A.
Lahirnya
Kelas Buruh
Kira-kira
tahun 1870, Inggris telah mengembangkan industri manufaktur yang paling maju di
dunia.Lebih dari sepertiga produksi industrial berlangsung di Inggris. Namun
proses industrialisasi juga telah maju di negara-negara lain, terutama di
Amerika Serikat, Perancis dan Jerman. Di Eropa, proses tersebut mengakibatkan
hancurnya kaum cakapan tradisional dan merosotnya kesejahteraan kaum tukang.
Sekian juta orang-orang Eropa beremigrasi, hal itu sangat mendorong
perkembangan industri dan pertanian di negara-negara lain, terutama di Amerika
Serikat dan banyak meringankan berbagai tekanan sosial di Eropa.Legislasi
berangsur-angsur diperkenalkan di Inggris untuk mengurangi dampak buruk
persaingan bebas[1].Kompetisi
tersebut memaksa para majikan untuk mempertahankan upah serendah-rendahnya dan
para buruh industri tidak punya peluang untuk menolak pemotongan upah.Buruh
individual selalu rentan untuk dipecat, mereka hanya bisa membela diri secara
kolektif, dengan berorganisasi sehingga mampu melancarkan ancaman untuk menarik
tenaga kerja mereka secara penuh.
Ungkapan
praktis yang paling jelas dari cita-cita proletariat baru pertama-tama adalah
diciptakannya serikat-serikat dagang atau serikat buruh dan kemudian
federasi-federasi dari berbagai serikat itu secara nasional dan
internasional.Secara politik, serikat-serikat dagang itu mendorong gerakan
Chartisme[2].
Di benua Eropa, dimana perkembangan industri secara keseluruhan tidak terlampau
maju, kelompok-kelompok kecil kaum buruh industri terlibat aktif dalam berbagai
revolusi tahun 1848, terutama di Perancis dan Jerman dan dalam konteks ini
gerakan kelas buruh cenderung mengambil bentuk politis daripada ekonomis.
Gerakan-gerakan yang lebih awal itu pada dasarnya dilancarkan terhadap
orang-orang yang kaya dan berkuasa, baik individu maupun kelompok. Sedangkan
organisasi kelas buruh yang terbentuk sesudah Revolusi Inggris mulai memandang
diri mereka sendiri berjuang bukan untuk melawan kaum kaya, namun melawan
sistem yang memecah belah bangsa menjadi dua kelas, para pemilik kekayaan yang
tidak perlu bekerja dan kaum buruh yang tidak dapat memiliki kekayaan.
B.
Sosialisme
dan Karl Marx
Kaum
sosialis awal memandang kapitalisme sebagai sistem yang tidak adil dan
irasional, yang harus digantikan oleh komunisme. Menurut Marx, kapitalisme
telah mengakhiri ketidakadilan dan irasionalitas feudal, namun kapitalisme
telah menggantikan dengan ketidakadilan dan irasionalitasnya sendiri. Marx yang
pertama melahirkan filsafat sosial yang dirancang untuk membuka kemungkinan
bagi sosialisme untuk tampil dalam perkembangan sejarah yang nyata. Bagi Marx,
sejarah itu lebih berupa perkembangan produksi daripada realisasi
prinsip-prinsip rasional. Pendekatan Marx terhadap perubahan historis bisa
digambarkan dengan mengacu pada transisi dari feodalisme menuju kapitalisme.
Bagi
Marx, hubungan-hubungan produksi kapitalis sama menindasnya dengan hubungan
produksi feodal. Dari sudut pandang pemilik modal, satu-satunya tujuan produksi
adalah laba. Laba bukan hanya penting untuk konsumsi pribadi si pemilik modal
itu sendiri, namun yang lebih penting untuk membiayai investasi yang akan
memungkinkan perolehan laba di masa mendatang. Perjuangan kelas akan terjadi, meskipun
secara individual para pemilik modal dan kaum buruh tidak menghendaki,
mangabaikan, atau menolaknya. Krisis akan berakhir dan suatu periode ekspansi
akan bermula, meski hal ini pun pada akhirnya akan mengarah pada krisis baru
berupa kelebihan produksi.
C.
Sosialisme
Reformis dan Revolusioner Sebelum
Tahun 1914
Sejak
1873-an, dunia terperosok ke dalam krisis ekonomi yang panjang dan serius.
Ledakan ekonomi tahun 1850-an dan 1860-an disebabkan oleh sejumlah besar
pembangunan rel kereta api di seluruh dunia. Banyak firma yang terpaksa gulungtikar
dan firma yang masih bertahan seringkali harus menghadapi keadaan yang nyaris
mendekati monopoli untuk komoditas-komoditas tertentu.Salah satu tanda krisis
itu adalah jatuhnya harga[3].Pertumbuhan
ekonomi belum benar-benar pulih sampai kira-kira tahun 1896.Ketika pada
akhirnya pertumbuhan ekonomi menggeliat lagi, sebagian orang harus menghadapi
efek purifikasi krisis yang telah mematikan industri yang memang sudah tak
berdaya, dan sebagian harus menghadapi eksploitasi yang kian meningkat secara
agresif atas sumber daya alam dan tenaga kerja murah di daerah-daerah jajahan.
Kebangkitan
ekonomi ini dengan demikian terkait dengan imperialisme, nasionalisme, dan
militerisme.Sudut pandang reformis itu mencakup peninjauan ulang atas pandangan
Marxis tentang negara.Negara bukan lagi
dilihat sebagai alat penindasan, namun sebagai agen netral yang bisa dijalankan
oleh wakil-wakil dari para pemilik modal maupun buruh. Menurut mereka,
sosialisme dengan demikian harus dipandang sebagai kerajaan tujuan-tujuan,
sebuah cita-cita yang harus diperjuangkan oleh kaum sosialis agar sedapat
mungkin mendekati kenyataan. Pada saat yang sama, komitmen terhadap cita-cita
sosialisme harus dicegah agar tidak menghancurkan hukum dan ketertiban.
D.
Matinya
Sosialisme
Asal-usul
sosialisme berkaitan erat dengan perkembangan awal masyarakat industrial, pada
suatu masa antara pertengahan dan akhir abad kedelapan belas.Sosialisme bermula
sebagai kumpulan pemikiran yang menentang individualisme.Sosialisme
pertama-tama merupakan impuls filosofis dan etis, tetapi jauh sebelum Marx
sosialisme mulai
tampil sebagai doktrin ekonomi.Tetapi Marx-lah yang melengkapi sosialisme
dengan teori ekonomi yang rumit dan terperinci. Sosialisme berupaya mengatasi
kelemahan kapitalisme dengan tujuan membuatnya lebih manusiawi, atau sama
sekali menumbangkannya[4].
Secara
sosial menimbulkan pertikaian dan tak mampu mengembangkan dirinya sendiri dalam
jangka panjang.Teori ekonomi sosialisme selalu tidak memadai serta meremehkan
kemampuan kapitalisme untuk berinovasi, beradaptasi, dan mendorong
produktivitas.Sosialisme juga gagal memahami arti pentingnya pasar sebagai
perangkat informasi yang menyediakan data penting bagi para penjual dan pembeli.
Kelemahan-kelemahan sosialisme ini menjadi semakin terbuka dengan adanya proses
globalisasi dan perubahan teknologi yang semakin intens sejak awal 1970-an.
E.
Membangun
Kembali Sosialisme
Ide
sosialisme modern pertama kali muncul dari Thomas More, dalam karyanya yang
disebut Utopia.Ide ini muncul di Inggris pada pertengahan abad ketika
petani-petani kehilangan akses tradisionalnya terhadap tanah sebagai akibat
dari ditutupnya tanah sebagai ladang penggembala kambing. Alternatif mistis yang disketsakan
oleh More ialah suatu masyarakat yang tanahnya dimiliki secara bersama, yang
semua orang mengerjakan apa yang menjadi tugas mereka dan yang produk-produknya
dari kerja didistribusikan kepada semua orang sesuai dengan kebutuhanmereka
tanpa harus menggunakan uang dan tanpa harus jual beli[5].
Inti dari tujuan-tujuan kaum sosialis ialah menciptakan suatu masyarakat yang
akan memungkinkan perkembangan secara utuh potensi dan kemampuan manusia.
Jadi
pertumbuhan kemakmuran manusia tidak lain dari yang absolut, yang terus
mengejewantahkanpotensi-potensi kreatifitasnya. Perkembangan segenap kekuatan
manusiawi sebagai tujuan dalam dirinya sendiri. Kemakmuran dari hasil kerjasama
akan mengalir secara lebih melimpah dan produk dari masyarakat
produsen-produsen yang berasosiasi secara bebas ialah manusia-manusia yang akan
mampu mengembangkan potensi mereka sepenuhnya dalam suatu masyarakat manusia. Dalam
perjuangan-perjuangan ini, kaum buruh menjadi sadar akan
kepentingan-kepentingan mereka bersama, mereka menjadi keniscayaan untuk
berhimpun bersama melawan kapital. Inilah yang disebut Marx sebut sebagai praktik revolusioner yaitu
kesesuaian antara perubahan situasi dan aktivitas manusia (perubahan diri).
Proses membangun kembali suatu visi sosialis melibatkan keharusan untuk
menjawab pengalaman-pengalaman abad ke-21, berikut ekspansi-ekspansi yang gagal[6].
F.
Sosialisme
adalah Proses Sekaligus Tujuan
Ketidakpuasan
dengan terjadinya penderitaan, ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sebagai
akibat berkembangnya industrialisasi dan kapitalisme telah melahirkan gerakan
sosial di berbagai negara Eropa abad ke-19, yang bertujuan merombak masyarakat
ke arah persamaan hak dan pembatasan terhadap hak milik pribadi.Ada yang
mengusulkan perombakan secara paksa, ada pula yang menghendaki perubahan secara
damai.Gerakan ini dipelopori oleh para yang dinamakan sosialisme utopis.Di
negara sosialis asas sosialisme seperti penguasaan alat produksi dan pengaturan
distribusi komoditas oleh negara diterapkan.Pengaturan produksi dan distribusi
komoditas di seluruh negara dilaksanakan secara terpusat.Di negara Eropa Timur
lainnya semenjak runtuhnya rezim komunis yang telah berkuasa selama beberapa
dasa warsa, maka sistem sosialisme yang diterapkan mulai digeser oleh
kapitalisme.
Masyarakat
sosialis yang lahir dari kapitalisme, kata Marx secara ekonomi, moral, dan
intelektual mengandung bekas-bekas (jejak-jejak) masyarakat lama. Proses
sosialis merupakan suatu proses destruksi sekaligus konstruksi suatu proses
penghancuran elemen-elemen masyarakat lama
yang masih tersisa (manusia yang masih berorientasi pada diri sendiri, maka memberi dukungan
terhadap logika kapital) dan suatu proses membangun manusia-manusia sosialis
yang baru. Kaum sosialis membangun dunia yang di dalamnya orang-orang saling
berhubungan satu sama lain sebagai anggota dari suatu keluarga besar manusia,
suatu masyarakat yang didalamnya bahwa kesejahteraan orang lain merupakan
sesuatu yang harus diperhatikan. Ini adalah dunia solidaritas manusia dan cinta
kemanusiaan.
G.
Masa
Depan Sosialisme
Sosialisme
mendasarkan daya tariknya pada dua hal, yaitu pemerataan sosial dan penghapusan
kemiskinan. Sejarah dua abad terakhir telah menunjukkan adanya dua cara untuk
mencapai pembangunan ekonomi yang pesat. Pertama, cara yang telah digunakan oleh
negara-negara Barat yang sudah maju (Eropa barat laut dan tengah, Amerika
Utara, Australia, dan Selandia Baru) dimana pasar bebas merupakan alat utama
untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi yang telah terbukti dalam sejarah adalah komunisme.Sosialisme berarti
lebih banyak pelayanan jasa kemakmuran untuk mereka yang miskin, lebih banyak
sekolah bagi mereka yang tidak menikmati pendidikan dan peningkatan martabat
hidup bagi mereka yang secara tradisional serba kekurangan.Sosialisme di
negara-negara yang sedang berkembang ialah komitmen pada perencanaan[7].
Pertumbuhan
ekonomi sebagai suatu kebutuhan yang mendesak, mereka merasa bahwa pelaksanaan
fungsi pasar bebas tidak akan menjamin perluasan dan pertumbuhan ekonomi yang
pesat seperti yang dimaksud. Sosialisme di negara-negara berkembang berbeda
dari negara-negara yang lebih makmur, karena perbedaan situasi historis.
Sosialisme tidak diartikan sebagai cara mengindustrialisasikan negara yang
belum maju, tetapi cara mendistribusikan kekayaan masyarakat secara lebih
merata. Sosialisme tidak banyak dikonfrontasikan dengan tugas mendistribusikan
hasil-hasil perekonomian industri yang masih sulit berjalan, melainkan untuk
membangun suatu perekonomian industri dengan maksud menaikkan tingkat ekonomi
dan pendidikan massa rakyat. Di negara-negara berkembang sosialisme sering
berjalan dengan beban tradisi pemerintahan yang otoriter oleh kekuatan
imperalis asing atau oleh para penguasa setempat.
Daftar
Pustaka
Ebenstein, William dan Edwan
Fogelman. 1994. Isme-Isme Dewasa Ini.Erlangga
: Jakarta.
Fink,Hans.
2003. Filsafat Sosial dari Feodalisme
Hingga Pasar Bebas. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Giddens,Anthony. 2000. Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama
: Jakarta.
Kusumandaru,Ken Budha. 2004. Karl Marx, Revolusi, dan Sosialisme.
Resist Book : Yogyakarta.
Saksono,Gatut. 2009. Neoliberalisme VS Sosialisme. Forkoma PMKRI : Yogyakarta.
Sunarto,Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta.
[1]
Salah satu motif di balik perubahan itu adalah kekhawatiran bahwa penderitaan
kelas buruh akan mengakibatkan terjadinya revolusi dan berbagai kalangan kaum
borjuis menggalang derma untuk meringankan kemelaratan dan merosotnya kondisi
kehidupan kelas buruh.
[2]Suatu
kampanye untuk mendorong perluasan hak suara secara radikal (yang bahkan
sesudah reformasi tahun 1832 tidak melibatkan kebanyakan buruh industri, belum
lagi seluruh kaum perempuan).
[3]Ini
berarti, bagi para buruh yang bisa mendapatkan pekerjaan, upah riil tidak
menurun, kendati melemahnya organisasi-organisasi kelas buruh sebagai akibat
dari pengangguran mengakibatkan menurunnya uang upah dan beberapa kemunduran
lainnya.
[4]Teori ekonomi
sosialisme didasarkan pada gagasan bahwa dengan hanya mengandalkan segala
perangkatnya, kapitalisme secara ekonomis tidak efisien.
[6]Dalam berbagai
perjuangan rakyat untuk merebut martabat kemanusiaan dan keadilan sosial, suatu
visi alternatif tentang masyarakat sosialis selalu terkandung di dalamnya.Sudah
selayaknya dibangun kembali dan diperbaharui kembali visi sosialis.
[7]William
Ebenstein dan Edwan Fogelman, Isme-Isme
Dewasa Ini, Erlangga, 1994.
Karya: Annisa Nindya Dewi, M.Sos Magister Sosial Universitas Sebelas Maret Email: sanindyadewi@gmail.com |
0 komentar:
Posting Komentar