Fenomena solidaritas sosial telah banyak menyita perhatian para pemikir sosial. Salah satunya adalah Emil Durkheim. Dia menjelaskan tentang solidaritas sosial lewat karyanya yang sangat terkenal, yakni Division of labour in Society. Durkheim dalam Ritzer (2012) membagi solidaritas sosial kedalam dua jenis yaitu solidaritas Mekanik dan Organik. Jauh sebelum Emile Durkheim mencetuskan konsepnya tentang solidaritas sosial ini, ada satu ilmuan dari timur yang juga memiliki konsep solidaritasyang sama, beliau adalah Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun juga membagi konsep solidaritas sosialnya, Ashabiyah, menjadi dua jenis yaitu solidaritas masyarakat Badui dan kota.
Kesadaran kolektif adalah apa yang mendasari solidaritas sosial (Soekanto, 2014). Rasa kebersamaan dan kepercayaan yang mereka jalin diantara masyarakat hanya terjadi dalam solidaritas mekanik. Namun berbeda dengan masyarakat dengan solidaritas organik, tetapi tidak sebesar masyarakat solidaritas mekanik. Pandangan mereka lebih luas dari pada masyarakat sebelumnya. Peranan mereka juga jauh lebih bervariasi sehingga muncullah banyak inovasi kehidupan terutama dalam bidang pekerjaaan. Kojiro berpendapat bahwa penduduk menetap (ahl al-hadhar) hanya terpusat pada segala macam kesenangan. Hal ini dikarenakan mereka terbiasa dengan kemewahan dan kejayaan duniawi dan nafsu dunia. Oleh karena itu, mereka kehilangan kontrol diri atau solidaritas mereka melemah.Solidaritas yang ada dalam masyarakat ini mulai mengendur dan tidak kuat saat solidaritas yang berakar pada kerja sama dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok sudah mulai tergantikan oleh kebutuhan sekunder.
Agama merupakan hal yang sangat abstrak dalam masyarakat, ia tak berwujud. Masyarakat memiliki kepercayaaan kepada agamanya karena adanya kesadaran kolektif yang mempercayainya. Selain itu pengalaman kolektif juga menjadi menjadi indikasi eksistensi dari agama tersebut. Ketika masuk era modern maka kesadaran kolektif mulai menurun karena tingkat pembagian kerjan sudah kompleks. Sehingga masyarakat mulai terpecah berdasarkan spesialisasi masing-masing. Hal ini lah yang membuat kepercayaan mengenai agama mulai berkurang, karena kolektivitas sendiri juga mulai melemah. Agama disini menjadi ide belaka saja dalam kehidupan masyarakat.
Salah satunya Pondok Pesantren Al-Wahid salah satu Pondok Pesantren yang ada di Yogyakarta yang berdiri 10 tahun yang lalu. Pondok Pesantren ini memang tidak besar seperti Pondok Pesantren lainnya. Tapi Pondok Pesantren tersebut mengajarkan banyak hal mengenai kegiatan sosial serta makna kehidupan. Disisi lain gelar santri yang disandang anak didiknya tersebut tidak menjadi halangan untuk selalu berkarya dan berkiprah baik dibidang akademik maupun non akademik.
Tugas dan tanggung jawab menjadi seorang santri serta pelajar merupakan tugas yang sangat tidak mudah, Apalagi jenjang umur yang berbeda membuat para santri untuk belajar saling menghargai serta saling memberikan motivasi baik sesama maupun dengan juniornya. Sebagai seorang yang terpelajar mengharuskan seorang santri harus berprestasi disekolahnya masing masing. Tapi, dari sudut pandang yang lain seorang santri harus mempertanggung jawabkan gelar santri didalam sekolahnya dengan berbuat baik serta rajin ibadah untuk menjadi teladan siswa-siswi lainnya.
Dalam kesehariannya mereka mengenyam pendidikan yang berbeda – beda mulai dari Tk, SD, SMP, MA, Kuliah. Dengan perbedaan para santri hidup berdampingan dengan berbagai macam kegiatan yang ada di Pesantren. Sehingga muncullah kesadaran kolektif seperti yang menunjuk pada totalitas kepercayaan – kepercayaan yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama yaitu mempunyai pekerjaan dan pengalaman yang sama sehingga banyak pula norma-norma yang dianut bersama. Pekerjaan yang dimaksud disini merupakan bentuk kegiatan dari santri seperti piket bersama, Ngaji Qur’an, dan memanfaatkan waktu liburan dengan berwira usaha. Terkhusus pada santri yang sedang menempuh jenjang pendidikan S1 mereka memanfaatkan waktu liburan dengan membantu usaha yang dijalankan pondok tersebut diantaranya membuka warung makan, membuka pusat oleh-oleh haji dan busana muslim.
Dalam menjalankan wirausaha tersebut manajemen diserahkan kepada santri sepenuhnya dengan harapan, para santri dapat belajar memanajemen usaha tersebut dengan baik. Sehingga muncul pembagian kerja diantaranya ada yang bertugas menjadi kasir, masak, mengontrol barang keluar – masuk dll. Pelajaran serta pengalaman ini lah yang tidak dapat diperoleh didunia pendidikan. Maka timbul kerjasama dan rasa saling bertanggung jawab atas tugas yang ia peroleh. Sehingga kerja sama yang dibentuk bukan merupakan kesamaan profesi, akan tetapi karena adanya ketergantungan yang tinggi dalam suatu perusahaan ataupun industri pabrik.
Munculnya perbedaan pembagian kerja antar individu yang kuat dapat mengambil peran yang tadinya di isi oleh kesadaran kolektif bersama dapat menjadi hubungan kontraktual dalam masyarakat. Menurut George Ritzer (2012) “ Solidaritas organik dipersatukan oleh perbedaan-perbedaan di antara orang orang, oleh fakta bahwa semuanya mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Sedangkan menurut Durkheim masyarakat organik “dipersatukan oleh spesialisasi orang-orang dan kebutuhan mereka untuk layanan-layanan dari banyak orang”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori yang dikemukakan oleh George Ritzer dan Emil Durkheim masih sangat relevan untuk masa saat ini. Dengan contoh diatas sehingga dapat menambah wawasan dalam mengaplikasikan sebuah teori tersebut.
Cat: Tulisan ini adalah Hasil Mini Research di Pondok Pesantren Al-Wahid Bantul Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Kesadaran kolektif adalah apa yang mendasari solidaritas sosial (Soekanto, 2014). Rasa kebersamaan dan kepercayaan yang mereka jalin diantara masyarakat hanya terjadi dalam solidaritas mekanik. Namun berbeda dengan masyarakat dengan solidaritas organik, tetapi tidak sebesar masyarakat solidaritas mekanik. Pandangan mereka lebih luas dari pada masyarakat sebelumnya. Peranan mereka juga jauh lebih bervariasi sehingga muncullah banyak inovasi kehidupan terutama dalam bidang pekerjaaan. Kojiro berpendapat bahwa penduduk menetap (ahl al-hadhar) hanya terpusat pada segala macam kesenangan. Hal ini dikarenakan mereka terbiasa dengan kemewahan dan kejayaan duniawi dan nafsu dunia. Oleh karena itu, mereka kehilangan kontrol diri atau solidaritas mereka melemah.Solidaritas yang ada dalam masyarakat ini mulai mengendur dan tidak kuat saat solidaritas yang berakar pada kerja sama dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok sudah mulai tergantikan oleh kebutuhan sekunder.
Agama merupakan hal yang sangat abstrak dalam masyarakat, ia tak berwujud. Masyarakat memiliki kepercayaaan kepada agamanya karena adanya kesadaran kolektif yang mempercayainya. Selain itu pengalaman kolektif juga menjadi menjadi indikasi eksistensi dari agama tersebut. Ketika masuk era modern maka kesadaran kolektif mulai menurun karena tingkat pembagian kerjan sudah kompleks. Sehingga masyarakat mulai terpecah berdasarkan spesialisasi masing-masing. Hal ini lah yang membuat kepercayaan mengenai agama mulai berkurang, karena kolektivitas sendiri juga mulai melemah. Agama disini menjadi ide belaka saja dalam kehidupan masyarakat.
Salah satunya Pondok Pesantren Al-Wahid salah satu Pondok Pesantren yang ada di Yogyakarta yang berdiri 10 tahun yang lalu. Pondok Pesantren ini memang tidak besar seperti Pondok Pesantren lainnya. Tapi Pondok Pesantren tersebut mengajarkan banyak hal mengenai kegiatan sosial serta makna kehidupan. Disisi lain gelar santri yang disandang anak didiknya tersebut tidak menjadi halangan untuk selalu berkarya dan berkiprah baik dibidang akademik maupun non akademik.
Tugas dan tanggung jawab menjadi seorang santri serta pelajar merupakan tugas yang sangat tidak mudah, Apalagi jenjang umur yang berbeda membuat para santri untuk belajar saling menghargai serta saling memberikan motivasi baik sesama maupun dengan juniornya. Sebagai seorang yang terpelajar mengharuskan seorang santri harus berprestasi disekolahnya masing masing. Tapi, dari sudut pandang yang lain seorang santri harus mempertanggung jawabkan gelar santri didalam sekolahnya dengan berbuat baik serta rajin ibadah untuk menjadi teladan siswa-siswi lainnya.
Dalam kesehariannya mereka mengenyam pendidikan yang berbeda – beda mulai dari Tk, SD, SMP, MA, Kuliah. Dengan perbedaan para santri hidup berdampingan dengan berbagai macam kegiatan yang ada di Pesantren. Sehingga muncullah kesadaran kolektif seperti yang menunjuk pada totalitas kepercayaan – kepercayaan yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama yaitu mempunyai pekerjaan dan pengalaman yang sama sehingga banyak pula norma-norma yang dianut bersama. Pekerjaan yang dimaksud disini merupakan bentuk kegiatan dari santri seperti piket bersama, Ngaji Qur’an, dan memanfaatkan waktu liburan dengan berwira usaha. Terkhusus pada santri yang sedang menempuh jenjang pendidikan S1 mereka memanfaatkan waktu liburan dengan membantu usaha yang dijalankan pondok tersebut diantaranya membuka warung makan, membuka pusat oleh-oleh haji dan busana muslim.
Dalam menjalankan wirausaha tersebut manajemen diserahkan kepada santri sepenuhnya dengan harapan, para santri dapat belajar memanajemen usaha tersebut dengan baik. Sehingga muncul pembagian kerja diantaranya ada yang bertugas menjadi kasir, masak, mengontrol barang keluar – masuk dll. Pelajaran serta pengalaman ini lah yang tidak dapat diperoleh didunia pendidikan. Maka timbul kerjasama dan rasa saling bertanggung jawab atas tugas yang ia peroleh. Sehingga kerja sama yang dibentuk bukan merupakan kesamaan profesi, akan tetapi karena adanya ketergantungan yang tinggi dalam suatu perusahaan ataupun industri pabrik.
Munculnya perbedaan pembagian kerja antar individu yang kuat dapat mengambil peran yang tadinya di isi oleh kesadaran kolektif bersama dapat menjadi hubungan kontraktual dalam masyarakat. Menurut George Ritzer (2012) “ Solidaritas organik dipersatukan oleh perbedaan-perbedaan di antara orang orang, oleh fakta bahwa semuanya mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Sedangkan menurut Durkheim masyarakat organik “dipersatukan oleh spesialisasi orang-orang dan kebutuhan mereka untuk layanan-layanan dari banyak orang”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori yang dikemukakan oleh George Ritzer dan Emil Durkheim masih sangat relevan untuk masa saat ini. Dengan contoh diatas sehingga dapat menambah wawasan dalam mengaplikasikan sebuah teori tersebut.
Cat: Tulisan ini adalah Hasil Mini Research di Pondok Pesantren Al-Wahid Bantul Yogyakarta.
Daftar Pustaka
- Ritzer, G. 2012. Teori Sosiologi : Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Soekanto, S. 2014. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Karya : Lailatul Chodriyah Mahasiswi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta |
0 komentar:
Posting Komentar