Dunia kita telah mengalami sebuah pergeseran yang luar biasa yang
disebut Revolusi Industri 4.0 yaitu revolusi sosio teknologis yang mengantarkan
kita memasuki Abad Digital sekaligus Abad Biologi. Internet of Things (IoT) telah menjadi paradigma baru yang dimanfaatkan
dalam dunia industri. Dalam bahasa Yuval Noah Harari, “Kita sekarang berada di pertemuan dua revolusi besar” (21 Lesson: 21 Adab untuk Abad 21,
2018:53). Dua revolusi besar apa? Revolusi biotek dan infotek akan menghasilkan
algoritma Big data yang dapat memonitor dan memahami perasaan kita jauh lebih
baik dari yang saya bisa dan kemudian otoritas mungkin akan beralih dari
manusia ke komputer.
Perkembangan teknologi informasi yang melahirkan teknologi digital telah
mengubah landskap kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya. Sebagaimana
digambarkan Rhenald Kasali dalam bukunya Disruption, “...Teknologi telah membuat segala produk jasa, jasa yang serba digital
dan membentuk marketpace baru, platform baru dengan masyarakat yang sama sekali
berbeda” (2017:ix-xx). Kita melihat saat ini bagaimana orang memesan
kendaraan melalui sentuhan aplikasi digital di layar smartphone. Memesan makanan yang digemari dengan aplikasi yang
disediakan oleh penyedia jasa di layar smartphone.
Membaca buku melalui sarana ebook
yang tidak harus mensyaratkan bentuk buku secara visual. Bahkan dalam bentuk negatifnya, seseorang dapat memesan
sejumlah penyedia jasa seksual melalui beberapa sentuhan di layar smartphone, sebagaimana kehebohan
belakangan ini yang mencuatkan nama seorang artis.
Interaksi sosial di sebuah wilayah tidak lagi harus mensyaratkan visibilitas
fisik baik melalui kehadiran maupun persentuhan. Seperti dikatakan Yasraf Amir
Piliang, “Di dalam kota digital interaksi
dan komunikasi tatap muka (F to F) kini diambil alih oleh komunikasi yang
dimediasi komputer” (Dunia Yang Dilipat, 2011:231-232). Bukan hanya interaksi sosial, perilaku
membaca di era digital telah bergeser dan tidak harus mensyaratkan kehadiran
buku secara visual. Ratusan ribu buku klasik dan modern saat ini dapat diakses
secara on line dan dibaca dalam
format ebook. Bahkan kita bisa
mencetak buku tersebut seperti aslinya. Semua dapat diperoleh secara cuma-cuma.
E-book sejauh ini merupakan segmen yang tumbuh
paling cepat dari bisnis penerbitan buku yang lesu dan terganggu. Pada 2010
penjualan e-book melonjak 164%,
menjadi $ 441 juta (The E-Book Era Is
Here: Best Sellers Go Digital - http://content.time.com). Sejumlah situs on line mampu menyediakan ratusan bahkan ratusan ribu buku dalam
bentuk ebook yang dapat diunduh
secara cuma-cuma oleh publik seperti Project
Gutenberg yang memiliki 49.000 ebook
yang dapat diunduh. Ada pula Open
Library, Feedbooks, Internet Archives serta Pdfdrive yang mamu menyediakan sekitar 79 juta-an ebook dari berbagai genre.
Perubahan perilaku membaca yang tidak mensyaratkan kehadiran buku dan
kertas tentu menimbulkan sejumlah pertanyaan perihal masa depan kertas dan
buku. Apakah di kemudian hari kertas dan buku akan lenyap dari peredaran dan
semua orang akan mengakses bacaan dari layar komputer dan smartphone? Setiap tahun dunia memproduksi sekitar 300 juta ton
kertas, yang membutuhkan hampir 4 miliar pohon untuk ditebang, menurut Association for Information and Image
Management (Toward a Paperless
Society, Slowly - infotoday.com).
Di sejumlah negara besar, berbagai upaya telah dilakukan menuju paperless office dan paperless society. Badan-badan federal, mulai dari Departemen
Keuangan hingga Administrasi Jaminan Sosial, sekarang memaksa orang Amerika -
sekalipun mereka yang tidak memiliki akses internet dan bahkan komputer - untuk
berinteraksi secara online dengan
pemerintah mereka. Keputusan pemerintah untuk meniadakan akses kertas terutama
memengaruhi para lansia, yang kemungkinannya hampir dua kali lipat tanpa akses
pada internet.
Demikian pula Departemen Keuangan, secara ambisius menetapkan batas
waktu Maret 2013 untuk sepenuhnya menghapus kertas cek tunjangan federal.
Selama dua tahun menjelang tenggat waktu, agensi tersebut menuntut agar
penerima Jaminan Sosial beralih ke setoran langsung atau memilih kartu debit
elektronik, dengan menanggung biaya besar. Batas waktu bulan Maret telah
berlalu, namun, dengan 5 juta penerima manfaat - kebanyakan lansia Amerika -
menolak untuk menyerahkan cek kertas.
Menurut hasil survei Pew 2010 tentang Sains dan Teknologi ditemukan data
bahwa hampir dua pertiga (64%) masyarakat mengatakan edisi surat kabar kertas tidak
akan ada lagi, sementara 34% berpikir mereka masih ada. Mayoritas dari sebagian
besar kelompok demografis mengharapkan kehancuran surat kabar cetak, dan mereka
yang memiliki setidaknya beberapa pengalaman kuliah kemungkinan besar akan
melakukannya (Section 1: Science,
Technology and the Environment - people-press.org).
Sekalipun sejumlah produksi penerbitan buku mengalami gulung tikar dan
kelesuan dikarenakan peralihan gaya membaca masyarakat dari membaca majalah,
surat kabar, buku dari bentuk visual
ke virtual namun bukan berarti
keberadaan kertas dan buku akan lenyap sama sekali. Sementara pasar tradisional
seperti perusahaan cetak komersial dan surat kabar mengalami penurunan dalam
beberapa tahun terakhir karena munculnya pencetakan laser dan media online, sejumlah individu menggunakan
lebih banyak produk kertas. Aplikasi komputer baru yang memungkinkan mereka
mencetak undangan, lembar memo, resep, dan brosur bisnis kecil berarti mereka
akan membeli kertas secara langsung baik dari toko peralatan kantor atau secara
online (The Future of Pulp and Paper - mixerdirect.com)
Sekalipun Amerika merepresentasikan sebagai negara yang adaptif dan
terdepan terhadap perkembangan teknologi informasi namun bukan berarti tidak
ada kesenjangan. Kekuatan transformatif
teknologi itu nyata, demikian pula kesenjangan digital (digital divide). Di
seluruh negeri, lebih dari 25% orang Amerika tidak memiliki akses internet, dan
manula cenderung tidak memiliki perangkat teknologi. Lebih dari 50% orang
Amerika di atas usia 65 tahun tidak memiliki akses internet, sementara hampir
setengah dari mereka bahkan tidak memiliki komputer (Federal Efforts to Go Paperless Ignore Seniors' Needs and Digital
Divide - rollcall.com).
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut survey Nielsen Consumer & Media View
(CMV) kuartal III 2017 yang dilakukan di 11 kota dan mewawancara 17.000
responden, saat ini media cetak (termasuk koran, majalah dan tabloid) memiliki
penetrasi sebesar 8% dan dibaca oleh 4,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, 83%
membaca koran. Televisi masih merajai dengan penetrasi 96% atau dilihat 52,8
juta orang sementara radio 37% atau 11,9 juta orang.
Sekalipun segmen pembaca di Pulau Jawa hampir mengakses bacaan secara on line seperti area Bandung dan
sekitarnya (25%), Surakarta (22 persen), Yogyakarta dan sekitarnya (19%),
Semarang dan sekitarnya (12%) serta Jakarta dan sekitarnya (11%), namun di luar
Jawa kebutuhan membeca media cetak masih tinggi (Media Cetak Masih Bertahan di Era Digital - beritasatu.com). Bahkan
industri pulp dan kertas tidak
memperlihatkan gejala penurunan. BPS mencatat total ekspor pulp dan kertas
sepanjang Januari-Juni 2018 mencapai US$ 1,29 miliar atau naik 34,47% dimana share ekspor kertas mencapai 61%.
Sekalipun tahun 2017 ada kenaikan harga kertas, yakni $ 636 per ton dan
diprediksi naik 26% setiap tahun, namun Brazil dan Indonesia tetap diposisikan
menjadi pemasok utama kebutuhan kerta sejumlah negara (Peluang Bisnis Pulp dan Kertas - https://analisis.kontan.co.id) Bagaimanapun kertas dan buku tetap akan bertahan berdampingan dengan
saudara sepupunya yaitu media digital dalam bentuk ebook dsj. Bukan hanya sejumlah kenyataan di atas (kesenjangan
digital di negara maju dimana tidak semua orang dapat mengakses internet dan
peralihan penggunaan kertas selain untuk buku serta prospek ekspor pulp dan kertas di Indonesia) namun dari
sisi pengalaman emosional pembacaan buku secara visual tidak akan didapat saat membaca secara virtual.
Aroma kertas, keindahan sampul buku yang dapat diraba, disentuh serta dinikmati
di antara deretan rak buku, merupakan pengalaman emosional yang tidak dapat
tergantikkan saat seseorang membaca buku secara virtual.
Pada akhirnya sebuah upaya untuk menjadikan paperless office dan
paperless society hanyalah sebuah utopia belaka. Bagaimanapun kita akan
tetap membutuhkan dokumen berbentuk kertas sebagai alat bukti, baik berupa
dokumen kesehatan, pendidikan berupa ijazah dll.
Kertas dan buku telah melahirkan peradaban karena mendokumentasikan
semua pengetahuan dan penemuan besar manusia. Teknologi
percetakan telah memperkenalkan pemikiran-pemikiran besar filsuf-filsuf Yunani
mulai dari Socrates, Plato, Aristoteles menyebarluas ke seluruh dunia.
Karya-karya di bidang politik, sosiologi, sejarah, matematik, fisika, kimia
terdistribusi ke seluruh dunia dan mendorong berbagai perubahan sosial.
Peradaban tidak seharusnya melenyapkan kertas dan buku yang membantu
melahirkannya melainkan tetap menjalankan fungsinya sebagai perekam jejak-jejak
kemajuan pemikiran manusia. Kertas dan buku serta ebook tidak seharusnya saling menegasikan melainkan saling
melengkapi untuk memperkaya peradaban dan semakin memudahkan setiap orang
mengakses pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Harari, Yuval Noah (2018), 21 Lesson: 21 Adab Untuk Abad 21,
Manado: Global Indo Kreatif
Kasali, Rhenald (2017), Disruption, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Piliang, Yasraf Amir (2011), Dunia Yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan,
Yogyakarta: Jalasutra
Internet
Direct, Mixer, The Future of Pulp
and Paper
http://blog.mixerdirect.com/the-future-of-pulp-and-paperToward a Paperless Society, Slowly
infotoday.com
Staff, Rollcall, Federal Efforts
to Go Paperless Ignore Seniors' Needs and Digital Divide
https://www.rollcall.com/news/federal_efforts_to_go_paperless_ignore_seniors_needs_and_digital_divide-229381-1.htmlSection 1: Science, Technology and the
Environment
people-press.org
Sachs, Andrea, The E-Book Era Is
Here: Best Sellers Go Digital
Setyawati, Araminta, Peluang
Bisnis Pulp dan Kertas
https://m.kontan.co.id/news_analisis/peluang-bisnis-pulp-dan-kertas?page=2
Baskoro, Faisal Maliki, Media
Cetak Masih Bertahan di Era Digital
https://www.beritasatu.com/bisnis/467255-media-cetak-masih-bertahan-di-era-digital.htmlPeluang Bisnis Pulp dan Kertas -
https://analisis.kontan.co.id
Karya: Teguh Hindarto, S.Sos., MTh. |
0 komentar:
Posting Komentar