Selasa, 19 September 2017

Mahasiswa dan Proses Pergerakan di Aras Lokal, Refleksi atas Pemikiran Gerakan Sosial Transformatif dari Mansour Fakih : Studi Kasus KOMPPAS (Komunitas Mahasiswa Peduli Pedagang Sunmor)

I. Pendahuluan 
Mahasiswa adalah sebuah lapisan masyarakat terdidik yang menikmati kesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sesuai dengan perkembangan usianya yang secara emosional sedang bergejolak menuju kematangan dan berproses menemukan jati diri, dan sebagai sebuah lapisan masyarakat yang belum banyak dicemari kepentingan-kepentingan praktis dan pragmatis, alam pikiran mahasiswa beorientasi pada nilai-nilai ideal dan kebenaran. Karena orientasi idealis dan pembelaannya pada kebenaran, sebagian ahli memasukkannya ke dalam kelompok cendekiawan. 

Mahasiswa menjadi obyek yang menarik. Hal ini disebabkan mahasiswa mempunyai "ciri khas tersendiri" yang membuat ia menjadi berbeda dengan masyarakat lainnya. Ciri khas dari mahasiswa adalah selain ia mempunyai pendidikan relatif tinggi, mahasiswa juga sebagai "mahluk" yang "kreatif" dalam perilakunya, "dinamis" dalam melakukan pencarian dan pengembangan potensi diri, "kritis" dalam melihat dan merespon realitasnya dan memiliki idealisme yang cukup tinggi. sehingga ia selalu sensitif terhadap apa yang terjadi pada lingkungan dimana ia hidup. 

Mahasiswa berusaha mengekspresikan idealitas dan kepekaan sosial melalui gerakan. Para mahasiswa melancarkan suatu gerakan yang tertuju pada masyarakat dan banyak membawa perubahan pada perkembangan sejarah. Peranan mahasiswa semakin menonjol dan lebih bermakna dengan perkembangan dinamika masyarakat, hal itu mencerminkan semangat mahasiswa yang penuh idealisme merupakan pancaran dari usia muda. Mereka amat peka melihat penderitaan masyarakat serta akan memperlihatkan sikap memberontak terhadap ketidakadilan dan kesewenangwenangan berdasarkan identitas mereka sendiri. Semua itu terpancar pada lingkungan sosial mereka dan terwujud pada suatu bentuk peranan unik, sentimen dan kritik dalam perspektif lampau, kini dan yang akan datang. 

Gerakan mahasiswa merupakan bagian dalam gerakan sosial, muncul karena adanya motivasi tertentu. Salah satu bentuk dari motivasi mahasiswa antara lain adanya keinginan untuk mengadakan perubahan atau koreksi terhadap hal yang menyimpang dalam kehidupan sosial. Sebagai gerakan mahasiswa cenderung bermuara idealisme subjektif mahasiswa akan kondisi sosialnya. Komunitas Mahasiswa Peduli Pedagang Sunday Morning (KOMPPAS) merupakan salah satu bentuk gerakan sosial yang diinisiasi para mahasiswa di UGM. KOMPPAS muncul atas kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan yang muncul dalam kegiatan perdagangan di Sunmor. Munculnya KOMPPAS telah memiliki peran dalam pengelolaan Sunmor baik dalam membantu upaya penyelesaian permasalahan maupun terkait relokasi Sunmor. KOMPPAS telah menjadi gerakan sosial yang menunjukan adanya kepekaan mahasiswa terhadap masalah yang ada di lingkungan sekitarnya. KOMPPAS ternyata telah mencerminkan gerakan sosial transformatif yang dikonsepsikan oleh Mansour Fakih yang tercermin dalam berbagai kegiatan serta pergerakannya. Kajian ini dibuat dengan metode studi kasus untuk merefleksikan KOMPPAS sebagai cerminan gerakan sosial transformatif melakukan berbagai proses perlawanan terhadap ketidakadilan dan membantu proses tata kelola di aras lokal.

II. Tinjauan Pustaka
Mansour Fakih menjelaskan bahwa gerakan sosial transformatif sebenarnya tumbuh dari adanya kepekaan sosial, dimana apabila dilihat dari kacamata Freire sering disebut kesadaran kritis. Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis memberikan ruang bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem atau struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja serta bagaimana mentransformasikannya. Kesadaran kritis berusaha menciptakan ruang dan kesempatan agar masyarakat terlibat dalam suatu proses dialog ‘penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik dan adil.’ 

Gerakan sosial transformatif berusaha meningkatkan peran intelektual organik. intelektual organik dalam gerakan sosialnya tidak cukup sekedar membuat konsep, melakukan riset, dan mendiskusikannya di ruang-ruang yang tidak menyentuh pada ranah akar rumput komunitas. Akan tetapi, turun langsung kepada komunitas untuk melakukan kerja-kerja fungsional dan pembelaan (advokasi) terhadap pihak yang lemah dan dilemahkan. Inilah kerja-kerja intelektual yang spesifik dan praksis itu, yaitu kerja intelektual yang diperoleh dari proses riset bersama komunitas, sekaligus proses pemecahan masalah dengan komunitas pula. Intelektual organik tidak menyusun konsep yang tidak menyentuh pada ranah kebutuhan masyarakat, melainkan menyusun konsep yang secara langsung mengenai sasaran komunitas. 

Mansour Fakih menjelaskan terdapat beberapa karakteristik dari gerakan sosial transformatif yaitu : 
Pertama, adanya proses reposisi ideologi yang dilakukan oleh aktivis. Aktivis memegang suatu posisi dalam gelanggang produksi pengetahuan. Mereka dapat menciptakan ruang, sehingga rakyat dapat menganalisa struktur dan sistem yang ada yang memarginalkan, mendominasi dan mengeksploitasi mereka serta menyebarkan hasil analisis kepada seluruh masyarakat. Mereka dapat menciptakan ruang guna memunculkan kesadaran kritis. Proses penyadaran ini dilakukan dengan membantu rakyat memahami eksploitasi kelas, penindasan politik, maupun hegemoni kultural yang menjinakkan mereka. Metode yang biasa dipakai untuk menumbuhkan kesadaran kritis ini adalah popular education dan riset partisipatif.

Kedua, adanya pendidikan alternatif bagi aktivis. Sebuah “komite” pendidikan politik dibentuk untuk mengembangkan jenis pendidikan ini. Aktivis yang terlibat dalam komite pendidikan terdiri atas mereka yang memiliki sejumlah pengalaman dalam riset partisipatif, pendidikan rakyat dan pengalaman dalam mengorganisir berbagai jenis gerakan sosial. Ketiga, adanya perbaikan manajemen dan organisasi yang mampu menjawab tantangan perubahan sosial. Jenis manajemen akan turut andil dalam masalah keorganisasian yang dihadapi oleh organisasi demokratis partisipatif bagi transformasi sosial.

III. Pembahasan 

3.1. KOMPPAS dan Dinamika Permasalahan Sunmor
Menurut berbagai media, KOMPPAS berdiri pada 21 Mei 2014, berawal dari gerakan advokasi mahasiswa terhadap masalah Sunmor. Munculnya banyak aliansi mahasiswa yang berusaha terlibat dalam kegiatan advokasi permasalahan relokasi Sunmor, mulai dari elemen BEM KM UGM, Dema Fisipol, dan lain-lain. Dimulai dengan kegiatan sederhana berupa pembicaraan santai di warung kopi dan berbagai diskusi, muncullah pencetusan sebuah gerakan advokasi untuk menjembatani permasalahan Sunmor. Dengan munculnya masalah habisnya kontrak pedagang Sunmor dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang berujung pada kebingungan pedagang akan nasibnya mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam memperjuangkannya.

Munculnya berbagai gerakan independen yang terpisah-pisah dalam mengawal permasalahan Sunmor menyebabkan perjuangan advokasi kurang berjalan maksimal. Sampai akhirnya muncul usulan dari Tondy DMR untuk membentuk gerakan khusus yang diberinama KOMPPAS(Komunitas Mahasiswa Peduli Pedagang Sunmor). Namun terkait kapan tanggal pasti berdirinya, Tondy tidak dapat memastikannya. 

Namun, seiring dengan berjalannya waktu ternyata antusiasme mahasiswa yang tergabung di dalam KOMPPAS semakin menurun. Penurunan eskalasi isu Sunmor yang semakin berkurang menyebabkan ketertarikan anggota KOMPPAS untuk bergerak juga semakin menurun. Hal mengakibatkan munculnya kekhawatiran akan eksistensi organisasi. Isu Sunmor berusaha digulirkan kembali, namun kurang berhasil karena dimungkinkan mahasiswa UGM secara umum sudah bosan terkait dengan masalah tersebut. Menurutnya antusiasme mahasiswa dalam KOMPPAS ini, di satu sisi memperlihatkan berkurangnya fokus anggota terhadap organisasi yang mendorong untuk mengurangi tingkat partisipasi.

Beruntung pedagang Sunmor menginformasikan kepada KOMPPAS bahwasannya terdapat slot lapak khusus mahasiswa. Pedagang Sunmor meminta agar lapak mahasiswa dikelola oleh KOMPPAS. KOMPPAS sendiri pada awalnya tidak mengerti bagaimana tata cara mengelola lapak mahasiswa tersebut, sampai akhirnya berusaha meminta izin kepada UGM. Namun, pihak UGM menolak lapak mahasiswa tersebut dikelola oleh KOMPPAS. Dengan dorongan dari pedagang Sunmor, KOMPPAS memberanikan diri untuk mengelola lapak mahasiswa itu sendiri. 

Pada tahun 2014-2015, sifat gerakan yang masih bersifat advokatif didorong untuk terus memperjuangkan nasib pedagang Sunmor. Mahasiswa yang tergabung dalam KOMPPAS aktif dalam demonstrasi untuk memperjuangkan nasib Sunmor. Perjuangan mahasiswa di KOMPPAS pada dasarnya menghadapi upaya relokasi Sunmor yang akan dilakukan oleh pihak UGM yang terjadi selama dua kali. Relokasi yang pertama terjadi pada tahun 2014, pasca telah setelah selesainya kontrak pedagang dengan UGM. Ketika kontrak selesai, UGM mengeluarkan surat himbauan untuk mendorong pedagang Sunmor berpindah dari Jalan Olahraga ke Jalan Lingkar Timur. Namun, pedagang menganggap kebijakan UGM sebagai tindakan sepihak. Pedagang pada akhirnya pindah ke Jalan Lingkar Timur selama lima minggu. Akibat dari keadaan yang kurang menguntungkan bagi perdagangan, pedagang memberanikan diri kembali ke Jalan Olahraga setelah lima minggu berjualan di Jalan Lingkar Timur. 

Relokasi kedua dilaksanakan pada akhir tahun 2016, dimana dilaksanakan proyek pembangunan di lingkar Filsafat UGM, yang pada akhirnya memaksa pedagang untuk kembali berjualan di Jalan Lingkar Timur. Jika tetap bertahan di Jalan Olahraga dikhawatirkan nasib Sunmor akan semakin tidak dapat dipertahankan, sehingga pedagang memutuskan untuk menerima relokasi ke Jalan Lingkar Timur. 

Munculnya P2SM dalam menerima relokasi Sunmor juga tidak terlepas dari peran mahasiswa yang tergabung dalam KOMPPAS untuk ikut mengadvokasikan masalah Sunmor. Mahasiswa yang tergabung dalam KOMPPAS bahkan menginiasi untuk mengajak pedagang yang tergabung dalam P2SM untuk ikut dalam demonstrasi pada bulan November 2016. Demonstrasi itu dirancang oleh mahasiswa yang tergabung dalam KOMPPAS untuk memperlihatkan eratnya hubungan dengan pedagang Sunmor. Hal ini adalah strategi organisasi yang dilakukan KOMPPAS untuk membangun citra bahwa mahasiswa dan elemen masyarakat berjuang bersama untuk mempertahankan Sunmor.

3.2. Peran Serta KOMPPAS sebagai Gerakan Sosial Transformatif.
KOMPPAS sebagai organisasi yang berbentuk komunitas pada dasarnya tidak memiliki struktur dan peraturan yang rigid dalam menunjang aktivitasnya. KOMPPAS dikelola dengan metode kolektif kolegial, sehingga setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Secara umum, KOMPPAS memiliki Ketua, Sekretaris, Bendahara dan divisi-divisi. Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan tantangan yang dihadapi organisasi, model pengelolaan yang digunakan berubah-ubah. Akhir tahun 2014-2015 model kolektif kolegial dijalankan. Semua pengurus KOMPPAS menjadi berhak dalam proses pengambilan keputusan. Semenjak tahun 2015/2016 mulai ada pemilihan pimpinan seiring dengan berkurangnya jumlah anggota. Dahulu KOMPPAS juga memiliki berbagai divisi termasuk Kewirausahaan. Namun, kini tinggal tersisa Divisi Publikasi, Divisi Advokasi, dan Divisi Kesekterariatan. Divisi Kewirausahaan dihilangkan dengan pertimbangan bahwa seluruh anggota KOMPPAS pada dasarnya bisa melakukan kegiatan usaha kapan pun dengan bantuan organisasi. 

Untuk menarik antuasiasme di luar anggota, KOMPPAS juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa yang ingin secara langsung terlibat dalam kegiatan kewirausahaan. KOMPPAS bekerja sama dengan pedagang Sunmor menyediakan lapak khusus dimana hasil penjualan akan dibagi rata. Mahasiswa di luar anggota KOMPPAS dapat ikut serta untuk berjualan di lapak khusus tersebut. KOMPPAS juga menyediakan upah bagi mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan bersih-bersih Sunmor. Anggota KOMPPAS juga mendapatkan pelatihan kewirausahaan dengan kerjasama dengan pedagang tersebut, agar mereka tetap bertahan di KOMPPAS. 

KOMPPAS setidaknya memainkan dua peran yaitu sebagai pengelola lapak mahasiswa dan advokasi permasalahan Sunmor. Peran mengelola lapak mahasiswa adalah kegiatan utama yang dilakukan oleh KOMPPAS, sedangkan fungsi advokasi dilakukan untuk menunjang kegiatan utama. Peran mengelola lapak mahasiswa awalnya berasal dari ketidaktahuan KOMPPAS perihal adanya slot khusus tersebut. Justru ketika konflik relokasi pertama, munculah inisiasi dari pedagang untuk menyerahkan pengelolaan lapak mahasiswa pada KOMPPAS. Di satu sisi hal ini dapat dimaknai sebagai upaya pedagang untuk membangun relasi dengan mahasiswa, agar dapat bersatu menghadapi relokasi Sunmor yang akan dilakukan oleh pihak UGM. Lapak mahasiswa sebelum relokasi kedua (Sebelum Tahun 2016) berada di Timur Fakultas Hukum, UGM. Terdapat lahan sepanjang 50 meter yang bisa ditempati 25 lapak yang dapat digunakan untuk berdagang. Saat itu, tidak ada pembatasan terkait dengan siapa saja yang akan mengakses lapak mahasiswa tersebut. Mahasiswa S1 s.d. S2 maupun dosen dan alumni UGM serta mahasiswa non UGM diperbolehkan memakai lapak mahasiswa dengan meminta izin kepada KOMPPAS. KOMPPAS menjadi otoritas yang bertanggung jawab dalam pendaftaran, pendataan dan pengelolaan lapak mahasiswa. 

Setelah relokasi pada tahun 2016 berlangsung, pada salah satu poin kesepakatan dinyatakan bahwa pedagang harus menyediakan lapak khusus untuk kegiatan kemahasiswaan yang dikelola oleh KOMPPAS atau BEM KM UGM. Pedagang yang tergabung dalam P2SM lebih mempercayakan untuk lapak mahasiswa dikelola oleh KOMPPAS. Setelah relokasi, KOMPPAS merubah kebijakan dan hanya memperbolehkan mahasiswa S1 UGM yang diperbolehkan untuk mengakses lapak mahasiswa. Dengan pertimbangan memprioritaskan kegiatan mahasiswa UGM dalam mendapatkan dana usaha acara maupun membantu pembiayaan dalam KKN. Lapak mahasiswa paca relokasi berlokasi di Jalan Lingkar Timur dengan porsi sepanjang 100 meter yang bisa digunakan untuk sebanyak 50 lapak. 

Proses pendataan mahasiswa yang akan menggunakan lapak mahasiswa pun berubah. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengguna lapak mahasiswa, yakni: 1) Mahasiswa UGM; 2) Pendaftaran dilakukan di Sayap Barat Graha Sabha Pramana (GSP), UGM; 3) Membawa Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan foto copy-annya sebanyak satu rangkap; 4) Izin hanya berlaku selama satu minggu dan apabila akan menggunakan lagi harus melakukan daftar ulang di hari jumat. Untuk mendapatkan surat izin penggunaan lapak dari KOMPPAS, mahasiswa harus saling berebut formulir perizinan. Untuk tempat pelayanan sendiri berpindah-pindah awalnya berada di Selasar Fakultas Hukum lalu pindah ke Kantin Fisipol dan akhirnya hingga sekarang layanan dilaksanakan di Sayap Barat GSP, UGM. 

KOMPPAS juga melakukan otorisasi pada saat ketika Sunmor berlangsung. KOMPPAS meminta retribusi kebersihan kepada pedagang mahasiswa sebesar delapan ribu dan lima ratus rupiah kepada pedagang Sunmor. Nantinya uang tersebut akan digunakan untuk membayar mahasiswa yang akan menjadi relawan pembersih Sunmor pada hari minggu, pengawas kegiatan bersih-bersih dan sisanya masuk ke kas KOMPPAS. KOMPPAS sendiri melakukan pengawalan kegiatan bersih-bersih yang biasanya dilakukan dari perempatan Sagan sampai dengan Jembatan Karang Malang, Depok, Sleman. Bagi kelompok mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan bersih-bersih akan mendapatkan upah sebesar 500 ribu, sedangkan bagi pengawas kegiatan akan mendapat sebesar 50 ribu setiap minggunya. KOMPPAS juga memastikan mahasiswa sudah ada di lokasi lapak pada pukul 05.00, namun realitanya tidaklah demikian. Banyak mahasiswa pengguna lapak yang datang pukul 07.00, akibatnya memunculkan masalah baru, ketika lapak mahasiswa telah ditempati terlebih dahulu oleh pedagang Sunmor. Untuk mengatasi hal tersebut, KOMPPAS berusaha melakukan proses pendataan ulang dan identifikasi lokasi lapak mana saja yang belum ditempati pedagang Sunmor, sehingga akhirnya tinggal tersisa 43 lapak dari 50 lapak yang seharusnya digunakan oleh mahasiswa. 

Selain itu, KOMPPAS juga melakukan kegiatan advokasi untuk menunjang pengelolaan lapak mahasiswa. Dalam melakukan advokasi, KOMPPAS bersikap netral tidak memihak secara langsung dengan pedagang Sunmor maupun UGM. Advokasi dilakukan dengan kegiatan seperti pendataan mahasiswa, pengukuran lapak, sosialisasi kepada pedagang tentang sampah, audiensi kepada pihak UGM terkait masalah Sunmor, dan sosialiasi kebersihan. KOMPPAS juga pernah menginisiasi demonstrasi untuk mendukung keberadaan Sunmor pada November 2016. 

IV. Kesimpulan 
KOMPPAS sebagai gerakan sosial tumbuh dari kepekaan mahasiswa UGM terhadap dinamika permasalahan Sunmor. KOMPPAS yang tumbuh berasal dari perkumpulan yang tidak disengaja menjadi aliansi mahasiswa sampai menjadi sebuah komunitas sebagai respon atas ketidakjelasan nasib pedagang Sunmor. KOMPPAS telah memperlihatkan hadirnya partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial untuk ikut merespon perubahan sosial dan mendekatkan diri dengan akar rumput. Keterlibatan mahasiswa ditunjukan melalui keaktifan KOMPPAS dalam mengawal dua proses tahap relokasi yang terjadi di Sunmor.

KOMPPAS tidak hanya hadir untuk mengawal permasalahan Sunmor, namun dalam perkembangannya juga terlibat dalam proses tata kelola. KOMPPAS memiliki otoritas untuk mengelola lapak mahasiswa dan bertugas membantu mengadvokasi permasalahan Sunmor. Dalam tata kelola lapak mahasiswa, KOMPPAS bertanggung jawab dalam proses pendaftaran, pendataan, pengawasan, penarikan retribusi, dan memobilisasi kegiatan bersih-bersih. Dalam proses advokasi, mahasiswa yang tergabung dalam KOMPPAS termasuk yang menginisiasi terbentuknya P2SM (Paguyuban Pedagang Sunday Morning) dan aktif mengawal baik melalui media sosial maupun melakukan demonstrasi.

Daftar Pustaka
  • Afandi, Agus. 2011.” Gerakan Sosial Intelektual Muslim Organik dalam Transformasi Sosial,” Jurnal Studi Agama-Agama, Volume 1, Nomor 2: 96-119.
  • Aryono. 2009.” Jalan Mendaki Menuju Reformasi: Gerakan Mahasiswa Di Semarang Tahun 1990-1998.” Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya. Semarang: Universitas Diponegoro.
  • Darmayadi, Andrias.,” Pergerakan Mahasiswa Dalam Perspektif Partisipasi Politik : Partisipasi Otonom Atau Mobilisasi, Majalah Ilmiah UNIKOM, Vol. 9, No. 1: 61-70.
  • Fakih, Mansour. 2010. Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial Pergolakan Ideologi LSM Indonesia. Yogyakarta: Kerjasama INSIST Press dengan Pustaka Pelajar.
  • ---------------------. 2013.  Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Kerjasama INSIST Press dengan Pustaka Pelajar.
  • Indra, Reda Bayu Aqar.,” Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi Dinamika Gerakan Mahasiswa FISIP Unair Airlangga Menurut Aktivis Mahasiswa Dalam Perspektif Konstruksi Sosial,”( http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts56415df21afull.pdf, diunduh pada 1 Juli 2017). 1-17.

Anggalih Bayu Muh Kamim_ Universitas Gadjah Mada Yogyakarta_ Ilmu Pemerintahan 


0 komentar:

Posting Komentar