Jumat, 01 Mei 2020

Solidaritas dan Modal Sosial Kunci Hadapi Covid-19


Saat ini negara-negara di dunia sedang melawan musuh bersama, musuh yang tidak nampak dan tidak dapat dilawan dengan menggunakan tenaga militer yang kuat dari Amerika ataupun peralatan perang yang secanggih Korea Utara. Musuh bersama ini ialah Corona Virus Disease (Covid-19).

Ditengah mewabahnya infeksi Covid-19 yang semakin tinggi angka penyebarannya di seluruh negara di dunia, banyak negara yang melakukan berbagai kebijakan termasuk Indonesia guna memutus rantai penyebarannya. Sejak tulisan ini dibuat, hari Jumat 24 April 2020, berdasarkan data dari worldometers terdapat 2,725,920  kasus, 191,061 kematian, dan sebanyak 745,905 yang berhasil dipulihkan. Sedangkan jika kita melihat kasus di Indonesia sebanyak 7,775 kasus yang terkonfirmasi, 647 jumlah kematian dan 960 yang berhasil sembuh. Ini menempatkan Indonesia berada di urutan ke 36 negara di dunia dan nomor 2 terbanyak di Asia Tenggara setelah Singapura. Kemungkinan angka-angka ini akan terus bertambah mengingat belum adanya vaksin atau obat yang pasti untuk mengobati orang yang terinfeksi virus ini.

Beberapa negara di Asia Tenggara sejak akhir Maret telah mengalami lonjakan transmisi lokal di beberapa daerah, yang secara tidak langsung mempengaruhi para pekerja asing maupun lokal. Indonesia sendiri menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki frekuensi kematian yang cukup tinggi. Banyak para pengamat sosial maupun kesehatan yang memprediksi bakal mengalami lonjakan kasus yang terkonfirmasi mengingat telah masuknya bulan Ramadan. Seperti yang diketahui, masyarakat Indonesia yang dominan merupakan penduduk muslim memiliki kebiasaan untuk pulang ke kampung halaman, dengan maksud melaksanakan Idul Fitri bersama keluarga.

Hal ini diperkuat berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) panel sosial yang hasilnya dilakukan melalui webinar  pada 14 April 2020 kemarin, terlihat masih cukup banyak responden yang akan merencanakan mudik. Menurut peneliti lembaga Demografi FEB UI, Dr. Chotib Hasan bahwa sekitar 3,8 juta atau 36 persen penduduk Jakarta akan berinisiatif untuk melakukan mudik menjelang lebaran Idul Fitri jika tidak dilakukan intervensi oleh pemerintah.

Dalam membatasi lonjakan kasus Covid-19 perlu adanya penanganan yang serius dari beberapa kalangan. Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan seperti melakukan Physical Distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), selalu menggunakan masker saat beraktivitas dan terakhir Presiden Joko Widodo telah menetapkan pelarangan mudik bagi masyarakat mulai berlaku Jumat 24 April 2020. Mau seberapa besar sanksi dan denda yang diberikan kepada para masyarakat yang membandel akan percuma tanpa keterlibatan masyarakat di dalamnya, dan mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan hanya sebatas omongan belaka saja.

Oleh karenanya, agar kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan tidak terkesan hanya sebagai omongan belaka saja maka diperlukan kesadaran masyarakat. Kesadaran masyarakat ini tertuang di dalam modal sosial. Dalam pandangan Sosiolog Pierre Bourdieu dalam bukunya “The Forms of Capital“ membedakan tiga bentuk modal, yakni modal ekonomi, modal sosial dan juga modal budaya. Bourdieu menjelaskan modal sosial sebagai “the aggrate of the actual or potential resources which are linked to possession of durable network of more or less institutionalizedrelationships of mutula acquaintance and recognition”

Dalam modal sosial masyarakat membutuhkan nilai-nilai sosial demi menyelesaikan sebuah masalah sosial. Dalam modal sosial juga memerlukan sebuah kepercayaan, jaringan dan kerja sama. Itu semua terdapat di dalam konsep solidaritas, solidaritas ibarat sebagai pelumas untuk menjaga keharmonisan antar warga dalam kehidupan sosial.

Dalam penanganan virus ini tentu pemerintah telah menyiapkan strategi progresif untuk penanganannya, dan tentu membutuhkan masyarakat sebagai eksekutor untuk menggerakkan kebijakan yang telah dibuat. Putnam, salah seorang dari tokoh Modal Sosial mengatakan bahwa, modal sosial merupakan penyegaran dalam kehidupan sosial masyarakat yang di dalamnya ada sebuah kepercayaan dan kerja sama yang dibangun. Gagasan inti dari modal sosial menyatakan jaringan sosial memiliki nilai untuk mempengaruhi produktivitas individu dan kelompok. Dalam hal ini, pemerintah dapat membangun modal sosial kepada masyarakat. Masyarakatpun dapat secara mandiri dan terbuka dalam kerja sama setiap kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah demi menangani penyebaran Covid-19.

Semakin aktifnya masyarakat untuk mengkampanyekan kegiatan positif atau setidaknya mengkampanyekan slogan di rumah saja ataupun menggunakan masker merupakan bentuk kepedulian dan respon yang merupakan hasil dari modal sosial tersebut. Selain itu, dengan adanya Covid-19 ini menimbulkan sebuah kepedulian yang dapat meningkatkan rasa solidaritas sosial masyarakat. Kita dapat melihat kesadaran kolektif masyarakat terbentuk dengan adanya kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara individu ataupun kolektif untuk membantu melawan Covid-19.

Indonesia sebenarnya telah banyak menerapkan modal sosial dalam menangani beberapa masalah dan bencana di Indonesia. Kita bisa melihat ketika ada bencana di negeri ini, banyak masyarakat yang membentuk solidaritas sosial dalam penanganan bencana tersebut. Bencana tsunami Aceh, Bencana Banjir, Gempa Donggala, Gempa Yogya, hingga beberapa bentuk kekerasan yang diakibatkan oleh ras seperti Papua dan Sampit. Indonesia seharunya sudah belajar dari kejadian pilu tersebut, sehingga sebenarnya kita mampu untuk menghadapi bencana Covid ini.

Solidaritas yang menjadi kunci di dalam modal sosial tidaklah saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya, solidaritas melekatkan antara kelompok satu dengan yang lainnya dan melepaskan pengkotak-kotakan yang sebelumnya mungkin terjadi karena adanya faktor politik, ekonomi ataupun faktor lainnya yang menyebabkan pembatasan antara kelompok satu dengan lainnya.

Di masa pandemi ini kemanusian adalah diatas segalanya, solidaritas sebagai pemecah masalah. Solidaritas yang mengakar dari bawah, sebagai kekuatan bangsa untuk melawan permasalahan yang pelik. Covid-19 bukanlah sebuah masalah jika kita dapat bekerjasama dan saling bahu membahu dan mementingkan permasalahan bangsa diatas segalanya, pasti kita dapat keluar dari permasalahan yang pelik ini. Saat ini, bukan soal siapa yang hebat tetapi siapa yang mampu bekerja sama dalam memutus mata rantai bencana ini, Intinya semua perlu adanya gotong royong di setiap lapisan masyarakat.


Karya: Alfin Dwi Rahmawan
Kepala Pemberdayaan Yayasan Aksi Baik Babel

0 komentar:

Posting Komentar