Rabu, 14 Februari 2018

Sosiologi Keluarga: Sebuah Tinjauan Mengenai Peran Dan Fungsi Keluarga

Di dalam sebuah keluarga, khususnya keluarga inti, terdiri dari ayah, ibu dan anak, dan masing masing memiliki peran atau fungsinya di dalam keluarga. Ayah sebagai kepala rumah tangga, ibu berperan dalam mengasuh anak dan mengatur pengeluaran untuk keperluan sehari – hari serta kebutuhan di dalam keluarga, dan anak sebagai pihak yang patuh terhadap orang tua dan sebagai penerus keluarga dan yang akan menentukan nama baik keluarga kelak di kemudian hari. Di dalam keluarga terdapat konsep keluarga yang ideal. Keluarga yang seperti apakah yang dikatakan sebagai keluarga ideal? Keluarga dapat dikatakan ideal apabila masing – masing individu di dalam keluarga dapat berfungsi dengan baik sebagaimana fungsi keluarga pada umumnya. Terciptanya keluarga ideal maka akan menciptakan pula keluarga yang harmonis dan sejahtera. Dalam hal ini tak lepas dari peran dan fungsi masing – masing individu di dalam keluarga. Namun, seiring perkembangan zaman, terdapat perubahan ataupun pergeseran fungsi atau peran di dalam keluarga. Perubahan atau pergeseran fungsi keluarga tersebut menciptakan suatu penyimpangan fungsi di dalam keluarga, karena peran masing – masing individu di dalam keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan terjadi beberapa perbedaan peran di dalam keluarga akibat adanya perubahan fungsi keluarga tersebut.

Dalam hal ini, ada beberapa pendapat saya mengenai berbagai perubahan atau pergeseran peran atau fungsi di dalam keluarga seiring perkembangan zaman. Maka dari itu, saya akan mencoba untuk memberikan beberapa argumen pribadi terkait dengan perubahan atau pergeseran fungsi yang terjadi di dalam keluarga tersebut. Perubahan yang pertama, akan saya ambil dari peran atau fungsi orang tua di dalam keluarga. Orang tua terdiri dari ayah dan ibu, yang masing – masing memiliki fungsi yang berbeda seperti yang telah saya sebutkan pada paragraf pertama mengenai fungsi masing – masing individu di dalam keluarga. Namun, di sini saya akan memberikan contoh nyata yang terjadi pada masyarakat pada saat ini dari perubahan peran atau fungsi keluarga terkait ayah dan ibu sebagai orang tua dari sang anak. Perubahan tersebut karena adanya emansipasi wanita. Emansipasi wanita merupakan suatu tuntutan mengenai hak dan kesetaraan antara pria dan wanita karena adanya pergerakan dari golongan kaum wanita. Yang mempelopori adanya emansipasi wanita adalah beliau R.A. Kartini sebagai pejuang terhadap kesetaraan gender dan pengakuan derajat yang sama atas kaum wanita terhadap kaum pria. Perubahan peran atau fungsi keluarga tersebut dapat kita lihat pada era reformasi saat ini, yaitu dengan adanya konsep wanita karir, di mana kaum wanita tidak mau kalah dengan kaum laki – laki di lihat dari segi pemenuhan kebutuhan. Bahkan, ada pula kaum perempuan yang mendominasi di dalam keluarga dalam hal pemenuhan kebutuhan, dalam artian wanita saat ini bekerja dan laki – laki hanya berada di rumah, mengasuh sang anak dan mengelola keuangan keluarga. Hal tersebut sudah merupakan suatu ketimpangan di dalam keluarga, walaupun sebenarnya tidak ada pihak yang dirugikan di dalam keluarga tersebut. Namun, hal tersebut dianggap sebagai penyimpangan sosial di dalam keluarga dilihat dari peran dan fungsi yang seharusnya terjadi di dalam keluarga, bahwa ayah itu seharusnya sebagai kepala keluarga dan bertugas untuk bekerja serta memenuhi kebutuhan di dalam keluarga dan ibu sebagai ibu rumah tangga yang mengelola keuangan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan di dalam keluarga tersebut. Misalnya saja, di Jakarta terdapat seorang wanita yang bekerja sebagai supir bus transjakarta, ada pula seorang wanita menjadi kondektur bus metromini, seorang wanita berjualan makanan dan minuman seperti pedagang asongan keliling, seorang wanita yang berjualan jamu gendong keliling, bahkan ada profesi yang derajatnya dianggap lebih tinggi, seperti seorang wanita dengan profesi dokter, seorang polwan atau polisi wanita, seorang guru atau dosen wanita, dan lain sebagainya. Saya sebenarnya sangat pro dengan hal tersebut kaitannya dengan emansipasi wanita. Memang saat ini, dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga sangatlah sulit. Jadi, perlu adanya peran seorang wanita untuk turut memberikan andil sebagai wanita karir yang mampu untuk mendongkrak pemenuhan kebutuhan keluarga agar dapat tercukupi. Sebenarnya, peran dalam mengasuh anak bukan hanya dipegang oleh seorang ibu saja, akan tetapi ayah juga berperan dalam mengasuh anak. Menurut saya, wanita boleh bekerja, namun tidak boleh melebihi jam kerja dari laki – laki di dalam konteks berkeluarga. Wanita harus memiliki banyak waktu luang untuk berperan dalam mengasuh anak sebagai seorang ibu, sedangkan laki – laki adalah wajibnya dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga. Saya sangat pro ketika wanita sebagai seorang ibu memiliki karir dan juga laki – laki sebagai seorang ayah juga berkarir. Akan tetapi, jam kerja wanita tidaklah padat, seperti halnya kaum laki – laki sebagai kepala rumah tangga yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ada kalanya, sang ibu memiliki waktu luang untuk berdua dengan sang anak untuk proses sosialisasi anak dan menanamkan nilai – nilai dan norma sejak dini terhadap buah hati. Karena peran keluarga adalah sebagai tempat untuk proses sosialisasi yang terjadi pertama kali dan yang paling utama untuk sang anak, karena bagaimanapun kepribadian sang anak di masa yang akan datang itu tergantung dari penanaman nilai – nilai dan norma serta moral yang di tanamkan oleh orang tua di dalam keluarga. Karena biasanya karakter anak yang paling kuat tertanam adalah saat proses sosialisasi di dalam keluarga, yaitu sosialisasi dan didikan kedua orang tua terhadap anaknya. Saya mengambil sisi positif dari adanya wanita karir, yaitu ketika ayah bekerja dan ibu bekerja di dalam keluarga, maka dipandang dari segi ekonomi, itu sangatlah mungkin tercukupi dalam aspek pemenuhan kebutuhan keluarga, dalam artian, segala kebutuhan dari segi sandang, pangan dan papan pasti dapat tercukupi, serta pemenuhan kebutuhan pendidikan sang anakpun dapat tercukupi dengan baik, yaitu anak mampu memperoleh pendidikan yang setinggi – tingginya. Namun, ada segi lain yang saya kemudian ada ketidaksetujuan atau kontra, yaitu ketika laki – laki sebagai seorang ayah bekerja dan wanita sebagai seorang ibu juga bekerja dan kemudian lupa akan kewajiban orang tua dalam hal mengasuh anak atau memberikan pemenuhan terhadap peran dan fungsi orang tua terhadap sang anak yaitu, proteksi, afeksi, dan sosialisasi sebagai kebutuhan yang paling utama dari sang anak. Maka dari itu, orang tua hendaknya selalu memberikan asupan berupa proteksi yaitu melindungi sang anak dari berbagai hal yang sifatnya merugikan dan negatif yang berpengaruh terhadap perkembangan anak, serta memberikan afeksi atau kasih sayang, di mana orang tua seharusnya ada ketika sang anak butuh dan orang tua selalu mendidik, mengawasi, serta mendukung apapun yang dilakukan anaknya selama hal tersebut bersifat positif dan berguna bagi sang anak, serta peran kedua orang tua dalam proses sosialisasi pertama kali kepada sang anak. Ada baiknya orang tua menanamkan dan mengajarkan hal – hal positif kepada sang anak. Peran orang tua adalah sebagai wadah untuk menampung segala aspirasi dan keluh kesah sang anak, dan ketika sang anak ingin sharing, maka peran kedua orang tua haruslah ada ketika anak membutuhkan, saat itulah peran orang tua memberikan masukan – masukan yang sifatnya membangun, dari pengalaman kedua orang tua pun bisa di-sharing-kan atau diceritakan kepada sang anak, sehingga sang anak menjadi paham betul tentang realita kehidupan, agar anak juga bisa memilah mana yang baik dan benar yang harus dilakukan serta mana yang buruk yang bersifat merugikan dan yang harus ditinggalkan. Jadi, walaupun adanya konsep wanita karir sehingga kedua orang tua bekerja, namun mereka setidaknya masih ada waktu untuk meluangkannya kepada sang buah hati, karena karakter dan kepribadian anak itu tergantung dari bagaimana peran orang tua dalam memberikan proteksi, afeksi, serta sosialisasi kepada sang anak. Namun, saya sangat kontra ketika seorang laki – laki sebagai kepala keluarga tidak bekerja dan hanya berdiam diri layaknya seorang pengangguran, sedangkan perempuan di dalam keluarga sebagai seorang ibu kemudian yang bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga. Maka, hal tersebut telah sangat menyimpang dari fungsi keluarga, yang seharusnya seorang laki – laki sebagai ayah adalah sebagai kepala rumah tangga dan berkewajiban dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, kemudian digantikan dengan wanita sebagai seorang ibu yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Peran laki – laki sebagai seorang ayah seharusnya adalah yang mampu memimpin keluarga, yang mampu mengayomi keluarga dan mampu melindungi keluarga, serta mampu memenuhi kebutuhan keluarga, karena itu adalah tugas dari seorang laki – laki sebagai seorang ayah dan sebagai kepala rumah tangga. Jadi, laki – laki harus berusaha bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan, sehingga perannya dalam memenuhi kebutuhan keluarga dapat tersalurkan.

Lalu, yang selanjutnya dipandang dari peran sang anak yang seharusnya patuh kepada kedua orang tua. Namun, saat ini banyak sekali kita melihat perubahan – perubahan fungsi sang anak, yaitu sekarang ini banyak sekali anak yang membangkang kepada orang tuanya, ada pula anak yang tidak menghormati kedua orang tuanya, hal itu dapat kita lihat dari cara berbicara anak terhadap orang tua, mulai dari berani berkata kotor kepada orang tua hingga mencaci maki kedua orang tuanya. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, mungkin karena proses sosialisasi yang gagal dari kedua orang tua terhadap sang anak, mungkin juga karena akibat dari kesibukan kedua orang tua terhadap pekerjaannya sehingga lupa akan fungsi dan peran orang tua terhadap anaknya yaitu orang tua hendaknya memberikan proteksi, afeksi serta sosialisasi, sehingga mungkin anak juga enggan berada di rumah dan mencari suasana yang lain yaitu pada lingkungan pergaulan. Ketika di dalam lingkup pergaulan, mungkin anak mendapatkan apa yang tidak didapatkan di dalam keluarganya, sehingga anak mulai terbuai dengan pergaulannya bersama dengan teman – temannya, dan lupa akan batasan – batasan di dalam pergaulan, dan tanpa disadari anak telah terpengaruh oleh hal – hal negatif dari pergaulan tersebut dan menjadi kebiasaan dari sang anak, yang kemudian dibawa ke dalam ranah keluarga. Dalam hal ini, saya sangat kontra, karena bagaimanapun juga tugas dari sang anak dilihat dari peran maupun fungsi sang anak di dalam keluarga adalah patuh terhadap kedua orang tuanya. Jadi, saya berpendapat bahwa terjadinya hal tersebut mungkin kurang adanya transparansi antara orang tua terhadap anak begitupun sebaliknya yaitu antara anak terhadap orang tua. Jadi, di dalam keluarga harus adanya sikap saling terbuka antar individu, mulai dari ayah, ibu, dan anak. Sehingga dengan adanya keterbukaan tersebut akan menciptakan kesadaran dari masing – masing individu terhadap peran dan fungsinya di dalam keluarga. kemudian dari sikap saling terbuka tersebut akan memperoleh pengertian satu sama lain dan apa yang diharapkan dapat tersalurkan sehingga akan menjadi koreksi dari masing – masing anggota keluarga, dan menciptakan keadaan di mana masing – masing individu akan introspeksi diri dan memikirkan segala kekurangan dan bagaimana seharusnya masing – masing anggota berfungsi maupun berperan di dalam keluarga yang utuh tersebut. Sehingga dengan hal tersebut diharapkan akan menekan tingkat keretakan yang kemungkinan terjadi di dalam sebuah keluarga. Sehingga akan tercipta keluarga yang harmonis.
Kemudian, terdapat kasus pergeseran atau perubahan fungsi keluarga, seperti orang tua tega menjual anak perempuannya sendiri untuk dilacurkan. Hal tersebut sudah merupakan tindak kriminalitas sekaligus merupakan pergeseran fungsi orang tua terhadap anaknya, yang seharusnya orang tua itu fungsinya memberikan proteksi dan afeksi, namun seakan hal itu telah pudar dan tidak dianggap lagi. Mungkin dari segi lain, orang tua terpaksa melakukan hal tersebut karena desakan ekonomi, yang menyebabkan hal itulah cara atau jalan satu – satunya untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, hingga tega menjual anaknya sendiri. Seakan – akan anak perempuan dianggap sebagai aset atau pusat harta yang kemudian disalah-persepsikan dan dianggap sebagai sebuah barang yang dapat diperjual-belikan, dalam hal ini jelas telah terjadi disfungsi keluarga. Dalam konteks ini, saya sangat kontra, karena seharusnya tugas keluarga itu adalah melindungi dan menjaga anaknya, dalam hal ini berhubungan dengan peran ataupun fungsi kedua orang tua dalam memberikan proteksi dan afeksi. Walau bagaimanapun desakan ekonomi yang dialami, orang tua harusnya dapat berpikir dengan pikiran yang jernih dan sewajarnya, dan jangan sampai mengorbankan salah satu anggota keluarganya hanya karena faktor desakan ekonomi. Karena masih ada cara lain tanpa harus menjual anak perempuannya tersebut. Orang tua bisa saja mencari pekerjaan, mungkin dengan buruh tani, ataupun buruh bangunan, sehingga ada usaha dari orang tua khususnya seorang laki – laki sebagai ayah sekaligus kepala rumah tangga dalam hal memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya. Sang anakpun bisa bekerja jika memang sudah masuk dalam usia kerja sehingga terjadi peningkatan peran dan fungsi dari sang anak di dalam keluarga, hal ini untuk membantu perekonomian keluarga, asalkan pekerjaan tersebut halal dan masih merupakan pekerjaan yang positif. Sang ibu pun bisa sebagai buruh cuci mungkin juga bisa sebagai pembantu rumah tangga. Sebenarnya bisa dengan berbagai cara keluarga tersebut berusaha untuk keluar dari berbagai permasalahan yang dialami oleh keluarga, maka dalam hal ini komunikasi yang baik di dalam keluarga sangat diperlukan, asalkan ada kemauan dan kerja keras, selalu berpikir positif dan selalu bersyukur, bukannya malah meniadakan usaha dan menghalalkan berbagai cara. Antar anggota di dalam keluarga itupun harus tetap terjaga komunikasinya, mungkin dengan saling mendukung atau men-support apa yang dilakukan atau dikerjakan masing – masing dapat membuat pekerjaan masing – masing bisa dilakukan dengan setulus hati dan bekerja dengan giat serta bekerja keras, karena memang tujuannya untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan di dalam keluarga. Sehingga, sesusah apapun masalah yang dihadapi di dalam keluarga semuanya bisa diatasi, asal dengan selalu berpikir positif, komunikasi yang lancar, adanya usaha, tekad dan kerja keras, serta selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Karena bagaimanapun tanpa rasa syukur akan membuat keluarga akan selalu merasa kurang, karena sifat dasar manusia adalah hawa nafsu yang salah satunya adalah rasa tidak akan pernah puas dengan apa yang telah dimiliki atau yang telah dicapainya di dalam kehidupan. Sehingga walau dalam keadaan perekonomian yang mendesak, masih tercipta keluarga yang harmonis, di mana masing – masing anggota di dalam keluarga dapat saling mengerti akan keadaan yang dihadapi dan berusaha bersama – sama dalam mencapai perubahan keluarga ke arah yang baik. Bagaimanapun, dinamika keluarga akan selalu terjadi, tidak ada satupun keluarga yang bersifat statis, selalu akan ada gejolak yang siap menanti kapanpun dan dalam kondisi apapun di dalam keluarga, dan yang bisa mengatasi semuanya adalah keluarga itu sendiri dengan segenap komponen di dalamnya yaitu ayah, ibu, dan anak.

Mungkin hal itulah sekelumit gagasan, argumen maupun pendapat saya pribadi mengenai pro atau kontra terhadap pergeseran ataupun perubahan fungsi di dalam keluarga, khususnya keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, serta contoh – contoh kasus yang telah diutarakan di atas mengenai perubahan ataupun pergeseran fungsi di dalam keluarga beserta argumen pro maupun kontra menurut pandangan saya pribadi terkait hal tersebut.

Karya: Alan Sigit Fibrianto, S.Pd., M.Sos

0 komentar:

Posting Komentar