Primitif adalah semua atau segala sesuatu yang tertinggal dan tidak bisa mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) primitif adalah dalam keadaan yg sangat sederhana; belum maju (tt peradaban; terbelakang).
Saya berasal dari desa yang dapat dikatakan mayarakatnya ada yang mulai meninggalkan pemikiran primitif, dan ternyata masih banyak pula masyarakat di daerah saya berasal yang memiliki pemikiran yang primitif di tengah-tengah zaman yang modern seperti sekarang ini. Salah satunya dalam hal pendidikan. Bersyukur bahwa orang tua saya sudah berfikir maju, sehingga saat ini saya bisa melanjutkan pendidikan saya di Perguruan Tinggi. Memang tak banyak, namun ada beberapa dari kami yang melanjutkan pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi. Mengapa demikian? Hal itu terjadi dikarenakan pemikiran mereka yang masih primitif tentang pendidikan. Apalagi bagi anak perempuan, masih banyak orang tua yang berfikir “untuk apa anak perempuan bersekolah tingi karena ujung-ujungnya pasti didapur juga”. Hal itu tentu saja mematikan semangat anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Pemikiran primitif tentang pendidikan bukan hanya pengaruh dari orang tua, namun faktanya hal itu terjadi dalam diri sendiri. Keengganan mereka untuk belajar lagi membuat mereka memilih untuk menikah pada usia dini. Dan untuk pemuda-pemudi itu sendiri banyak yang berfikir seseorang yang sarjana pun masih banyak yang pengangguran. Maka dari itu mereka enggan untuk melanjutkan pendidikan. Sesungguhnya pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap individu manusia. Bahkan menurut ahli sosiologi pendidikan, pendidikan sama halnya dengan kesehatan dan agama yang juga dianggap pembangunan sosial, tetapi terkadang dianggap sebagai anggaran yang habis terpakai tanpa menghasilkan uang. Padahal, ujarnya, pembangunan pendidikan itu akan menghasilkan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang meningkat inilah yang nantinya diharapkan akan menjadi pendorong terjadinya peningkatan kualitas hubungan sosial.
Berbagai masalah yang timbul tersebut dapat di kaji dengan sosiologi. Menurut Lester Frank Ward (1841-1913) Sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-kemajuan manusia. Ia membedakan antara pure sociology (sosiologi murni) yang meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala sosial, dan apllied sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalam masyarakat karena usaha-usaha manusia. Ia yakin bahwa masyarakat kuno ditandai oleh kesederhanaan dan kemiskinan moral, sedangkan masyarakat modern lebih kompleks, lebih bahagia dan mendapatkan kebebasan lebih besar. Sosiologi terapan ini meliputi kesadaran yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Berbagai masalah yang timbul tersebut dapat di kaji dengan sosiologi. Menurut Lester Frank Ward (1841-1913) Sosiologi bertujuan untuk meneliti kemajuan-kemajuan manusia. Ia membedakan antara pure sociology (sosiologi murni) yang meneliti asal dan perkembangan gejala-gejala sosial, dan apllied sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan dalam masyarakat karena usaha-usaha manusia. Ia yakin bahwa masyarakat kuno ditandai oleh kesederhanaan dan kemiskinan moral, sedangkan masyarakat modern lebih kompleks, lebih bahagia dan mendapatkan kebebasan lebih besar. Sosiologi terapan ini meliputi kesadaran yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik.
Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan survival of the fittest. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Charles Horton Cooley (1846-1929) memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Secara biologis manusia tiada beda, tapi secara sosial tentu sangat berbeda. Perkembangan historislah yang menyebabkan demikian. Dalam analisisnya mengenai perkembangan individu, Cooley mengemukakan teori yang dikenal dengan Looking Glass-Self atau Teori Cermin Diri. Menurutnya di dalam individu terdapat tiga unsur: 1) bayangan mengenai bagaimana orang lain melihat kita; 2) bayangan mengenai pendapat orang lain mengenai diri kita; dan 3) rasa diri yang bersifat positif maupun negatif.
Pemikiran primitif di era modern ini bukan hanya dari segi pendidikan. Namun juga dari segi budaya. Pemikiran primitif dapat terlihat seperti masyarakat yang menganggap budayanya lebih baik dari budaya lain sehingga tidak memiliki rasa cinta terhadap budaya lain. Terlebih lagi budaya yang merupakan bagian dari Negara ini. Sikap primitif tersebut tidak baik bagi perkembangan budaya Negara Indonesia ini. Tentunya kita harus bisa menghargai setiap budaya yang ada di Negara kita. Membuang setiap pemikiran primitif tersebut agar budaya-budaya yang ada di Negara kita dapat dijaga dan dilestarikan.
Vilfredo Pareto (1848-1923) mengemukakan masyarakat merupakan system kekuatan yang seimbang dan keseimbangan tersebut tergantung pada ciri-ciri tingkah laku dan tindakan-tindakan manusia dan tindakan-tindakan manusia tergantung dari keinginan-keinginan serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Apabila kita sebagai warga Negara Indonesia memiliki rasa cinta yang dalam terhadap semua budaya yang terdapat di Negara ini, tentunya budaya kita akan terjaga. Kita harus bisa membuang pikiran yang mementingkan diri sendiri dan mendorong diri kita untuk melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat bagi Negara Indonesia ini.
Pemikiran primitif juga bisa kita lihat dari pergaulan anak muda zaman sekarang. Mereka berfikir pergaulan yang bebas merupakan pergaulan yang mengikuti zaman yang modern. Tetapi sesungguhnya pergaulan bebas tersebut merupakan pemikiran yang primitif. Pemikiran mereka sangatlah pendek dan tidak memikirkan bagaimana masa depan mereka kelak. Maka dari itu mereka menikmati masa muda dengan hal-hal yang buruk. Hal tersebut akan mempengaruhi pendidikan mereka yang mana kemungkinan mereka tidak bisa fokus belajar karena hanya ingin bersenang-senang. Max Webber, seorang Jerman, berusaha memberikan pengertian mengenai perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi social. Max juga terkenal dengan teori ideal typus, yaitu merupakan suatu konstruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat. Perilaku anak muda tersebut dapat dikaji dengan menggunakan teori-teori Max Weber untuk mengetahui penyebab-penyebabnya.
Begitu juga dalam segi kelompok sosial. Dalam kajian sosiologi, kelompok sosial berupa geng atau kelompok-kelompok tertentu termasuk kedalam in-group dimana kelompok social yang individu-individunya mengidenti-fikasikan dirinya dengan kelompoknya. Dalam menunjukkan In-Group-nya dalam kehidupan sehari-hari diungkapkan dengan kalimat : kelom-pok saya, group saya, dsb. Hal tersebut menyebabkan pemikiran anggotanya menjadi primitif. Mereka lebih cenderung mementingkan kelompok mereka sendiri daripada lingkungan sekitarnya. Mereka berfikir bahwa kehidupan mereka ada dalam kelompok tersebut sehingga pemikiran mereka tidak maju. Interaksi mereka hanya di kelompok tersebut sehingga tidak mengenal dunia luar. Apabila mereka berpisah dari kelompoknya, maka mereka tidak akan tahu apa-apa. Maka dari itu kita pun harus merubah cara piker kita. Kita harus mampu berinteraksi dengan semua orang agar kita bisa memiliki wawasan yang luas. Saat kita memiliki wawasan yang luas, kita akan memiliki pemikiran yang matang saat kita ingin megungkapkan sesuatu sehingga apa yang kita ucapkan dapat bermanfaat bagi semua orang. Seorang Amerika, Charles Horton Cooley, mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbale balik dan hubungan yang tidak terpisah antara individu dengan masyarakat. Coooley dalam mengemukakan teorinya terpengaruh aliran romantic yang mengidamkan kehidupan bersama, rukun, damai, sebagaimana dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang masih bersahaja. Dari teori Charles Horton kita tahu bahwa setiap individu dalam masyarakat membutuhkan orang lain untuk berinteraksi agar bisa hidup rukun bersama dan saling membantu satu sama lain.
Dalam penggunaan tekhnologi yang sudah maju ini, masih banyak masyarakat yang menganggap tabu tentang tekhnologi. Terlebih orang tua yang berfikir bahwa tekhnologi akan membawa dampak yang buruk. Seperti yang kita tahu, masih banyak orang tua yang tidak bisa menggunakan tekhnologi seperti HP. Padahal melalui HP akan sangat mudah berkomunikasi dengan orang lain. Mereka masih enggan untuk mencoba tekhnologi yag ada karena mereka melihat dampak yang tidak baik dari tekhnolgi. Memang dalam kenyataannya penggunaan tekhnologi memiliki dampak yang negatif maupun positif. Tetapi hal yang negatif tersebut dapat dihindari apabila kita berfikiran maju yang mementingkan masa depan. Kita akan maju jika kita mengikuti perubahan zaman, namun hanya mengambil sisi positifnya saja dari tekhnologi dan membuang sisi negatifnya. Walaupun tekhnologi sudah semakin canggih, kita harus bisa membatasi tekhnologi yang bagaimana yang harus kita manfaatkan. Kita tidak boleh mengikuti tekhnologi yang membawa kita dalam keburukan yang akibatnya akan merusak diri kita sendiri. Sikap yang enggan untuk maju tersebut harus bisa dikikis dari tengah-tengah masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana perkembangan di Negara ini bahkan perkembangan di Indonesia. Sehingga masyarakat tidak tertinggal dan memiliki wawasan yang luas. Jika masyarakat memiliki wawasan yang luas maka akan muncullah pemikiran-pemikiran yang kritis serta dapat membangun bangsa ini.
Berbagai permasalahan timbul akibat dari pemikiran primitif yang masih banyak dalam kehidupan masyarakat.masih banyak masyarakat yang menganggap tabu tentang globalisasi. Banyak yang berfikir untuk menjadi masyarakat kecil saja, karena tidak mungkin mereka bisa menjadi manusia yang berguna bagi Negara ini. Maka dari itu banyak masyarakat yang memilih diam dan tidak menanggapi setiap perubahan yang ada. Justru mereka terkadang lebih menanggapi perkara-perkara kecil bukan perkara-perkara yang terjadi secara global. Karena pemikiran primitif tersebut, banyak masyarakat menganggap pendidikan tidak penting, tekhnologi merusak moral manusia, tidak bisa berperan penting untuk Negara, dan hanya ingin menjadi masyarakat yang kecil saja. Jika pemikiran tersebut tetap dipertahankan, bagaimana cara kita menyesuaikan diri di dunia yang modern? Jika kita tidak pandai berbahasa Inggris, bagaimana kita dapat berkomunikasi dengan orang asing? Tak lama lagi akan ada MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang masuk ke Indonesian, berbagai perusahaan asing akan bermunculan di negara kita. Lalu bagaimana kita bisa bekerja di perusahaan asing tersebut jika kita tidak memiliki skill yang berkualitas? Mungkin kita hanya menjadi karyawan bawahan, yang hanya di suruh-suruh. Maukah kita bekerja sebagai buruh di Negara kita sendiri? Maka dari itu pemikiran-pemikiran yang primitif harus bisa kita kikis agar kita mampu bersaing di zaman yang semakin modern.
Begitu juga menurut Herbert Spencer tentang evolusi perilaku manusia. Ada bebarapa tahapan yang harus dilalui agar masyarakat dapat berubah dari pemikiran yang sederhana ke pemikiran-pemikiran yang lebih maju. Charles Horton Cooley juga memandang bahwa hidup manusia secara sosial ditentukan oleh bahasa, interaksi dan pendidikan. Permasalahan yang diatas dapat kita kaji berdasarkan pandangan Charles Horton Cooley yang mana pendidikan, bahasa, dan interaksi memang sangat diperlukan.
Kita harus bisa berfikir rasional dalam menyikapi zaman yang semakin canggih ini. Kita tidak boleh tertinggal hanya karena ke-egoisan kita. Dunia semakin maju, apabila kita tidak berusaha mengimbangi, maka kita akan selamanya tertinggal di belakang. Seperti dalam teori Lester Frank Ward, manusia akan maju apabila manusia mau berusaha. Usaha-usaha tersebut membawa dampak yang positif dalam diri manusia yang akan lebih maju. Terkait dengan kasus di atas, banyak masyarakat yang tidak ingin berusaha lebih giat lagi dalam hal pendidikan. Mereka lebih memilih jalan yang singkat yang tidak memerlukan usaha lebih lagi. Mereka berfikir apabila melanjutkan pendidikan akan mengeluarkan dana yang lebih banyak, harus berfikir lebih keras, mengorbankan waktu yang banyak, dan hal-hal yang lain-lain. Padahal sesungguhnya dari pendidikanlah akan didapatkan seseorang yang berkualitas. Seseorang yang mampu menyesuaikan diri di dunia yang modern ini. Bagaimana cara kita untuk menghadapi globalisasi yang masuk ke Negara kita apabila pendidikan kita rendah? Kita akan terkucilkan di Negara kita sendiri apabila kita tidak mengerti apa-apa dan tidak memiliki wawasan yang luas. Pemikiran yang primitif seperti ini tentunya harus dikikis dari pemikiran masyarakat. Masyarakat harus menyadari betapa pentingnya pendidikan di era yang modern ini agar kita tidak tertinggal dan bisa memajukan Negara ini.
Dalam mengikis pemikiran yang primitif atau pemikiran yang tertinggal tersebut diperlukan peranan dari banyak kalangan maupun diri masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus menumbuhkan motivasi dalam diri mereka untuk berfikir maju. Terutama bagi pemuda-pemudi yang nantinya akan menjadi penerus bangsa ini. Masyarakat harus bisa memahami bahwa pemikiran yang tertinggal tersebut akan menghalangi kemajuan di Negara ini. Begitu juga dengan peran pemerintah dan sekolah-sekolah sangat diperlukan. Pemerintah dapat memberikan dukungannya melalui beasiswa dan sebaiknya beasiswa tersebut di sosialisasikan kepada semua kalangan masyarakat sampai masyarakat yang sulit di jangkau. Hal itu perlu dilakukan untuk membangun semangat baik orang tua maupun anaknya untuk melanjutkan pendidikan. Karena sebagian alasan mereka tidak melanjutkan pendidikan dikarenakan biaya.
Begitu juga dengan sekolah-sekolah yang ada dapat berperan dengan memotivasi setiap siswanya bahwasanya pendidikan sangat dibutuhkan untuk setiap individu. Sekolah pula dapat membuka konseling untuk setiap permasalahan yang menjadi keluhan siswanya tentang pendidikan. Peran orang tua yang mendukung anaknya juga dibutuhkan. Orang tua harus bisa memotivasi dan mendukung setiap putra-putrinya untuk mengejar cita-citanya. Tinggalkan pemikiran primitif dan bangunlah pemikiran yang rasional tentang kehidupan yang akan dijalani di era modern ini. Terkadang memang ada bebrapa orang yang bercita-cita meanjutkan pendidikan ke luar negri, namun lingkungan sekitarnya justru mencemooh dan menganggap itu hanya mimpi. Sebaiknya pemikiran yang seperti itu harus ditinggalkan. Tentunya kita harus bisa mendukung dan membantu untuk menggapai cita-citanya.
Begitu juga dalam penggunaan tekhnologi, kita harus bijak dalam menggunakannya. Kita tidak boleh tertinggal hanya karena pemikiran kita yang primitif. Kita harus bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak untuk dilakukan. Bahkan dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain dapat kita lakukan melalui tekhnologi. Namun memang kita harus tetap waspada dan menghindari hal-hal buruk yang akan timbul dari penggunaan tekhnologi.
Kita tahu masih banyak masyarakat yang pemikirannya masih terjerat dalam ketidaktahuan. Pemikiran yag primitif masih ada dalam diri mereka sehingga mereka sulit untuk maju. Lester Frank Ward mempelajari perubahan-perubahan dalam masyarakat karena masyarakat mau berusaha untuk merubahnya. Maka dari itu tidak ada kata yang mustahil. Jika kita semua mau mengubah pemikiran kita yang primitif untuk menyesuaikan diri dengan dunia modern ini, maka kita akan berusaha untuk mengubahnya. Motivasi dari diri sendiri dan lingkungan sekitar akan sangat membantu merubah pemikiran kita yang tertinggal.
Yuliana Dwi Rahayu_Universitas Bengkulu_ email: yrahayu258@gmail.com |
0 komentar:
Posting Komentar