A. Lahirnya
Sistem Fief
Selama abad ke-9, Eropa Barat dilanda oleh
serangkaian dari luar.Sebelum terjadi penyerbuan-penyerbuan itu, unit sosial
yang tipikalnya adalah kerajaan.Sebagian besar lahan masih liar dan belum
dihuni manusia, area-area yang sudah dibudidayakan terpilah menjadi lahan milik
kerajaan, lahan milik gereja, estat (estate)
pribadi yang dimiliki para lord dan lahan pertanian yang dimiliki para petani
bebas.Secara teori, seorang raja bisa menarik pajak atas seluruh lahan dan
semua orang yang bebas bisa dikenakan wajib militer berdasarkan perintah raja
mereka. Namun, dengan cara seperti ini, pada saat seorang raja masih sedang
menyiapkan bala tentara, para penyerbu sudah selesai menjarah dan pergi. Maka
yang diperlukan adalah bala tentara yang siap setiap saat, yang berupa laskar
berkuda dengan senjata lengkap. Namun perlengkapan yang diperlukan itu
terlampau mahal untuk dimiliki kebanyakan petani dan sistem pajak yang
didasarkan pada pembayaran dalam bentuk barang atau jasa, dikarenakan
ketidakstabilan uang tidak memungkinkan sang raja sendiri menyediakan bala
tentara bersenjata lengkap. Dalam situasi ini, sejenis sistem imbalan yang
berakar pada zaman kuno berangsur-angsur dikembangkan dan kemudian menjadi
lembaga utama hingga beberapa abad yaitu sistem fief[1].
Salah satu cara menciptakan fief adalah bahwa
raja menyerahkan sebagian lahan milik kerajaan dalam bentuk fief kepada seorang
tokoh militer terkemuka, yang biasanya adalah seorang lord atau petani bebas.
Si pengelola fief lantas menjadi majikan para petani di dalam fief itu dan
memiliki hak menarik pajak serta menerapkan otoritas legal.Sebagai imbalannya,
si pengelola fief bersumpah setia kepada raja, turut berperan dalam menjaga
pertahanan wilayah itu dari ancaman musuh-musuh raja dan menyediakan sejumlah
laskar berkuda dengan senjata lengkap.Sistem fief memungkinkan para raja
menyediakan persenjataan dan membiayai bala tentara, serta menyelenggarakan
administrasi legal dan fiscal untuk wilayah yang bersangkutan.Namun itu juga
berarti sebagian besar wilayah kerajaan menjadi semi-otonom. Cara lain untuk
menciptakan fief adalah bahwa raja membebaskan seorang lord dari kewajiban
membayar pajak jika si lord itu, sebaliknya bersedia menangani sendiri urusan
administrasi legal, bersumpah setia kepada raja, serta mempersenjatai dan
membiayai sekelompok serdadu[2]
Ini sering kali dilakukan dengan cara si lord
menyerahkan lahannya kepada raja dan menerima lahan itu kembali sebagai fief
turun temurun yang disertai hak dan kewajiban tertentu. Sementara itu fief yang
pada mulanya adalah lahan milik kerajaan atau gereja kemudian menjadi lahan
turun temurun pula, sehingga perbedaan antara fief pemberian raja dengan fief
yang semula adalah estet bebas berangsur-angsur lenyap, setidaknya di banyak
kawasan di Eropa.Para pengelola fief yang besar, seperti halnya raja mereka,
sering memberikan bagian-bagian fief mereka dalam bentuk pengabdian, dengan
tujuan untuk menjamin kesetian dan dukungan terus-menerus.Di kebanyakan wilayah
Eropa, ini bararti mayoritas petani bebas dipaksa agar tunduk kepada lord.
Secara formal, mereka memberikan tanahnya kepada lord, dan menerimanya kembali
sebagai lahan turun temurun, sehingga mereka mendapatkan perlindungan dan
terbebas dari kewajiban membayar pajak kepada raja, namun dengan imbalan bahwa
mereka harus bekerja di demesne atau membayar sewa lahan. Hanya di
daerah-daerah pinggiran atau yang sangat terpencil, masyakat-masyarakat petani
bebas bisa bertahan sebagai pemilik lahan secara mandiri.
B. Sistem
Kelas
Secara formal, raja adalah lord tertinggi yang
menguasai semua fief, dan semua lahan pada dasarnya adalah milik raja.Namun
berangsur-angsur fief menjadi harta turun temurun dan di sejumlah tempat
seseorang bisa mendapatkan fief lebih dari satu lord yang menjadi atasannya.
Ini berarti ikrar pengelola fief nyaris tidak ada artinya dan kekuasaan nyata
sang raja menjadi sangat kecil. Secara khusus, apa yang semula merupakan
sekumpulan lord yang berbeda-beda, yang masing-masing bertanggung jawab kepada
raja, lantas menjadi satu kesatuan kelas atau golongan, kelas bangsawan. Kendala khusus yang sangat kuat dan perbedaan
status yang tegas memisahkan kaum bangsawan dengan kaum petani.
Namun, sekarang kaum bangsawan memonopoli
tugas-tugas militer dan administratif, dan tidak lagi terlibat dalam kegiatan
produksi.Sementara para petani tidak lagi menjalankan tugas militer dan
tugas-tugas lain berdasarkan hak mereka sendiri, dan dipaksa untuk
berkonsentrasi pada pekerjaan pertanian saja.Kaum bangsawan menduduki posisi
kepemilikan yang efektif atas lahan.Namun, di dalam lembaga fief, lahan yang
tidak dapat dikenai status sebagai harta milik pribadi yang eksklusif atau tak
bersyarat.Dalam kaitannya dengan sebidang lahan budidaya yang manapun, beberapa
orang bisa mempunyai hak untuk menyatakan lahan ini milikku.Tidak ada seorang
pun yang memiliki hak penuh dan eksklusif atas sebidang lahan, tidak ada
seorang pun yang punya hak terbatas untuk memperlakukan sebidang lahan sendiri,
tidak ada seorang pun yang bisa menjual atau membeli sebidang lahan begitu
saja.Milikku bukan berarti secara universal bukan milikmu.
Istilah feodalisme secara harfiah berarti
sebuah masyarakat yang diatur berdasarkan sistem fief, dengan kekuasaan legal
dan politis yang menyebar luas di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan
ekonomi[3].Mode
produksi feodal bisa dibedakan dengan mode produksi
perbudakan, dimana para budak dimiliki oleh seorang lord yang juga memiliki
segala sesuatu yang dihasilkan oleh budak-budak itu dan itu berbeda lagi dengan
mode produksi yang didasarkan pada kerja para petani bebas dan buruh-buruh
upahan bebas.Mode produksi feodal menjadi
semakin dominan karena semakin besar bagian dari keseluruhan jumlah produksi
dilakukan oleh para petani tak bebas.
C. Ekspansi
Feodal Tahun 1000-1300
Pada tahun 1000, berbagai serbuan bisa
dikatakan telah berhenti dan perdagangan lambat laun mulai bangkit. Sekitar
tahun 1050, jumlah populasi mulai meningkat dan periode antara tahun 1050
hingga 1250 merupakan periode berkembangnya ekonomi Eropa. Bangkitnya
perdagangan dan pembaharuan mata uang yang bisa diterima secara internasional
menyebabkan terjadinya perluasan kota-kota lama dan munculnya banyak kota baru,
yang sering kali berlokasi di dekat kastil-kastil berbenteng. Di beberapa
wilayah Eropa, kota-kota tunduk kepada kaum bangsawan, di berbagai wilayah
lain, kota-kota itu berada di bawah kekuasaan raja secara langsung.
Jadi, pada sekitar tahun 1250, struktur sosial yang relatif stabil dan sangat terstratifikasi telah
terbentuk. Struktur itu terdiri dari tiga satuan sosial yaitu mereka yang
berdoa untuk suatu wilayah, mereka yang berjuang mempertahankan suatu wilayah,
dan mereka yang menghasilkan pangan dan berbagai kebutuhan lain. Kadang kala,
fief bisa dijual oleh lord besar jika belum ada yang mengelola, namun jelas
tidak ada pasar bebas untuk memperjual belikan lahan.Hak kepemilikan lahan
secara bersyarat pada umumnya dipegang oleh keluarga-keluarga bangsawan.
D. Pemikiran
tentang Masyarakat Feodal
Lembaga-lembaga feodal membentuk latar
belakang dan titik tolak bagi orang-orang abad ke-13 yang berpikir tentang
kehidupan sosial.Bagi mereka, tradisi merupakan ukuran utama bagi kebenaran dan
kesalahan.Fakta bahwa suatu pola tertentu telah dianut dalam jangka lama, atau
sejak zaman dahulu kala, lantas mendasari argument terkuat yang dimungkinkan,
yang justru memperkuat pola itu sendiri. Jika sesuatu pernah terjadi, maka ia
akan dengan mudah menjadi adat istiadat[4].
Pemberontakan petani yang bersifat lokal pernah terjadi dari waktu ke waktu,
namun biasanya itu terjadi jika tindakan tertentu seorang lord atau kaki
tangannya dianggap melanggar adat-istiadat.Pemberontakan terhadap adat atau
terhadap perbudakan tidak pernah terjadi. Para lord memiliki kekuatan militer
untuk menumpas pemberontakan.
Otoritas adat didukung sepenuhnya oleh
pandangan dunia gereja.Selama berabad-abad, dasar pemikiran sosial gereja
adalah kenyataan bahwa adanya lembaga-lembaga penaklukan itu merupakan hukuman
bagi kejatuhan Adam dan Hawa serta akibat dari perilaku angkara yang dilakukan
oleh semua anak-cucu mereka.Naumn, lambat laun, konsepsi yang agak berbeda bisa
diterima pandangan bahwa ciri-ciri utama tatanan sosial feudal adalah akibat
dari aturan ilahi dan bukan sekedar hukuman atas ketidaktaatan manusia.Dalam
pandangan ini, kepatuhan orang-orang terhadap para majikan, lord, dan raja
adalah sesuatu yang alami dan benar, asalkan itu berlangsung dalam batas-batas
tertentu, jika tidak maka hal itu menjadi tidak alami dan tidak benar.
E. Krisis
Feodalisme Abad ke-14 dan Dampaknya
Sekitar tahun 1300, ekspansi feodal pun berakhir. Tanah yang kian tandus,
sementara lahan lain yang belum dibudidayakan pada umumnya berkualitas buruk,
merupakan salah satu penyebab berakhirnya ekspansi itu. Iklim yang kacau dan
serangkaian hasil panen yang buruk agaknya juga menjadi penyebabnya.Sejak
pertegahan abad ke-14, krisis itu diperparah oleh terjadinya serangkaian wabah
penyakit menular, yang memangkas jumlah populasi Eropa setidaknya hingga
seperempatnya.Namun dalam jangka panjang, wabah penyakit itu menimbulkan dampak
struktural yang jauh lebih luas di kawasan pedesaan daripada di
perkotaan.Krisis abad ke-14 mengakibatkan terjadinya perpindahan lahan dan
mobilitas sosial yang jauh lebih tinggi daripada yang pernah terjadi pada abad-abad
sebelumnya.
Kebangsawanan diperlemah, sedangkan raja dan
kota-kota menjadi lebih kuat.Dalam abad ke-14 dan abad ke-15 tampak jelas
adanya kemunduran dalam bidang ekonomi.Lain daripada sebelumnya, jumlah
penduduk tidak lagi meningkat, tetapi bahkan sangat turun dalam paruh kedua
abad ke-14 sebagai akibat dari wabah penyakit sampar, yang dikenal dengan Ajal
Hitam.Orang memperkirakan bahwa sekurang-kurangnya sepertiga dari seluruh
jumlah penduduk telah menjadi korban wabah tersebut. Pun dalam periode itu tidak
terjadi pembaharuan-pembaharuan tehnik. Tetapi menjelang akhir abad ke-15,
mulai tampaklah perkembangan-perkembangan baru.
F. Kemakmuran
Baru, Tahun 1500-1600
Tatanan feodal sudah terguncang, dan perubahan
struktural yang telah mulai berlangsung dengan cepat ketika perekonomian
memburuk lantas mengalami perubahan pada akhir abad ke-15.Pada saat itu,
populasi dan perdagangan tumbuh pesat sedangkan kota-kota kian meluas dan
menciptakan permintaan baru atas produksi-produksi pertanian. Pada saat yang
sama, terjadi arus masuk emas dan perak dari Amerika, dan tehnik-tehnik
pengolahan bijih yang lebih sempurna telah ditemukan. Melimpahnya emas dan
perak meyebabkan nilai mata uang meyebabkan nilai mata uang merosot dan harga
meningkat, terjadi inflasi pada saat itu.Fakta bahwa harga cenderung meningkat
di sepanjang periode yang panjang sangat menguntungkan mereka yang memiliki
barang-barang yang bisa dijual, namun tidak berpengaruh bagi mereka yang tidak
memiliki apa-apa, atau yang memiliki penghasilan dalam bentuk uang dengan
jumlah tetap.
Daftar Pustaka
Hans
Fink. 2003. Filsafat Sosial dari
Feodalisme Hingga Pasar Bebas. Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Prof.
Dr. L. Laeyendecker. 1991. Tata,
Perubahan, dan Ketimpangan Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi. PT Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
[1]Hans Fink. Filsafat Sosial dari Feodalisme Hingga Pasar Bebas. Pustaka
Pelajar, 2003
[2]Secara formal, fief tersebut tetap merupakan milik raja dan
dikembalikan haknya kepada raja masyarakat luar gereja sehingga para raja
biasanya bisa menjadikan lahan milik gereja sebagai fief.
[4]Jadi siapa pun yang pernah berhasil melakukan tindakan
tertentu dengan demikian akan mendapatkan sesuatu yang bisa dikatakan sebagai
hak untuk mengulangi tindakan itu lagi.
Karya: Annisa Nindya Dewi Magister Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: Sanindyadewi@gmail.com |
0 komentar:
Posting Komentar