk meringankanh beban orang tua nya serta pemenuhan kehidupan dirinya sehari –hari maka ke empat responden tersebut melaksanakan pernikahan. Tidak hanya itu ada nya dukungan dari calon suami yang mempunyai pengahasilan sendiri cendrung wanita tertarik untuk menikah, mereka menganggap bahwa jika sudah menikah maka biaya hidup akan ditanggung oleh sang suami dan mereka tidak perlu memikirkan bagaimana cara untuk memperoleh penghasilan diri sendiri dengan bekerja. Jika dilihat dari segi positif nya hal itu tidak lah menjadi suatu permasalahan namun secara sosial ekonomi pernikahan di usia muda menunjukkan rendah nya status wanita. Pada beberapa kasus, pernikahan usia muda berkaitan dengan terputusnya kelanjutan pendidikan wanita sehingga status wanita menjadi rendah. Hal tersebut tidak menjadi patokan untuk saat ini, dimana ada beberapa wanita tetap melanjutkan pendidikan dan bekerja walaupun sudah menikah.
Rendah nya tingkat pendidikan orang tua, anak, serta masyarakat menyebabkan terjadinya suatu pernikahan di usai muda. Berbagai macam tipe hubungan orang tua dan anak yang mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan pernikahan di usia muda. Pertama, sebagian orang tua memiliki pengetahuan akan fungsi dalam melanjutkan pendidikan memberikan saran untuk anaknya agar dapat melanjutkan pendidikan, namun kadangkala anak nya tersendiri tidak ingin untuk melaksanakannya. Kedua, orang tua yang kurang memahami arti penting nya pendidikan menyuruh anak nya untuk tetap melanjutkan pendidikan, dan kembali lagi anak nya mau atau tidak untuk melaksanakannya. Hal tersebut berkaitan dengan hasil wawancara yang diperoleh dari responden yang berinisial Fatna dan Icha dimana orang tua menyarankan mereka untuk melanjutkan pendiidikan namun mereka tidak ingin melakukan nya sehingga apa boleh buat orang tua merestui mereka untuk melaksanakan pernikahan. Dari penyataan itu penyebab seseorang menikah muda tidak serta merta atas orang tua atau anak yang tidak setuju akan melanjutkan pendidikan namun tergantung bagaimana rasa antusias orang tua atau anak melakukannya. Selain itu tinggi rendah nya ekonomi keluarga juga mendukung melanjutkan pendidikan atau tidak. Ada sebagian orang tua yang rendah penghasilannya tetap mau membiayai anak nya untuk sekolah. Semua hal itu kembali lagi atas kemauan sendiri.
Pernikahan usia muda disebabkan ada nya kemauan sendiri dari pasangan. Karena keduanya sudah saling mencitai dan menyayangi sehingga mereka ingin menikah tanpa memandang umur terlebih dahulu. Adanya perasaan saling cinta dan sudah merasa cocok. Dalam kondisi nya yang sudah memiliki pasangan dan pasangan nya berkeinginan yang sama yaitu menikah di usia muda tanpa memikirkan apa masalah yang dihadapi.
Dari beberapa penyataan diatas ada penyebab lain terjadinya pernikahan di usai muda, karena ada nya hubungan yang tidak baik dengan keluarga dimana menurut Lisa, dia tinggal bersama dengan ayah tiri nya dan ibu nya. kedua orang tua nya tidak lagi mempedulikan dia sehingga dia juga ingin segera mencari kebahagiaan lain dengan menikah.
Persepsi Masyarakat Ajun Tentang Pernikahan Usia Muda.
Menurut beberapa responden menikah di usia muda merupakan suatu hal yang wajar saja jika dilihat dari sudut pandang agama dan negara yang menyetujui nya. Mereka mengatakan bahwa usia ideal seseorang menikah itu ialah wanita yang berumur 20 tahun dan lelaki 25-27 tahun. Penyebab seseorang menikah bisa saja seseorang tersebut tidak ingin melanjutkan pendidikan nya lagi. Tidak hanya itu menurut warga gampong Ajun bernama Ratna Juita, melihat seorang menikah muda pasti dipengaruhi oleh faktor pergaulan, lingkungan, dan atas keinginannya sendiri. Meskipun ada beberapa alasan yang lain namun itu menjadi alasan yang umum bagi seseorang yang menikah muda. Untuk melaksanakan pernikahan beberapa responden memandang bahwa kedua pasangan harus terlebih dahulu mengetahui dampak-dampak apa saja yang dapat memepengaruhi kehidupan mereka selanjutnya.
Menurut Kepala KUA Peukan Bada adanya persiapan yang matang baik dari segi sikap, pengahsilan dan pengetahuan akan megelola suatu rumah tangga sangat lah diperlukan. Kematangan dan kedewasaan seseorang dalam menikah tidak hanya ditentukan oleh umur yang tua namun bagaimana seseorang itu bisa mengatur rumah tangga nya dengan baik dan peka nya terhdapa tanggung jawab. Kedua pasangan yang melaksanakan pernikahan harus ada pengendalian dari orang tua nya atau dispensasi dari wali dan pengadilan agama. jika saja pernikahan tetap dijalankan tanpa adanya persetujuan maka dapat menjadi suatu permasalahn dan penyimpangan. Secara umum masyarakat Ajun mengaanggap bahwa pernikahan usia muda suatu hal yang dilakukan oleh dua orang yang tidak memiliki kesiapan mental, fisik, serta pengahasilan. Jika saja terjadi suatu perceraian akibat menikah di usia muda itu tergantung bagaimana seseorang menjalaninya. Tidak semua yang menikah di usia di bawah umur 20 tahun manyoritas nya tejradi perceraian, malah ada sebagaian pasangan dengan usia diatas 30 bisa saja terjadi suatu perceraian. Oleh karena itu umur seseorang tidak menentukan suatu pernikahan dapat bertahan lama. Ada beberapa manfaat menikah muda jika dipandang dari pernyataan beberpa reseponden yaitu dengan pernikahan di usia muda dapat mencegah dari perbuatan dosa, membentuk suatu kepribadian yang lebih siap untuk dewasa, dan belajar untuk lebih mandiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan analisa data penelitian maka dapat disimpulkan :
Pernikahan usia muda adalah sebuah ikatan antara seseorang pria dan seorang wanita yang kurang memilki persiapan atau kematangan baik secara jasmani, atau fisik, maupun mental, emosional dan sosial.
- Faktor-faktor penyebab terjadi nya pernikahan di usia muda di adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor kemauan sendiri.
- Persepsi masyarakat Ajun tetang pernikahan di usia muda adalah sesuatu hal atau tindakan yang dianggap sah-sah saja jika itu tidak melanggar agama dan negara. Seseorang dianggap ideal untuk menikah ialah ketika dia memiliki kesiapan atau kematangan dari aspek ekonomi, mental, dan fisik. kemudian kedua nya harus terlebih dahulu mengetahui dampak maupun akibat dari suatu pernikahan. Adanya kepekaan terhadap tanggung jawab dalam membina sebuah keluarga juga dibutuhkan oleh pasangan yang menikah. Dalam melaksanakan pernikahan seorang yang umurnya dibawah 20 tahun tetap diberikan izin namun haruslah ada dispensasi atau izin dari orang tua, wali, dan pengadilan setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Husein muhammad, 2001. fiqh perempuan, Refleksi kiai atas wacana agama dan gender. Yogyakarta: LKIS.
Ihromi, T. O. 2002. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Lexy J. Moleong, 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja RosdaKarya.
Poloma, Margareth M, 2000. Sosiologi Kotemporer. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Ritzer, George, Douglas J. Goodman. 2013. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana.
Soekanto, Seorjono. 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta; Pt Rineka Citra
Wirawan. I. B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma Ganda. Jakarta. Kencana
|
Karya: Siti Hanum Adnan AB
Mahasiswi Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Syiah Kuala |