Senin, 12 Maret 2018

Ralf Dahrendorf: Proses Konflik Sosial Merupakan Kunci Bagi Struktur Sosial

A. Biografi Singkat Ralf Darendorf 
Ralf Dahrendorf dilahirkan di Hamburg, Jerman, pada tahun 1929. Sebelum menjadi sosiolog, ia mempelajari filsafat dan sastra klasik di Hambrug. Sosiologi dipelajari Dahrendorf di London, Inggris. Tahun 1967, ia memasuki bidang politik di Jerman. Ia menjadi anggota parlemen dan seorang menteri, sebelum pergi ke Brussels tahun 1970 sebagai komisaris masyarakat Eropa. Tahun 1974-1984, ia menjadi Direktur London School of Economics. Sejak 1987, ia menjabat Kepala St. Anthony,s College, Oxford. Menariknya, sekalipun terlahir di buminya Max Weber, kiprah keilmuannya justru banyak dilakukan di Inggris. Dahrendorf dikenal sebagai sosiolog konflik, karena serangan yang cukup kuat pada perspektif sosiologi yang pernah dominan, terutama perspektif fungsionalisme struktural . Ralf Dahrendorf merupakan seorang tokoh pengkritik fungsionalisme struktural dan merupakan citra diri ahli teori konflik. Dahrendorf telah melahirkan kritik penting terhadap pendekatan yang pernah dominan dalam sosiologi, yaitu kegagalannya di dalam menganalisa masalah konflik sosial. 

Dahrendorf menegaskan bahwa proses konflik sosial itu merupakan kunci bagi struktur sosial. Fungsional struktural tidak memberikan perhatian, baik pada konflik maupun perselisihan (dissension) yang merupakan bagian inheren dari masyarakat. Konflik sosial harus bisa dijelaskan lepas dari penyimpangan yang dikoreksi oleh kontrol sosial. Fungsionalisme menolak penjelasan bahwa konflik adalah aspek struktural dan menembus kehidupan sosial. Dahrendorf mengakui bahwa perspektif fungsionalisme berjasa meletakkan dasar-dasar sosiologis yang mengangkat sosiologi sampai pada derajat ilmiah. Fungsionalisme telah berusaha keras menemukan penjelasan komprehensif tentang masyarakat. Dahrendorf menyadari perlunya ditemukan teori yang memiliki kemampuan menggabungkan konflik dengan konsensus. Dahrendorf menghindari penjelasan tentang konflik dari pembacaan yang bersifat ideologis. Dahrendorf memilih kajian yang bersifat komparatif dan empiris.

B. Ilmuwan-Ilmuwan Sebelum yang Mempengaruhi Dahrendorf 
Karl Marx merupakan ilmuwan utama yang sangat mempengaruhi Dahrendorf. Hampir semua gagasan Dahrendorf merupakan kritik dari tesis, hipotesis, dan konsep-konsep Marx. Ramalan Marx tentang revolusi kelas merupakan tesis yang banyak disinggung Dahrendorf, dimana ada beberapa kelemahan Marx dan beberapa pengikut marxis yang membuat ramalan tentang revolusi kelas tidak terbukti, di samping itu, karakter masyarakat ketika Marx menulis bukunya dengan masyarakat pada abad ke-19, benar-benar memiliki ciri yang lain.Di antara perubahan-perubahan itu ialah dekomposisi modal, dekomposisi tenaga kerja, dan timbulnya kelas menengah baru. Menurut Dahrendorf yang tidak dilihat oleh Marx ialah pemisahan antara pemilikan serta pengendalian sarana-sarana produksi yang terjadi di abad ke-20. Timbulnya korporasi-korporasi dengan saham-saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorang pun memiliki kontrol yang eksklusif, berperan sebagai contoh dari apa yang disebut Dahrendorf sebagai dekomposisi modal. Pada dekomposisi modal, kaum proletar tidak lagi sebagai suatu keolompok homogin yang tunggal. Pada akhir abada ke-19 lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, dimana para buruh terampil berada di jenjang atas, sedangkan buruh biasa berada di bawah . 

Kemudian, tokoh fungsionalisme struktural, Talcott Parsons. Kritik Dahrendorf yang utama terkait dengan asumsi-asumsi yang dipegang teguh oleh penganut pendekatan sistem itu. Dahrendorf memasukkan gagasan Parsons, muridnya, Kingsley Davis, dan Wilbert Moore, tentang fungsi demi menjelaskan stratifikasi sosial secara sosiologis. Tulisan yang mengandung gagasan bahwa stratifikasi sosial juga merupakan bentuk prasyarat fungsional merupakan bagian penting dalam sejarah stratifikasi sosial.Fungsionalisme Parsons hanya digunakan untuk menjembatani pemikiran stratifikasi yang kurang objektif, dengan gagasan Dahrendorf sendiri tentang perlunya memasukkan unsur otoritas pada penjelasan ketidaksamaan antarmanusia. Dahrendorf menyatakan bahwa fungsional adalah sosiologi utopis. Perspektif yang dimotori Talcott Parsons merumuskan risalah tentang penekanan pada nilai-nilai bersama (shared values), konsensus, integrasi sosial, dan equilibrium (keseimbangan). Dahrendorf mengulangi lagi teori Parsons yang disebutnya sebagai teori utopia. Teori ini dimaksudkan untuk menimbang atau membandingkan antar teori sebagai jawaban atas pertanyaan sosiologis, bagaimana masyarakat terbentuk. Salah satu tokoh klasik yang mempengaruhi pemikiran Dahrendorf adalah Max Weber, Dahrendorf membincangkan kembali tentang kekuasaan, otoritas, dominasi, dan penundaan. Pengertian kekuasaan yang dimaksud Dahrendorf sama yang dirumuskan Max Weber, juga tentang otoritas yang melibatkan legitimasi sebagai unsur yang menentukan. Dahrendorf banyak memberikan penjelasan tentang otoritas pada konteks perserikatan yang terbentuk secara memaksa. Ia menginginkan agar kemampuan (ability) ilmuwan sosiologi benar-benar paripurna. Tidak kerdil, karena semata-mata melihat masyarakat hanya dan selalu saja dijelaskan dari sisi konsep-konsep seperti keseimbangan, keteraturan, fungsi, dan kontribusi positif. Bukan pula picik melihat realitas hanya dari sudut pandang keteraturan yang justru membuat sosiolog tidak gaul dengan realitas sosial. 

C. Karya Ralf Dahrendorf 
Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah (konflik dan konsensus) dan karena itu teori sosiologi harus dibagi menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama dihadapan tekanan itu. Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat tidak akan ada tanpa konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Jadi,kita tidak akan punya konflik tanpa konsensus sebelumnya. Dahrendorf menyatakan bahwa, menurut fungsionalis, sistem sosial dipersatukan oleh kerjasama sukarela atau oleh konsensus bersama atau oleh kedua-duanya. Tetapi, menurut teoritisi konflik atau teori koersi masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dalam otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. inti tesisnya adalah bahwa berbagai posisi dalam masyarakat memiliki jumlah otoritas yang berlainan. 

Selain mempermasalahkan studi struktur skala besar seperti peran otoritas, Dahrendorf menentang mereka yang memusatkan perhatian pada level individu. Sebagai contoh, ia bersikap kritis terhadap mereka yang memusatkan perhatian pada karakteristik psikologis dan perilaku individu yang menduduki posisi-posisi tersebut. Ia melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa mereka menggunakan pendakatan semacam itu bukanlah sosiolog . Dahrendorf pun menyebutkan bahwa harapan-harapan yang tidak sadar sebagai kepentingan laten. Sedangkan kepentingan yang telah disadari disebutnya sebagai kepentingan manifest.Selanjutnya Dahrendorf membedakan tiga tipe besar kelompok. Pertama adalah kelompok semu atau sekumpulan orang yang menduduki posisi dengan kepentingan peran yang identik. Kedua adalah kelompok kepentingan yang mana menurut pengertian sosiologi dan mereka adalah agen sesungguhnya dari konflik kelompok. Mereka memiliki struktur, bentuk organisasi, program atau tujuan dan personal anggota. Dan yang ketiga adalah kelompok konflik atau kelompok yang benar-benar terlihat dalam konflik kelompok, muncul dari sekian banyak kelompok kepentingan tersebut. Dahrendorf merasa bahwa konsep kepentingan laten dan manifest, kelompok semu, kelompok kepentingan, kelompok konflik adalah dasar bagi penjelasan konflik sosial.

D. Kekerasan dan Intensitas Konflik
Dahrendorf juga membahas secara cukup panjang lebar apa yang memepengaruhi intensitas dan kekerasan dari konflik kelas apabila itu terjadi. Kekerasan didefinisikan sebagai suatu alat-alat atau cara-cara yang dipilih, intensitas didefinisikan sebagai pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari kelompok-kelompok yang terlibat konflik. Terdapat beberapa masalah utama yang mempengaruhi tingkat kekerasan. Yakni, sejauh mana konflik dilembagakan, dengan saling menerima aturan permainan, sebab mereka yang telah setuju membawa perbedaan-perbedaan ke dalam diskusi biasanya tidak melibatkan dari dalam kekejaman secara fisik. Dahrendorf juga menemukan tiga faktor penting yang mempengaruhi intensitas konflik. Pertama, yang dia anggap paling penting adalah tingkat dimana mereka yang berada pada status bawahan di dalam suatu asosiasi-asosiasi mereka lainnya.

Kedua, suatu tingkat dimana wewenang di dalam suatu organisasi dipegang oleh orang yang juga berada di atas di dalam bidang-bidang yang lain, dalam istilah Dahrendorf status-status adalah pluralist atau sangat dipaksakan. Juga bila manajer suatu firma adalah juga pemiliknya dan bila mereka juga menggunakan kekayaan dan status untuk mengontrol politik, orang dapat menduga terjadinya konflik-konflik industri yang bersifat intensitas dan khusus. Faktor ketiga adalah bahwa semakin besar mobilitas antar status-status, semakin berkurang intensitas konflik yang mungkin terjadi. Hal ini benar bukan hanya jika individu-individu sendiri dapat bergerak, tetapi juga jika anak-anak mereka mudah bergerak. Ini sebagian karena mobilitas membuat berkurangnya keinginan suatu kelas untuk memiliki kebudayaan yang sama dan sebagian karena orang cenderung tidak menyerang suatu kelas tersebut. Sebaliknya, jika mobilitas kecil atau tidak ada, perjuangan itu menjadi lebih intensif .

E. Asosiasi-Asosiasi yang Terkoordinasikan Secara Imperatif 
Dahrendorf memandang masyarakat pasca kapitalis modern sebagai suatu masyarakat yang majemuk yakni suatu asosiasi-asosiasi yang terkoordinasi secara imperative pengertian ini merujuk kepada konsep herrschaftsverband yang dikemukakan oleh Max Weber . Menurut Dahrendorf, negara, rumah sakit, perusahaan, partai politik, perserikatan dagang dan klub-klub tertentu, semuanya merupakan asosiasi tersebut terdapat dikotomi yang jelas antara mereka yang memiliki otoritas dengan mereka yang tidak memiliki otoritas. Jadi asosiasi tersebut merupakan ajang dari dominasi dan konflik. Dewasa ini, yakni dalam era masyarakat pasca kapitalis, seseorang akan melihat adanya aosiasi-asosiasi yang majemuk dimana mereka berada pada posisi atas juga akan berada pada posisi bawah dari asosiasi-asosiasi tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Walaupun Dahrendorf telah merumuskan hal ini dengan jelas tetapi nampaknya ada sedikit kekaburan jika kita tidak melacaknya pada pembahasan yang selanjutnya.Dahrendorf sendiri mengakui bahwa aka nada kritik tajam yang menentang terhadap tesisnya. Ia kemudian mengenalkan struktur pemerintah di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara lain yang akan mempertahankan dari kritik C. W. Mills yang menyatakan bahwa elit penguasa dalam masyarakat pasca kapitalis merupakan suatu kesatuan yang didominasi oleh karier otoritas industri. Dahrendorf mencoba menyelamatkan tesisnya dengan mengatakan bahwa teorinya tidak merujuk pada permasalahan yang actual tetapi hanya pada kecenderungan dari suatu realita. Realita saat ini adalah terdapatnya beberapa kelas dominan yang terpisah-pisah dan kelas-kelas yang didominasi dalam masyarakat berada dalam suatu asosiasi.

F. Kritik-Kritik terhadap Dahrendorf 
Kritik-kritik terhadap Dahrendorf bisa dibagi menjadi dalam dua bagian, yakin mereka yang menyatakan bahwa ada ciri-ciri konflik yang bisa dijelaskan apapun dan mereka yang mengatakan bahwa teorinya tidak bisa dijelaskan apapun. Jika dilihat kembali pada kedua bagian dari teori yang telah dikemukakan, bahwa jika kita mau menjelaskan suatu konflik yang sesungguhnya maka kita harus mendeskripsikan kondisi-kondisi nyata yang menghasilkan hal itu. Proposisi teoritis hanya menunjukkan bahwa konflik itu mungkin. Akan tetapi karena ia juga mengatakan bahwa konsensus itu mungkin, maka proposisi itu tidak banyak dijelaskan, hal yang sama menyebabkan hasil-hasil yang bertentangan. Karena itu kita sama sekali tidak mempunyai penjelasan teoritis yang memperlihatkan hubungan sebab akibat. Pada Dahrendorf, kepentingan-kepentingan yang dikaitkan dengan peran-peran itu didefinisikan sebagai peran-peran yang diharapkan. Hal-hal itu bukanlah kepentingan-kepentingan material, Dahrendorf menemukan suatu pengertian yang tidak sama seperti itu untuk memahami rangkaian konflik yang terjadi dalam dunia nyata.

Dahrendorf mengangkat suatu pandangan mengenai kekuasaan yang serupa dengan Parsons. Dahrendorf sendiri mengatakan bahwa memang mereka menggunakan konsep yang sama. Yang paling dekat yang membuat fungsionalisme struktural sampai kepada suatu penjelasan yang tepat ialah dalam teorinya tentang evolusi, sistem-sistem kehidupan memiliki unsur-unsur yang bercirikan perkembangan dalam cara tertentu dan perubahan sosial bisa dijelaskan sebagai suatu hasil dari ciri ini. Dahrendorf melepaskan diri dari penjelasan seperti itu dengan melepaskan ide mengenai suatu sistem, hanya ada asosiasi-asosiasi yang harus dikoordinasi tanpa hubungan sistematik yang nyata sedikit pun. Dalam usahanya untuk menjelaskan konflik Dahrendorf berpindah dari stuktur peran, tetapi keduanya tidak bisa berjalan bersama-sama dalam bentuk hubungan sebab akibat mana pun, karena keduanya tidak dipisahkan secara jelas sebagai fenomena yang berbeda. Masing-masing bergantung pada yang lain tanpa dapat menjelaskan yang lain. 

Daftar Pustaka 
George Ritzer, Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi. Bantul : Kreasi Wacana
Rachmad K. Dwi Susilo. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Dr. Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosiologi. Jogjakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Margaret M. Poloma. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Irving M. Zeitlin. 1995. Memahami Kembali Sosiologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press 
Ian Craib. Teori-Teori Sosial Modern dari Parsons sampai Habermas. Jakarta : CV. Rajawali 

Karya: Annisa Nindya Dewi, S.Sos.,M.Sos
Magister Sosial Universitas Sebelas Maret

0 komentar:

Posting Komentar