Kegiatan
pariwisata merupakan suatu gerak aktivitas orang untuk sementara waktu keluar
dari tempat atau hidup normal mereka. Ciri yang merupakan indikator dari
pariwisata adalah adanya unsur perjalanan berpindah dari satu tempat ket tempat
yang lain atau tinggal untuk sementara waktu (Demartoto, 2014 :10). Dewasa ini
telah berkembang berbagai konsep tentang pariwisata, mulai dari pariwisata
konvensional, sport hingga trend baru pariwisata yang berusaha mengembangkan
konsep kenyamanan bagi wisatawan muslim untuk berwisata atau berlibur yang
dikenal dengan pariwisata halal atau disebut juga dengan pariwisata syari’ah.
Beberapa negara yang memiliki destinasi wisata yang bagus dan menarik telah
mengangkat konsep pariwisata ini, seperti Malaysia, Dubai, Turki, bahkan negara
yang memiliki penduduk muslim minoritas seperti Jepang dan Thailand pun telah
mampu meraih keuntungan melalui trend pariwisata halal.
Potensi
Indonesia untuk menjadi pemain utama dunia dalam pariwisata halal atau
pariwisata syariah begitu besar. Berdasarkan Global Muslim Travel Index pada
2013 lalu, tingkat kunjungan wisman halal Indonesia berada di rangking keempat
di tingkat ASEAN, dengan jumlah kunjungan wisatawan muslim 1,7 juta. Selain itu
juga indonesia telah memenangkan predikat pariwisata halal terbaik dalam ajang
kompetisi anugerah pariwisata halal terbaik di dubai pada tahun 2016 lalu,
dalam hal ini indonesia memenangkan tiga provinsi pariwisata halal yakni, Aceh,
Sumatera barat dan NTB.
NTB
yang merupakan propinsi kecil dikawasan nusantara ini yang mana terdiri dari
jejeran pulau-pulau kecil yang salah satunya adalah Lombok. Lombok merupakan
pulau kecil yang di dalamnya juga memiliki jejeran pulau kecil lainnya yang
disebut dengan Gili sebagai sebuah pesona keindahan pulau ini. Pulau ini
memiliki banyak pantai – pantai indah yang menjadi daya tarik wisata alam,
salah satunya adalah Pantai Senggigi yang dari dulu sudah menjadi primadona
pantai di Lombok. Pulau kecil Lombok ini dihuni oleh penduduk yang mayoritas
penganut Islam, di pulau ini juga banyak terdapat peninggalan – peninggalan Islam,
seperti makam makam para wali pembawa Islam, cerita-cerita perjuangan Islam dan
beberapa Masjid kuno bernafaskan sejarah Islam. Menjadi sebuah pulau yang telah
mengalami peradaban dengan penduduk yang mayoritas Islam, tentunya masyarakat
pulau Lombok khususnya Desa Senggigi yang terletak di Kabupaten Lombok Barat ini
memiliki kebiasaan – kebiasaan, adat tradisi yang tidak terlepas dari nilai
nilai Islami. Hal tersebut dapat menjadi penunjang utama terlaksananya
pariwisata halal di pulau ini. Karena pariwisata akan terus berkembang jika terus
dilestarikan oleh aktor-aktor wisata yang bermain di dalamnya. Masyarakat di
daerah tujuan wisata adalah aktor yang sangat penting dalam mendukung
kelansungan keberdayaan wisata yang ada didalamnya.
Pariwisata
halal
Di
beberapa negara di dunia, terminologi wisata syariah menggunakan beberapa nama
yang cukup beragam diantaranya Islamictourism,
Halal friendly tourism destination, Halal
travel, Muslim friendly travel destinations, Halal lifestyle, dan
lain-lain. Pariwisata syariah dapat berupa wisata alam, wisata budaya dan
wisata buatan yang dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Dalam peraturan Gubernur
Nusa Tenggara Barat, No 51 tahun 2015, 29 Desember 2015 tentang wisata halal
pada pasal 1 nomor 9 mendefinisikan wisata halal adalah kegiatan kunjungan
wisata dengan destinasi dan industri pariwisata yang menyiapkan fasilitas
produk, pelayanan, dan pengelolaan pariwisata yang memenuhi unsur syariah.
Setidaknya ada 6 kebutuhan wisatawan muslim terkait prinsip agama yang seharusnya
dapat dipenuhi oleh destinasi wisata yang ingin menjadi destinasi yang ramah
muslim diantaranya ialah, makanan halal, masjid dan fasilitas sholat, air
bersih, pelayanan untuk yang berpuasa, menghindari aktivitas non halal (judi
dan minuman keras), privasi untuk pria dan wanita.
Praktik
Pariwisata Halal Masyarakat Senggigi
Tulisan ini mencoba menggambarkan
praktik-praktik pariwisata halal yang dikembangkan oleh masyarakat Desa
Senggigi. Penulis akan mencoba mengulas kebiasaan – kebiasaan Masyarakat Senggigi
melalui teori praktik sosial Pierre Bourdieu dengan tujuan melihat kebiasaan –
kebiasaan masyarakat tersebut sebagai sebuah praktik pariwisata halal yang
perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Bourdieu
dalam menjelaskan tentang praktik sosial melalui persamaan generatif sederhananya
yakni (habitus x modal) + ranah = praktik sosial. Habitus
adalah nilai-nilai masyarakat yang sudah terinternalisasi, permainan sosial
yang sudah ditubuhkan (the sosial
embodied) yang diubah menjadi kedua alam bawah sadar seseorang. Habitus
juga mencakup pengetahuan, pemahaman seseorang tentang dunia yang memberikan
kontribusi tersendiri pada realitas dunia. Habitus berkaitan erat dengan modal,
karena habitus tersebut berperan sebagai pengganda berbagai jenis modal. Dalam
ilmu sosial, modal tidak hanya berwujud finansial semata atau yang disebut
dengan modal ekonomi, dalam teori praktik sosial ini modal berkembang menjadi
beberapa bentuk diantaranya modal sosial, modal ekonomi, modal budaya dan modal
simbolik. Modal sosial adalah hubungan – hubungan serta jaringan hubungan yang
merupakan sumberdaya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan
sosial. Modal sosial ini dapat berupa kepercayaan, interaksi, resiprositas,
norma dan nilai sosial. Modal ekonomi merupakan modal yang dimiliki seseorang
berupa materi dan finansial seperti tanah, rumah, perhiasan mobil dan lainnya.
Modal budaya berupa bentuk-bentuk pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan
kelebihan yang dimiliki seseorang yang memberi mereka status yang lebih tinggi
di dalam masyarakat. Modal simbolik menunjuk pada modal secara simbolik
dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan. Modal merupakan aset yang
dimiliki individu dalam lingkungan sosialnya. Modal ini digunakan untuk
menentukan posisidalam suatu ranah. Field (2010) dalam Demartoto (2014)
menjelaskan modal harus selalu diproduksi dan direproduksi kembali. Permainan
modal-modal tersebut biasanya dilakukan masyarakat atau aktor pemilik modal
dalam sebuah arena. Arena adalah pasar
kompetitif yang di dalamnya dikembangkan permainan-permainan modal-modal
tersebut. Arena merupakan suatu sistem posisi yang terstruktur yang dikuasai
oleh individu atau institusi. Posisi dari individu di arena tersebut ditentukan
oleh bobot relatif modal yang dikuasainya. Kemudian terbentuklah praktik yang
merupakan hasil hubungan dialektis antara struktur dengan keagenan
(individu/kelompok). Menurut Jenkins bahwa dalam praktik, aktor tidak hanya
berhadapan dengan situasi yang tengah dihadapinya, melainkan berhadapan dengan
situasi lainnya juga, karena mereka adalah bagian yang integral dalam situasi
tersebut. Dalam praktik itulah masyarakat tumbuh, belajar dan mendapatkan
pengalaman, kompetensi kultural praksis, dan posisi dalam ruang sosial.
Melalui teori praktik sosial ini dapat digambarkan keadaaan
atau fenomena yang terjadi di lingkungan Masyarakat Senggigi yang dapat
dikembangkan menjadi sebuah praktik dari pariwisata halal berbasis masyarakat.
Senggigi
merupakan desa kecil yang terletak ditepian Pantai Senggigi, desa ini terdiri
dari empat buah dusun, yakni Dusun Mangsit, Dusun Loco, Dusun Senggigi dan Dusun
Kerandangan. Masyarakat di masing-masing dusun tersebut mayoritasnya beragama Islam.
Terdapat sebuah makam wali di daerah sekitaran Desa Senggigi tersebut yang sering
dikunjungi wisatawan untuk berziarah di Makam tersebut. Makam yang ada di
kawasan Senggigi ini bukanlah seperti kuburan pada umumnya, namun makam ini
merupakan suatu tempat persinggahan dari seorang wali penyebar Islam pada
zamannya. Makam tersebut dikenal dengan Makam Batulayar. Selain makam tersebut
daya tarik yang alam yang mempesona di senggigi adalah pantainya yang biru
dengan ombak yang terlihat eksotis dan hamparan pasir putih yang berkilau
seperti mutiara jika terkena sinar matahari. Pesona alam tersebut menjadi
sebuah daya tarik alam yang mampu memikat wisatawan dari berbagai belahan
negara.
Berbicara
tentang pariwisata seperti yang telah disinggung diatas bahwa pariwisata
tentunya perlu dilestarikan dengan melibatkan aktor-aktor wisata di daerah
tersebut, terutama masyarakat yang tinggal dikawasan daerah wisata. Dalam hal
ini masyarakat Desa Senggigi sebagai aktor wisata juga memiliki peran penting
dalam mengembangkan pariwisata di daerahnya demi mendukung keberdayaan dari
daerah tersebut, baik dari segi ekonomi, sosial maupun kelestarian budayanya.
Budaya yang unik juga dapat menjadi sebuah daya tarik wisata yang mampu
menunjang kelestarian pariwisata.
Dalam
konsep pariwisata halal yang dikembangkan oleh pemerintah NTB saat ini, yang
mana konsep pariwisata halal ini sangat mengutamakan keamanan dan kenyamanan
berwisata bagi para konsumen wisata terutama wisatawan muslim, namun pariwisata
halal ini tidak hanya diperuntukkan bagi wisatawan muslim saja akan tetapi
wisatawan non muslim pun dapat menikmati sajian dari pariwisata halal tersebut.
Berbicara
tentang praktik sosial Pierre Boudieu biasanya diawali dengan diskusi tentang
habitus, habitus yang secara sederhananya diartikan sebagai sebuah kebiasaan
yang mana dalam teori ini Bourdieu melihat habitus sebagai pengetahuan,
kebiasaan, sikap, watak dan perilaku individu (disposisi) ini juga dimiliki
oleh masyarakat Desa Senggigi. Sebagai masyarakat yang mayoritas Islam,
tentunya masyarakat Senggigi melandasi habitus yang mereka miliki pada
prinsip-prinsip Islam. Adat (aturan/ norma), tradisi dan tindakan yang di
aplikasikan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari melambangkan sebuah bentuk
tindakan yang mencerminkan prinsip Islami. Seperti yang penulis amati beberapa
bulan yang lalu ketika penulis melakukan observasi kecil di daerah ini, tampak
seorang ketua RT dengan peci putihnya menyapa wisatawan yang lewat di depan
rumahnya, keramahan pak RT tersebut mengundang senyum wisatawan dan sapaan
salam (assalamu’alaikum) dari wisatawan mancanegara tersebut. Dari perilaku
sederhana tersebut penulis melihat bahwa terlihat simbol Islami dari pak RT
tersebut melalui pakaian yang dikenakannya yang mana simbol tersebut dapat
ditangkap oleh wisatawan dengan ucapan salamnya, sapaan ramahnya tampak sebagai
sebuah kebiasaan yang terus menerus sebagai aktor wisata di kawasan Senggigi dalam
menyapa tamu atau wisatawan yang berada dilingkungan tersebut.
Selain
itu juga dilingkungan Senggigi ini terdapat banyak homestay-homestay yang
dimiliki oleh penduduk desa sebagai tempat tinggal sementara bagi para
wisatawan yang sedang menikmati keindahan alam Senggigi. Dimasing-masing dusun
tentunya juga terdapat bangunan Masjid dan Musolla yang menyediakan fasilitas
ibadah yang selalu dijaga kebersihannya
oleh masyarakat. Hal ini dalam analisis praktik sosial dapat dilihat sebagai
sebuah modal ekonomi yang dimiliki Masyarakat Senggigi untuk menciptakan
kenyamanan ibadah wisatawan muslim. Masyarakat juga menyediakan warung-warung
makanan yang terjamin kebersihan dan kehalalan makanannya, makanan yang terdiri
dari hasil olahan penduduk sebagai suatu khas makanan Lombok sangat disukai
oleh wisatawan, seperti sate bulayak, pelecing dan lontongnya, bebalung dan
berbagai jenis makanan lainnya. Hal ini merupakan sebuah warisan budaya yang
dapat diolah menjadi modal budaya masyarakat Senggigi untuk menciptakan daya
tarik wisata halal. Selain itu juga beberapa seni budaya lainnya yang juga
bernafaskan Islami seperti tari zikir zaman,peresean dan berbagai tarian
lainnya juga sering dipertunjukkan melalui festival seni budaya masyarakat Lombok
pada umumnya, yang mana semua itu adalah sebuah skill yang dimainkan masyarakat
dalam arena pariwisata halal. Menurut ketua RT yang penulis temui, tidak jarang
juga masyarakat Senggigi diundang di beberapa hotel yang ada di Senggigi sewaktu-waktu
dalam acara Islami untuk mengadakan pengajian, zikir do’a bersama serta
tahlilan bersama yang mana hal tersebut menjadi perhatian juga oleh wisatawan,
terkadang beberapa wisatawan sering antusias menanyakan kegiatan yang dilakukan
masyarakat tersebut. Salah
satu warga ( Ibu Asmiatun) yang penulis temui juga mengatakan,
“Di
homestay yang saya kelola (Murni Homstay) banyak dikunjungi wisatawan dari
mancanegara, mereka pernah minta saya untuk membuatkan makanan vegetarian, yang
saya sediakan sama mereka itu pelecing dan pecel kangkung dan mereka sangat suka,
dan waktu lebaran topat kemarin saya mengundang turis-turis itu kerumah, buat
makan ketupat dan makanan khas sini, mereka sangat senang dan suka”(Senggigi,
18 juli 2016).
Kegiatan
Ibu Asmiatun tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu upaya pengembangan
modal sosial dan budaya untuk melestarikan konsep wisata halal. Sedang
dalam Modal simbolik yakni yang menunjuk
kepada modal yang secara simbolik dimengerti dalam hubungan dengan pengetahuan.
Hal ini dilakukan masyarakat senggigi
misalnya dengan menjaga kebersihan di lingkungan masyarakat dan tempat wisata
yang dapat menunjukkan sebuah simbol masyarakat Desa Senggigi sangat menghargai
kebersihan lingkungan. Dengan memakai pakaian yang rapi misalnya atau bagi
penduduk muslim senantiasa berpakaian sesuai dengan tuntunan prisnsip Islami
dan Mengucap salam hangat setiap bertemu merupakan salah satu tindakan yang
mencerminkan gaya hidup Islami, ini juga dapat menjadi sebuah simbol bagi
wisatawan bahwa masyarakat Desa Senggigi sangat menghargai bentuk kehidupan
yang didasarkan prinsip Islami.
Pariwisata
halal yang menjadi trend pariwisata saat ini adalah sebuah arena bagi
masyarakat Desa Senggigi dalam memainkan modal yang dimilikinya.
Potensi-potensi yang terdapatpada masyarakat tersebut merupakan modal yang
belum tergali untuk menciptakan pariwisata halal di daerah Senggigi. Habitus –
habitus sederhana seperti yang dijelaskan diatas dapat mendukung pengembangan
praktik pariwisata halal di Senggigi, Bourdieu menyatakan bahwa habitus dianggap sebagai bagian dari individu, hal
itu berarti habitus antara satu orang dengan orang lain adalah berbeda – beda (
Jenkins, 2013). Oleh karenanya habitus yang dapat meningkatkan kualitas
pariwisata di daerah tersebut harus dimanfaatkan dan perlu untuk dilestarikan
sebagaimana mestinya.
Bourdieu
berpandangan bahwa habitus terbentuk dari hasil interaksi dengan orang lain,
kebiasaan masyarakat merupakan sikap mental atau tindakan yang dilakukan secara
tidak langsung merupakan kontribusi dari hasil interaksi dengan individu atau
kelompok lain. Dalam kehidupan sehari-harinya juga masyarakat Senggigi ini
masih dipengaruhi oleh adat-adat atau tradisi lokal yang berlaku di Desa tersebut,
yang mana tradisi itu dilakukan turun temurun sebagai hasil dari interaksi dan
internalisasi masyarakat terhadap nilai dan norma yang berlaku. Seperti yang
dijelaskan diatas, setiap ada acara selalu diadakan makan bersama diiring
dengan tahlilan dan zikir bersama hal ini di sebut masyarakat dengan “roah”, kegiatan ini mencerminkan
solidaritas dan keyakinan masyarakat bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus
di iringi oleh do’a agar apa yang dilakukan tidaklah sia-sia, mendapat berkah
dan bernilai ibadah.
Berkembangnya
Senggigi menjadi kawasan wisata tentunya menjadi sebuah persaingan bagi
masyarakat dalam memainkan skill yang mereka miliki untuk bertahan diarena
pariwisata ini. Dalam konsep pariwisata halal yang dikembangkan pemerintah NTB
dengan masyarakat yang belum terlalu faham dengan konsep tersebut namun
terlihat menjalani dan memainkan modal yang mereka miliki sebagaimana mestinya.
Namun dalam modal yang mereka kembangkan tentunya secara tidak sadar masyarakat
sedang memainkan modal-modal yang didalamnya terdapat nilai-nilai atau prinsip
yang dibutuhkan dalam konsep pariwisata halal. Seperti makanan halal, fasilitas
ibadah, nilai dan norma lingkungan wisata yang islami yang mana hal tersebut
dapat mewujudkan keamanan dan kenyamanan berwisata terutama bagi wisatawan
muslim.
Maka dari
gambaran diatas penulis dapat melihat terbentuknya praktik praktik pariwisata
halal pada masyarakat Desa Senggigi. Hal ini tampak pada habitus – habitus
islami masyarakat dilengkapi dengan modal-modal sosial, ekonomi, budaya dan
simbolik yang tidak terlepas dari prinsip islam yang dimainkan masyarakat pada
ranah pariwisata dikawasan lingkungan Senggigi yang mayoritas penduduknya
adalah muslim akan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pariwisata
halal melalui praktik – praktik sosial islami yang dilakukan oleh Masyarakat
Senggigi.
Karya: Widiastuti Fikliana, S.Pd
Desa Rensing Raya, Kecamatan Sakra Barat, Lombok Timur
DAFTAR
PUSTAKA
- Demartoto, Argyo. R.B. Soemanto, Nur Indah Ariyani, 2014. Habitus Pengembangan Pariwisata: Konsep Dan Aplikasi. Surakarta. UNS Press.
- Jenkins, Ricahard. 2016. Membaca pikiran Pierre Bourdieu. Bantul. Kreasi Wacana.
- Slamet, Y. 2012. Modal Sosial dan Kemiskinan. Surakarta. UNS Press.
- Andriani, Dkk. 2015. Laporan akhir kajian pengembangan wisata syariah. Jakarta . Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan Kementrian Pariwisata.
- Bourdieu, Pierre. 2005. (Habitus x Modal ) + Ranah = Praktik. Yogyakarta.Jalasutra.
- Peraturuan Gubernur Nusa Tenggara Barat. Nomor 51 Tahun 2015 Tentang Wisata Halal. Http:// www. Wisatadilombok.com. diakses 24 Agustus 2016.
Tulisannya sangat bagus buat seorang pemula..haha kidding
BalasHapusOlif.. ta tggu tulisan lainnya ya