Senin, 03 April 2017

Kapitalisasi Never Ending: Menindas Konsumen Melalui Konsep Kecantikan Homogen Produk Kecantikan

Masyarakat dihadapkan pada dunia baru yang lebih kompleks.Masyarakat tidak hanya disuguhkan dengan berbagai fenomena yang berada di sekitar dirinya secara fisik, namun telah dibawa ke ranah dunia yang lebih luas melalui bantuan teknologi.Suguhan media mampu menjamu penikmatnya dengan rayuan-rayuan dan mengaburkan kekejaman yang berada dibaliknya.Perkara perempuan menjadi satu hal menarik dalam hal konsumsi, terutama dalam hal kecantikan dan/atau ketubuhan.Baudrillard (2015: 165) menyatakan bahwa tubuh dijadikan objek panggilan. Secara literal, ia telah diganti dengan jiwa dalam fungsi moral dan ideologis.

Mode dan kecantikan merupakan dua hal yang pada era ini tidak dapat dipisahkan perempuan.Begitu pula dengan kecantikan yang senantiasa dikonstruksi menuju arah homogen. Rhoma (2009: 3) menyinggung mengenai budaya massa yang terjadi disebabkan massifikasi, yaitu industrialisasi dan komersialisasi yang menuntut standarisasi  produk budaya dan homogenisasi cita rasa. Hal ini dapat dilihat bagaimana masyarakat dan perempuan (pada khusunya) telah dibawa ke dalam pandangan yang seragam mengenai cantik.

Iklan menjadi media yang tidak dapat dipisahkan darinya.Supriyadi (2013: 55) menyatakan bahwa praktik periklanan menampilkan sebuah representasi dari nilai-nilai budaya dimana masyarakat itu berada.Indonesia yang secara umum dikenal sebagai negara dengan masyoritas Islam, dimanfaatkan untuk menjaring konsumen yang membutuhkan produk sesuai dengan budaya muslimah.Tren ini kemudian mampu ditangkap oleh sebuah perusahaan iklan produk kecantikan, Kecantikan.

Masyarakat tidak lagi berpikir secara rasional.Tawara untuk menjadi cantik senantiasa dikosntruksi melalui media-media yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat.Era dengan kemajuan teknologi seperti saat ini telah memberikan pandanga kepada masyarakat tentang dunia luar dan menimbulkan keingingan-keinginan.Kemajuan tersebut juga disertai dengan fenomena kapitalisasi yang tidak hanya dilakukan secara langsung dengan menindas, namun memberikan kenikmatan-kenikmatan sehingga konsumen tidak merasa berada di dalam sebuah cengkraman.Perjalanan Kecantikan hingga saat ini telah memiliki puluhan produk yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan, namun mampu menciptakan sekelompok masyarakat yang tidak dapat lepas darinya.Oleh karenanya, perlu dianalisis lebih mendalam mengenai konsumsi Kecantikan yang dianggap sebagai kebutuhan untuk menjadi cantik di tengah semakin meluasnya pengaruh kapitalis.

TEORIFenomene kapitalisasi baru yang telah disinggung dalam pendahuluan akan dibahas menggunakan teori kritik karya Herbert Marcuse, One Dimentional Man. Marcuse tidak hanya melihat praktik ekonomi sebagai cara memeroleh keuntungan dengan melakukan penindasan dan eksploitasi, namun melihat bagaimana kapitalis mampu membungkus hal tersebut dalam sebuah kenikmatan atau model baru. Masyarakat era ini oleh Marcuse dipandang sebagai masyarakat yang menikmati, bukan sekesar tereksploitasi.Lebih jauh Marcuse melihat bahwa terjadi penciptaan-penciptaan model untuk mempertahankan kapitalis.

Berangkat dari teori Marx mengenai kapitalisme yang membagi masyarakat dalam dua golongan utama.Ritzer (2012: 98) menjelaskan mengenai pemikiran Marx tentang kapitalis di dalam komoditas.Masyarakat yang didominasi oleh benda-benda dengan nilai utamanya adalah pertukaran, menghasilkan kategori-kategori manusia tertentu.Dua tipe utama yang diperhatikan Marx adalah kaum proletariat dan kapitalis.Marx menawarkan sebuah jalan untuk menghilangkan dominasi tersebut yaitu berupa revolusi untuk mencapai sebuah kesetaraan.Visi Marx (dalam Lebowitz, 2009: 11) mengenai masyarakat yang baik ialah visi yang menekankan pada perkembangan secara utuh segenap potensi manusia. Dalam teorinya, Marx juga memberikan satu konsep penting yaitu berupa alienasi.Marx (dalam Ritzer, 2012: 89-91) menyebutkan empat komponen dasar dalam alienasi yaitu teralienasi dari kegiatan produktifnya, dari objek kegiatan-kegiatan (produk), dari rekan kerja, dan dari potensi manusianya sendiri.

Marcuse sependapat dengan Marx perkara adanya eksploitasi dan alienasi, namun baginya terdapat pola baru.Herbert Marcuse banyak memuat tentang pokok-pokok kritiknya terhadap kehidupan masyarakat industri modern.Baginya, kehidupan masyarakat industri modern bukanlah kehidupan yang sehat.Marcuse (dalam Darmaji, 2013: 520) menyatakan bahwa terdapat tiga ciri utama masyarakat industri atau teknologi modern, pertama di bawah kekuasaan prinsip teknologi, kedua menjadi irrasional secara keseluruhan, dan ketiga masyarakat berdimensi satu.Berdasarkan deskripsi tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat industri modern adalah toleransi represif yang memberi kesan seolah membebaskan secara luas padahal maksudnya adalah menindas.Masyarakat kemudian tidak berusaha menghapuskan kelas, namun menikmati keadaan dan pembela sistem kerja kapitalis.Alat-alat produksi dianggap menguntungkan karena menggunakan teknologi, padahal terdapat standarisasi, mekanisasi, dan otomatisasi yang menjadikan manusia teralienasi dan meningkatkan jumlah produksi untuk kapital.Parahnya, hal ini tidak disadari dan bahkan ikut serta mengkonsumsi.Marcuse (dalam Darmaji, 2013: 522) menyatakan bahwa kaum buruh sudah tidak dapat diharapkan lagi dan harus mencari manusia yang anti kemapanan.Marcuse melihat buruh tidak lagi tertindas dan harus revolusi, tetapi lebih pada kondisi baru berupa berkecukupan untuk ada pengabadian penindasan.

Hal tersebut karena masyarakat industri modern merupakan masyarakat yang berdimensi satu.Lebih jauh dari itu, Marcuse bahkan mengungkapkan bahwa ‘dimensi satu’ tersebut hanya berpusat atau berporos pada sebuah tujuan saja, yakni tetap berlangsungnya sistem kapitalisme yang ada pada masa itu. Menurut Marcuse, masyarakat pada masa itu bersifat represif dan totaliter.Bisa digambarkan bahwa keadaan yang terjadi pada masyarakat industri modern pada saat itu adalah tak ada yang terlepas dari penindasan, penguasaan, dan juga pengaturan secara menyuluruh.Marcuse menyatakan beberapa karakteristik masyarakat berdimensi satu. Dalam Darmaji (2013: 522-261) Marcuse menyatakan bawa karakteristik yang pertama kemampuan kapitalis mengalihkan dominasi ke dalam administrasi total, kedua,muatan baru yang lebih sesuai berupa bahasa fungsional, ketiga, penghapusan sejarah, keempat, kepentingan sosial tertentu kepada semua individu dengan maksud menindas dan menggerogoti mereka, kelima imperium citra.

PEMBAHASAN
Kecantikan

Iklan produk Kecantikan telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Kecantikan merupakan sebuah perusahaan kosmetik yang berada di bawah PT. Paragon Technology and Innovation bersama Make Over dan Innovativ Xalon (IX). Kecantikan dimiliki oleh orang asli Indonesia, Nurhayati Subakat. Konsep utama yang diangkat oleh kosmetiik Kecantikan adalah halal, hal ini tentu diarahkan pada pasar wanita muslim. Slogan utama yang dibawa oleh Kecantikan adalah Inspiring Beauty, Halal, Halal dan Berkualitas, #HalalDariAwal, dan Ada Kecantikan Dibalik Kisah Cantikmu. Suhartanto (2015: iii) menyatakan bahwa Kecantikan adalah No. 1 cosmetic brand in Indonesia with it’s beauty concept: pure and safe, beauty expert, and inspiring beauty. Kecantikan menggandeng artis-artis kelas nasional yaitu Dewi Sandra, Inneke Koesherawati, Natasha Rizky, Ria Miranda, Dian Pelangi, Zaskia Sungkar, dan Lisa Namuri.

Produksi dan Pemasaran Akbar Kecantikan merupakan produk kecantikan yang telah di kenal masyarakat secara luas di Indonesia.Masifnya pemasaran produk kecantikan di Indonesia didukung oleh kemajuan teknologi, baik dalam produksi maupun promosi.Marcuse menyatakan bahwa teknologi menjadi satu indikator penting untuk melihat konsumsi lanjut masyarakat era ini.Kecantikan merupakan satu produk yang telah melalui tahap tersebut.Melalui perusahaan besar PT. Paragon Technology and Innovation, Kecantikan mampu diproduksi dalam jumlah besar dan memenuhi keninginan konsumen di seluruh Indonesia.

Televisi dan internet merupakan dua hal yang tidak dapat pula dilupakan.Seperti yang dikatakan oleh Marcuse (dalam Darmaji, 2013: 520) yang menyatakan bahwa kekuasaan teknologi sudah mencakup seluruh bidang kehidupan, tidak hanya melingkupi ekonomi saja, melainkan juga bidang-bidang lain: politik, pendidikan, dan budaya. Televisi dan internet, melalui iklan, sebagai teknologi pendukung telah menjadi media untuk menkonstruksi kepada konsumen bahwa perempuan cantik memiliki standard an untuk memenuhi standar tersebut maka harus menggunakan Kecantikan.Masyarakat era ini seolah dibebaskan untuk memilih banyak produk yang tersedia, namun lebih dari ini sebenarnya masyarakat terikat pada ideologi-ideologi yang terinternalisasi atau dalam istilah Marcuse toleransi represif.

Masyarakat senantiasa ditindas untuk selalu membeli produk tanpa henti karena teknologi mampu menghadirkan standar kecantikan di dalam ruang pribadi. Selain itu, Kecantikan juga senantiasa menciptakan produk baru sehingga konsumsi tidak akan pernah berhenti. Inilah salah satu bentuk kritik Marcuse terhadap Marx mengenai kapitalis, di mana tidak hanya berhenti pada penindasan secara langsung seperti buruh, namun sebaga konsumen yang menikmati penindasan atau ditindas tanpa terasa.

Irrasional Menyeluruh Hadirnya Kecantikan sebagai produk kecantikan diterima oleh masyarakat secara umum.Standar kecantikan yang diberikan oleh Kecantikan tidak menuai protes dari masyarakat, namun sebaliknya senantiasa dikejar.Marcuse (dalam Darmaji, 2013: 520) menjelaskan bahwa masyarakat menjadi irrasional karena terjadi kesatuan antara produktifitas dan destruktivitas.Hal ini terjadi pada fenomena kecantikan di Indonesia.Produksi Kecantikan masif dilakukan oleh perusahaan untuk memeroleh keuntungan. Bersamaan dengan hal tersebut, masyarakat tanpa mengenal usia terusak rasionalnya mengenai kebutuhan dan keinginan cantik tanpa ujung.

Masyarakat yang masuk dalam era industri modern telah terbawa dalam konstruksi yang sama dan bahkan tidak mendalam.Meminjam istilah Danesi (2012: 280) yang menyatakan bahwa efek “penciptaan selebriti” sebagai efekmitologis. Kecantikan menggunakan sosok selebriti yang dianggap cantik dan dihentikan dalam ruang dan waktu yang sama sehingga yang tampak adalah kesempurnaan. Hal inilah yang dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga timbul keinginan-keinginan untuk menjadi selebriti tersebut.Hal ini tidak masuk akal, bagaimana mungkin orang berkulit sawo matang bisa menjadi putih seperti perempuan dalam iklan.Imaji-imaji ini terus ditampilkan untuk menjadikan masyarakat senantiasa berkeinginan membeli produk Kecantikan.Bersamaan dengan hal itu, terjadi penurunan kualitas kecintaan pada diri yang berujung pada ketidakpuasan tanpa akhir.

Irrasional berikutnya dapat dilihat pada masyarakat yang senantiasa membeli bukan karena kebutuhan namun keinginan, atau dalam istilah Marcuse sebagai konsumsi semu.Wahdah memiliki berbagai produk seperti lipstik, bedak, roll on, parfume, body butter, dan puluhan produk lainnya. Setiap anggota tubuh memiliki perlakuan yang berbeda, setiap suasa memiliki warna yang berbeda, bahkan beberapa produk dibagi untuk perempuan dan laki-laki.Hal ini sudah tidak rasional, bagaimana mungkin masyarakat harus selalu membeli dan mengikuti setiap perkembangan produk yang tanpa henti.Kebutuhan-kebutuhan selalu diciptakan untuk melanggengkan penindasan.

Berdimensi Satu Kemajuan teknologi dan penyebaran konstruksi secara masif memiliki satu tujuan utama yaitu meningkatkan serta melanggengkan sistem yang telah ada. Marcuse melalui teorinya One Dimentional Man menyatakan bahwa masyarakat tidak memiliki dimensi yang beragam, bahkan sampai pada tahap penyingkiran. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat era ini dalam memaknai kecantikan. Kecantikan telah memiliki standar yang sama berupa putih, langsing, rambut lurus, dan lain sebagainya. Beriringan dengan hal tersebut, maka semakin tidak diakui standar-standar lokal yang beragam setiap daerah. Konstruksi itu terus menerus dikonsumsi sehingga kaum kapitalis semakin langgeng pada kedudukannya sebagai pemeroleh keuntungan dari penindasan terhadap masyarakat untuk menkonsumsi Kecantikan.

Melalui teknologi masyarkat tidak hanya diuntungkan, namun juga dirugikan. Sesungguhnya teknologi diciptakan untuk mempermudah kerja manusia, namun saat ini telah bergerak ke arah sebaliknya, di mana teknologi menindas manusia atau masyarakat. Marcuse (2016: 25) menyatakan teknologi akan menjadi subjek dalam suatu permainan bebas dari kemampuan manusia dalam perjuangan demi mendamaikan alam dan masyarakat.Kaum kapitalis cakap dalam menangkap hal ini, sehingga menjadi sangat efektif jika menggabungkan antara teknologi, ekonomi, dan konstruksi. Kecantikan yang diproduksi menggunakan teknologi, dikenalkan melalui teknologi, kemudian dikonsumsi tanpa henti.

Kecantikan menjadi produk yang bermerek dan dianggap baik oleh masyarakat. Kesamaan pendapat atau one dimention merata di seluruh lapisan masyarakat. Hal ini kemudian berdampak pada kaburnya kelas dalam masyarakat. Marcuse memiliki perbedaan pendapat dengan Marx yang menyatakan buruh yang mengeluh karena bekerja keras, menurutnya masyarakat era ini (dalam Darmaji, 2013: 521) buruh tidak lagi mengeluh dengan kerja kerasnya karena pemuasan kebutuhan terpenuhi. Hal ini berimplikasi pada pembelaan terhadap sistem yang telah ada atau kosntruksi yang telah ada mengenai cantik dan Kecantikan. Kemudian apa yang terjadi, para buruh maupun masyarakat umum ditindas untuk mengkonsumsi Kecantikan tanpa terasa. Inilah manusia satu dimensi, sebuah bentuk konsumsi tingkat lanjut.

Kapitalis Bentuk Baru Masyarakat era industri modern mengkonsumsi kebutuhan semu.Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dilihat bahwa masyarakat telah masuk dalam sebuah dimensi yang homogen mengenai cantik dan produk yang dapat menjadikan cantik, Kecantikan.Pertama, melalui iklan yang disampaikan Kecantikan telah memberikan musuh bersama secara tidak langsung yaitu perempuan yang dianggap tidak cantik. Hal ini senatiasa dibangun dan dipercaya oleh masyarakat sehingga dimensi cantik akan tetap bertahan. Marcuse menyinggung hal ini dengan istilah pengalihan administrasi total.Kecantikan diterima oleh masyarakat, perizinan legal, kerjasama televisi, hingga sponsor acara, hal-hal tersebut akan semakin memperkuat Kecantikan untuk tetap berdiri.

Kecantikan juga mampu menghadirkan dimensi yang sama melalui perempuan cantik. Slogan Kecantikan merupakan sebuah kata yang fungsional untuk melanggengkan sebagai produk dengan tingkat konsumsi tinggi di masyarakat.Inspiring Beauty, Halal, Halal dan Berkualitas, #HalalDariAwal, dan Ada Kecantikan Dibalik Kisah Cantikmu merupakan kata-kata yang mudah dicerna dan menjadi acuan masyarakat. Jika mau melihat lebih dalam, hal ini juga disesuaikan dengan kondisi budaya Indonesia yang mayoritas muslim sehingga peluang dikonsumsi lebih tinggi.Dalam analisis periklanan dapat dikaitkan dengan pendapat Supriyadi (2013: 55) bahwa praktik periklanan menampilkan sebuah representasi dari nilai-nilai budaya dimana masyarakat itu berada.

Sebagai masyarakat dengan dimensi yang sama, Kecantikan berhasil menghapuskan sejarah tentang kecantikan Indonesia. Masyarakat telah diberikan pandangan tentang cantik yang lebih modern, tidak lagi yang menggunakan kebaya, sanggul, jarik, pakaian adat daerah, dan lain sebagainya.Pandangan cantik terhadap perempuan sudah tidak khas Indonesia, kulit sawo matang misalnya. Semua telah terarah dalam dimensi yang sama, di mana ini selanjutnya digunakan untuk menindas dan menguntungkan satu golongan tertentu yaitu kapitalis.

Marcuse menyebutkan ciri masyarakat dengan satu dimensi  yang terakhir adalah adanya imperium citra. Kecantikan telah memiliki citra di masyarakat.Produk ini dianggap produk baik di Indonesia, halal, dan memiliki merek yang bergengsi.Ini sangat penting, karena menurut Marcuse (dalam Darmaji, 2013: 525) citra (image) menjelma menjadi mantra gaib yang menyusup ke segala sisi kehidupan individu dan masyarakat.

KESIMPULANKecantikan berhasil membangun dimensi seragam dalam mengkonstruksi kecantikan dan menciptakan konsumen semu. Melalui hal tersebut, masyarakat memiliki pandangan yang sama untuk menjadi wanita yang bisa dianggap sempurna. Produk Kecantikan seolah muncul sebagai solusi yang dapat menjadikan konsumennya menjadi cantik. Kapitalisasi era ini tidak hanya terjadi pada relasi borjuis dan proletar yang tertindas, namun  telah terbungkus dalam wujud baru. Masyarakat industri modern telah masuk dalam dimensi yang sama dan ditindas tanpa terasa. Pergolakan berupa revolusi tidak lagi dilakukan karena dalam berbagai posisi masyarakat selalu dalam posisi yang seolah menyenangkan.Hadirnya berbagai kemudahan yang dirasakan sebenarnya merupakan sebuah penindasan sebagai sebuah wujud konsumsi tingkat lanjut.Masyarakat berada pada toleransi represif yang seolah dengan sukarela mengkonsumsi. Bagaimana penindasan ini dapat berkahir, yaitu ketika terdapat individu yang berani berpikir berbeda dengan  yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Baudrillard. 2015. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
Darmaji, Agus. 2013. Herbert Marcuse tentang Masyarakat Satu Dimensi (jurnal).Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Marcuse, Herbert. 2016. Manusia Satu Dimensi. Jakarta: PT Buku Seru.
Rhoma, “Bukan” Ridho. 2009. Berhala Itu Bernama Budaya Pop. Yogyakarta: Leutika.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suhartono, Meikel. 2015. Paragon Technology and Innovation: Way Basic Personality for Your Successful Work Days. Indonesia: PT. Paragon Technology and Innovation.
Supriadi, Yadi. 2013. Periklanan Perspektif Ekonomi Politik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.


Karya: Wahyu Triana Sari,S.Pd
Mahasiswi Pascasarjana Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM)

0 komentar:

Posting Komentar