Saat ini negara-negara di dunia sedang melawan musuh bersama, musuh yang
tidak nampak dan tidak dapat dilawan dengan menggunakan tenaga militer yang
kuat dari Amerika ataupun peralatan perang yang secanggih Korea Utara. Musuh
bersama ini ialah Corona Virus Disease (Covid-19).
Ditengah mewabahnya infeksi Covid-19 yang semakin tinggi
angka penyebarannya di seluruh negara di dunia, banyak negara yang melakukan
berbagai kebijakan termasuk Indonesia guna memutus rantai penyebarannya. Sejak
tulisan ini dibuat, hari Jumat 24 April 2020, berdasarkan data dari
worldometers terdapat 2,725,920 kasus, 191,061
kematian, dan sebanyak 745,905 yang berhasil dipulihkan. Sedangkan jika kita melihat
kasus di Indonesia sebanyak 7,775 kasus yang terkonfirmasi, 647 jumlah kematian dan 960 yang berhasil sembuh. Ini menempatkan Indonesia berada di
urutan ke 36 negara di dunia dan nomor 2 terbanyak di Asia Tenggara setelah
Singapura. Kemungkinan angka-angka ini akan terus bertambah mengingat belum
adanya vaksin atau obat yang pasti untuk mengobati orang yang terinfeksi virus
ini.
Beberapa negara di Asia
Tenggara sejak akhir Maret telah mengalami lonjakan transmisi lokal di beberapa
daerah, yang secara tidak langsung mempengaruhi para pekerja asing maupun
lokal. Indonesia sendiri menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki
frekuensi kematian yang cukup tinggi. Banyak para pengamat sosial maupun
kesehatan yang memprediksi bakal mengalami lonjakan kasus yang terkonfirmasi
mengingat telah masuknya bulan Ramadan. Seperti yang diketahui, masyarakat
Indonesia yang dominan merupakan penduduk muslim memiliki kebiasaan untuk
pulang ke kampung halaman, dengan maksud melaksanakan Idul Fitri bersama
keluarga.
Hal ini diperkuat berdasarkan
hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) panel sosial yang hasilnya dilakukan melalui webinar pada 14 April 2020 kemarin, terlihat masih
cukup banyak responden yang akan merencanakan mudik. Menurut peneliti lembaga
Demografi FEB UI, Dr. Chotib Hasan bahwa sekitar 3,8 juta atau 36 persen
penduduk Jakarta akan berinisiatif untuk melakukan mudik menjelang lebaran Idul
Fitri jika tidak dilakukan intervensi oleh pemerintah.
Dalam membatasi lonjakan
kasus Covid-19 perlu adanya penanganan yang serius dari beberapa kalangan.
Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan seperti melakukan Physical Distancing, Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), selalu menggunakan masker saat beraktivitas dan terakhir
Presiden Joko Widodo telah menetapkan pelarangan mudik bagi masyarakat mulai
berlaku Jumat 24 April 2020. Mau seberapa besar sanksi dan denda yang diberikan
kepada para masyarakat yang membandel akan percuma tanpa keterlibatan
masyarakat di dalamnya, dan mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang telah
dikeluarkan hanya sebatas omongan belaka saja.
Oleh karenanya, agar
kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan tidak terkesan hanya sebagai omongan
belaka saja maka diperlukan kesadaran masyarakat. Kesadaran masyarakat ini
tertuang di dalam modal sosial. Dalam pandangan Sosiolog Pierre Bourdieu dalam
bukunya “The Forms of Capital“ membedakan tiga bentuk modal, yakni modal
ekonomi, modal sosial dan juga modal budaya. Bourdieu menjelaskan modal sosial
sebagai “the aggrate of the actual or
potential resources which are linked to possession of durable network of more
or less institutionalizedrelationships of mutula acquaintance and recognition”
Dalam modal sosial
masyarakat membutuhkan nilai-nilai sosial demi menyelesaikan sebuah masalah
sosial. Dalam modal sosial juga memerlukan sebuah kepercayaan, jaringan dan
kerja sama. Itu semua terdapat di dalam konsep solidaritas, solidaritas ibarat
sebagai pelumas untuk menjaga keharmonisan antar warga dalam kehidupan sosial.
Dalam penanganan
virus ini tentu pemerintah telah menyiapkan strategi progresif untuk
penanganannya, dan tentu membutuhkan masyarakat sebagai eksekutor untuk
menggerakkan kebijakan yang telah dibuat. Putnam, salah seorang dari tokoh Modal
Sosial mengatakan bahwa, modal sosial merupakan penyegaran dalam kehidupan
sosial masyarakat yang di dalamnya ada sebuah kepercayaan dan kerja sama yang
dibangun. Gagasan inti dari modal sosial menyatakan jaringan sosial memiliki
nilai untuk mempengaruhi produktivitas individu dan kelompok. Dalam hal ini,
pemerintah dapat membangun modal sosial kepada masyarakat. Masyarakatpun dapat
secara mandiri dan terbuka dalam kerja sama setiap kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah demi menangani penyebaran Covid-19.
Semakin aktifnya
masyarakat untuk mengkampanyekan kegiatan positif atau setidaknya
mengkampanyekan slogan di rumah saja ataupun menggunakan masker merupakan
bentuk kepedulian dan respon yang merupakan hasil dari modal sosial tersebut.
Selain itu, dengan adanya Covid-19 ini menimbulkan sebuah kepedulian yang dapat
meningkatkan rasa solidaritas sosial masyarakat. Kita dapat melihat kesadaran
kolektif masyarakat terbentuk dengan adanya kegiatan-kegiatan sosial yang
dilakukan secara individu ataupun kolektif untuk membantu melawan Covid-19.
Indonesia sebenarnya telah
banyak menerapkan modal sosial dalam menangani beberapa masalah dan bencana di
Indonesia. Kita bisa melihat ketika ada bencana di negeri ini, banyak
masyarakat yang membentuk solidaritas sosial dalam penanganan bencana tersebut.
Bencana tsunami Aceh, Bencana Banjir, Gempa Donggala, Gempa Yogya, hingga
beberapa bentuk kekerasan yang diakibatkan oleh ras seperti Papua dan Sampit. Indonesia
seharunya sudah belajar dari kejadian pilu tersebut, sehingga sebenarnya kita
mampu untuk menghadapi bencana Covid ini.
Solidaritas yang menjadi
kunci di dalam modal sosial tidaklah saling menyalahkan antara satu dengan yang
lainnya, solidaritas melekatkan antara kelompok satu dengan yang lainnya dan
melepaskan pengkotak-kotakan yang sebelumnya mungkin terjadi karena adanya
faktor politik, ekonomi ataupun faktor lainnya yang menyebabkan pembatasan
antara kelompok satu dengan lainnya.
Di masa pandemi ini kemanusian adalah diatas
segalanya, solidaritas sebagai pemecah masalah. Solidaritas yang mengakar dari
bawah, sebagai kekuatan bangsa untuk melawan permasalahan yang pelik. Covid-19
bukanlah sebuah masalah jika kita dapat bekerjasama dan saling bahu membahu dan
mementingkan permasalahan bangsa diatas segalanya, pasti kita dapat keluar dari
permasalahan yang pelik ini. Saat ini, bukan soal siapa yang hebat tetapi siapa
yang mampu bekerja sama dalam memutus mata rantai bencana ini, Intinya semua
perlu adanya gotong royong di setiap lapisan masyarakat.
Karya: Alfin Dwi
Rahmawan
Kepala
Pemberdayaan Yayasan Aksi Baik Babel
|
0 komentar:
Posting Komentar