Senin, 12 Maret 2018

Peran Kementerian Pendidikan Tinggi Dalam Melahirkan Sarjana Bebasis Kompetensi Studi Pada Kurikulum berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia)


Abstrak : Pentingnya peran lembaga / pranata sosial dalam dunia pendidikan. Bagaimapun, pendidikan merupakan cermin dari masa depan bangsa. Dalam dunia pendidikan akan terjadi proses tranfer ilmu pengetahuan yang nantinya akan melahirkan generasi penerus yang mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri. Emile Durkheim mengatakan bahwa seluruh pendidikan adalah pendidikan moral (all education is moral education). Perilaku individu dalam hal kedisiplinan dibentuk ketika seorang anak berada di sekolah. Menjawab tantangan zaman, lembaga pendidikan selayaknya menerapkan kebijakan yang sejalan dengan visi dari pendidikan itu sendiri. Kebijakan ini kemudian diterapkan melalui kurikulum. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi seperi KKNI menjadi penting untuk mendapat perhatian. Karena, dengan kurikulum KKNI, dunia pedidikan tidak hanya mencetak SDM dengan karakter akademik yakni transkrip nilai ujian, tetapi juga memiliki track record terkait skill dan kemampuan lain yang sifatknya non akademik.

Key Word : Pendidikan, Pranata Sosial, Kurikulum 

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencetak generasi bangsa. Bahkan seringkali pendidikan dijadikan sebagai wadah seni  untuk membentuk karakter individu itu sendiri. Karena, dalam dunia pendidikan akan terjadi dialektika ilmu pengetahuan antara pendidik (pengajar) dengan murid didiknya. Tranfer ilmu pengetahuan ini nantinya akan melahirkan generasi penerus yang mengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri. 

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa tujuan dari  pendidikan itu sendiri antara lain memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan kehidupannya. (Ki Hajar Dewantara, 1997:14). Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa dalam dunia pendidikan, ada transformasi Ilmu pengetahuan. Sehingga, apa yang diajarkan dalam dunia pendidikan akan menjadi cerminbagi bangsa kedepannya.

Emile Durkheim mengatakan bahwa seluruh pendidikan adalah pendidikan moral (all education is moral education). Perilaku individu dalam hal kedisiplinan dibentuk ketika seorang anak berada di sekolah. Menurut Durkheim juga, negara adalah bagian dari aparatus moral masyarakat yang memiliki peran dalam mengatur kehidupan sosial termasuk di dalamnya melindungi hak setiap individu (Turner, 1999:88)(Hidayat 2014).  

Negara bisa dikatakan sukses apabila ia memilki generasi penerus bangsa yang bagus. Memiliki generasi muda yang produktif menjadi bagian penting dari investasi sebuah bangsa. Dua lembaga penting yang memiliki peran untuk menciptakan generasi yang produktif ialah keluarga dan lembaga pendidikan (Bryant et al. 2007). 

Societies across time have invested considerable resources in socializing their young to become productive citizens. The two institutions most responsible for this role transition are the family and education, the informal and the formal players. Historically, it has been difficult to alter family socialization patterns, and most societies fiercely protect the autonomy of the family. But where do we turn when concerns arise about how to teach children well? The answer is often the schools. 
Selain keluarga, lembaga pendidikan sebagai institusi formal menjadi bagian penting untuk melahirkan generasi penerus bangsa. Maka kehadiran negara yang memiliki kendali dalam menentukan kebijakan juga menjadi penting. Kebijakan negara dalam mengawal lembaga pendidikan harus sesuai dengan cita-cita pembangunan bangsa yang berujung pada kesejahteraan masyarakat. Pendidikan pada akhirnya menjadi hak masyarakat secara luas baik masyarakat mampu maupun masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi. Beberapa lembaga negara yang memiliki wewenang yang secara spesifik menangani masalah dalam hal pendidikan antara lain ialah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Pendidikan Tinggi (Kemendikti).

Kemendikbud dan Kemendikti berperan sebagai lembaga negara yang memiliki wewenang untuk membuat seperangkat aturan (Pranata Sosial) terkait dengan dunia pendidikan. Penerapan kurikulum yang tertuang dalam peraturan menteri dan berdasar pada Undang-Undang Dasar 1945 bagaimanapun merupakan bagian dari Pranata Sosial dalam dunia pendidikan. Pranata Sosial berarti seperangkat aturan yang berkisar sekitar kegiatan atau kebutuhan sosial tertentu. 

Pada setiap masyarakat, setidaknya terdapat lima lembaga atau pranata sosial, yakni keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah. Tiap pranata sosial memiliki fungsi dan tanggungjawab masing-masing. Adapun ciri-ciri pranata sosial yakni, petama memiliki lambang atau simbol. Kedua,memiliki tata tertib dan tradisi. Ketiga, memiliki satu atau beberapa tujuan. Keempat, memiliki nilai. Kelima,memiliki usia lebih lama atau tingkat kekebalan tertentu dan yang keenam memiliki alat kelengkapan (Idi 2011).  

Dalam tulisan ini, kita akan memiliki fokus pembahasan terhadap Kemendikti sebagai lembaga pendidikan di tingkat tinggi. Kementerian ini menaungi semua pendidikan tinggi yang ada di Indonesia. Sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional  bahwa keberadaan lembaga pendidikan memiliki tujuan untuk mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia. Mengembangkan masyarakat Indonesia menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Menjawab tantangan zaman, lembaga pendidikan selayaknya menerapkan kebijakan yang sejalan dengan visi dari pendidikan itu sendiri. Kebijakan ini kemudian diterapkan melalui kurikulum. Kurikulum merupakan acuan metode pembelajaran bagi lembaga pendidikan formal di semua tingkatan. Baik SD, SMP, SMA, serta Perguruan Tinggi. Di tingkat akhir seperti Perguruan Tinggi, penerapan kurikulum juga menjadi penting. Perancangan kurikulum juga di dasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi khususnya mengenai Kurikulum, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI). 

Maka dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 pada pasal 1, kurikulum KKNI menjadi bagian dari cita-cita bangsa untuk melahirkan lulusan berbasis kompetensi sehingga mampu bersaing dengan masyarakat luas. KKNI juga disusun sebagai respon dari ratifikasi yang dilakukan Indonesia pada tanggal 16 Desember 1983 dan diperbaharui tanggal 30 Januari 2008 terhadap konvensi UNESCO tentang pengakuan pendidikan diploma dan pendi di kan tinggi (The International Convention on the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees in Higher Education in Asia and the Pasific) (TimKurikulumdan &Pendidikan Tinggi, 2014).  

Kurikulum ini menekankan pada dua sisi dari metode pembelajaran di sekolah formal. Tidak hanya pengetahuan yang melahirkan nilai berupa angka saja, tetapi skill dari individu juga nantinya ditonjolkan sebagai basis kompetensi dari individu itu sendiri. Ketika lulus, mahasiswa tidak hanya menerimah ijazah yang dilampirkan transkip nilai selama kuliah, tetapi juga dilengkapi dengan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) yang nantinya memudahkan perusahaan terkait untuk mendeteksi keahlian apa yang dimiliki oleh seseorang tersebut. 

B. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI KKNI
Pada dasarnya kurikulum memang menentukan arah dari pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain, kurikulum merupakan acuan kerja dari institusi pendidikan untuk memberikan asupan pengetahuan bagi anak didiknya. Secara garis besar kurikulum merupakan bagian dari rencana pembelajaran. Maka, kebijakan terhadap kurikulum sesungguhnya menjadi cermin bagi pendidikan di sebuah negara. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan programstudi.

Pengertian capaian pembelajaranmenurut KKNI (Perpres RI No. 8 Tahun 2012)
adalah: internasilisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, pengetahuan, pengetahuan praktis, ketrampilan, afeksi, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu ataumelalui pengalaman kerja (TimKurikulumdan & Tinggi, 2014). DalamKurikulum berbasis kompetensi seperti KKNI merupakan kurikulum yang digunakan untuk menyiapkan lulusan dengan basis kompetensi. Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan(49/2014 2014).   Sesuai dengan misi pendidikan tinggi abad ke-21 dari UNESCO (1998) yang telah dirumuskan oleh The International Commissionon on Education for theTwenty-first Century diketuai oleh Jacques Delors (UNESCO, 1998) bahwa penerapan kurikulum pada pendidikan memiliki harapan untuk menjangkau ranah global dalam segala hal terutama bidang ekonomi. Selain itu, menciptakan perubahan dari kohesi sosial ke partisipasi demokratis(TimKurikulumdan & Tinggi, 2014).  

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) memberikan parameter ukur berupa jenjang kualifikasi dari jenjang 1 terendah sampai jenjang 9 tertinggi. Setiap jenjang KKNI bersepadan dengan level Capaian Pembelajaran (CP) program studi pada jenjang tertentu, yang mana kesepadannya untuk pendidikan tinggi adalah level 3 untuk D1, level 4 untuk D2, level 5 untuk D3, level 6 untuk D4/S1, level 7 untuk profesi (setelah sarjana), level 8 untuk S2, dan level 9 untuk S3. 

Capaian Pembelajaran yang diukur dengan pasti, akan mempermudah individu untuk bersaing dengan masyarakat global. Tidak hanya dalam ruang lingkup nasional, mahasiswa yang mampu meraih capaian pada level tinggi bahkan bisa bersaing di tingkat internasional. Kompetensi dan skill spesifik yang sudah dilampirkan dalam SKPI juga akan mempermudah perusahaan untuk mengidentifikasi skill tertentu dari mahasiswa. Hal ini bisa menjawab persoalan bangsa terkait dengan tingginya angka pengangguran. Terbukanya peluang mahasiswa dalam dunia kerja dengan kualifikasi tertentu akan mendukung terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi. 

C. PERAN PENDIDIKAN TINGGI
Secara formal, Indonesia memiliki 2 kementerian yang secara khusus menangani masalah dalam dunia pendidikan yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Kedua kemeterian ini memiliki kewajiban untuk menfasilitasi kepentingan masyarakat dalam dunia pedidikan. Sebagai lembaga formal resmi dari pemerintah, semua kurikulum di sekolah seluruh Indonesia khususnya sekolah negeri mengacu pada ketetapan kurikulum yang dibuat oleh kementerian terkait. 

Dilansir dari laman website resmi Kemenristekdikti, kementerian ini memiliki visi untuk mewujudkan lulusan yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan dan inovasi untuk mendukung daya saing bangsa. Sementara misinya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki inovasi serta mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam rangka reformasi birokrasi. Untuk melihat secara lebih konkrit ketercapaian tujuan strategis tersebut perlu ditetapkan ukuran indikator tujuan tersebut secara kuantitatif. Dalam rancangan lima tahun selama menjabat, indikator kinerja tujuan strategis diukur dengan indeks pendidikan tinggi pada tahun 2019 ditargetkan berada pada peringkat 56 besar dunia dengan nilai 5,0 dan indeks inovasi Indonesia pada tahun 2019 yang ditargetkan berada pada peringkat 26 besar dunia dengan nilai 4,4 (Strategi 2018).  

Kemenristekdikti merupakan lembaga atau pranata sosial yang mengatur sistem dalam dunia pendidikan. Bruce J. Cohen (1992) juga menuturkan bahwa ada sejumlah karakteristik atau ciri suatu pranata sosial, pertama Pranata Sosial memiliki tujuan utama berupa kebutuhan khusus masyarakat. Kedua,Kedua, Keluarga mengandung nilai-nilai utama yang bersumber dari anggotanya.Ketiga, Pranata lebih bersifat Permanen, dalam pola-pola perilaku yang ditetapkan dalam lembaga menjadi bagian dari tradisi kebudayaan yang ada. Keempat, dasar-dasar pranata begitu luas sehingga kegiatan-kegiatan mereka menempati kedudukan sentral dalam masyarakat., perubahan pada suatu lembaga kemungkinan besar dapat mengakibatkan perubahan pada lembaga lain.Kelima, meskipunsemua pranata memiliki semua sifat saling ketergantungan dalam masyarakat, masing-masing lembaga disusun dan diorganisasikan secara sempurna di sekitar rangkaian pola-pola normal, nilai dan perilaku diharapkan. Keenam, Ide-ide Pranata Umumnya diterima mayoritas anggota masyarakat, tidak peduli apakah mereka ikut berpartisipasi atau tidak dalam lembaga. 

Suatu Pranata sosial atau lembaga sosial juga memiliki sejumlah fungsi, antara lain : 1. Memberian bagi peranan pendidikan, 2. Bertindak sebagai pranata transfer warisan kebudayaan, 3. memperkenalkan kepada individu tentang berbagai peran dalam masyarakat. 4. Mempersiapkan individu dengan berbagai penanan sosial yang dikehendaki. 5. Memberikan Landasan bagi penilaian dan pemahaman status relatif. 6. Meningkatkan kemajuan melalui pengikutsertaan dalam riset ilmiah, 7. Memperkuat Penyesuaian diri dan mengembangkan beberapa sosial (Idi 2011). 

Sebagai lembaga atau pranata sosial, Kemenristekdikti memiliki kewajiban untuk mengambangkan pendidikan sesuatu dengan visi misinya khususnya pada tingkat pendidikan tinggi. Dilansir dari laman UNPAD, Prof. Nasir mengatakan, kualitas perguruan tinggi di Indonesia harus semakin baik guna menghadapi tantangan bangsa yang semakin kompleks. Saat ini, total jumlah Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia mencapai 4.350 dengan total jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa. Angka ini melebihi jumlah total perguruan tinggi di Tiongkok, yaitu sekitar 2.824 dengan total penduduk 1,4 miliar.

Ribuan mahasiswa yang saat ini tercatat sedang menempuh pendidikan tinggi. Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sendiri setiap tahun menerima sekitar 3000 lebih mahasiswa baru. Data tahun terakhir, UIN Sunan Kalijaga menerima sekitar 3400-an mahasiswa baru. Total mahasiswa aktif tentu lebih banyak. Belum ditambah dengan 4.349 kampus lain di seluruh Indonesia. Apabila mahasiswa tidak dibekali dengan kompetensi, maka akan sulit untuk bersaing. Baik dalam ranah lokal maupun nasional atau bahkan mustahil bersaing dalam ranah internasional. Maka diperlukan pranata sosial dalam dunia pendidikan untuk mengatur arah pendidikan bangsa. 

D. KESIMPULAN
Pentingnya peran lembaga / pranata sosial dalam dunia pendidikan. Bagaimapun, pendidikan merupakan cermin dari masa depan bangsa. Maka perlu ditata dan diatur secara sistematis sehingga pendidikan bisa melahirkan generasi penerus bangsa yang sesuai dengan UUD 1945. Tentunya, pendidikan diharapkan mampu melahirkan tatanan sosial yang ideal, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, dan tidak lupa mencetak generasi penerus bangsa yang berkarakter. Mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. 

Sistem Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa bertujuan untuk memberdayakan warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi seperi KKNI menjadi penting untuk mendapat perhatian. Karena, dengan kurikulum KKNI, dunia pedidikan tidak hanya mencetak SDM dengan karakter akademik yakni transkrip nilai ujian, tetapi juga memiliki track record terkait skill dan kemampuan lain yang sifatknya non akademik. 
Daftar Pustaka

49/2014, Permendikbud no. 2014. “Standar Nasional Pendidikan Tinggi.” (49).
Bryant, Clifton D. et al. 2007. 21st_Century_Sociology_vol.1_Traditional_&_Core_Areas. First. edited by D. L. P. Clifton D. Bryant. United Kingdom: Sage Publications, Inc.
Hidayat, Rakhmat. 2014. Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim. Pertama. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.
Idi, M.Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan, Individu, Masyarakat, Dan Pendidikan. PT RajaGrafindo Persada.
Strategi, Tujuan. 2018. “Sumber : Https://ristekdikti.go.id/visi-Misi-Strategi/ Diakses Tanggal 04 Maret 2018.” 2018–19.
TimKurikulumdan and Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2014. “Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi.”

Karya: Tri Muryani
Mahasiswi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


0 komentar:

Posting Komentar