Negara indonesia merupakan negara ke empat yang mempunyai kepadatan penduduk di dunia,
dengan jumlah kepadatan penduduk semakin mendorong banyaknya masyarakat
multikultular yang di bedakan dari etnis, budaya serta agama. Agama yang diakui
oleh negara Indonesia yaitu agama Konghucu, Kristen, Hindu, Budha dan Islam.
Agama islam merupakan agama yang paling benyak dipeluk oleh
masyarakat indonesia, Al-qur’an menjadi pedoman hidup bagi penganut agama islam
yang mengatur kehidupan sampai dengan prilaku dan pakaian. Salah satu ayat
dalam Al-Qur’an disebutkan:
Kami telah menurunkan
bagimu pakaian yang menutupi bagian pribadi dari tubuhmu dan berfungsi sebagai
perlindungan dan hiasan, dan terbaik dari seluruh pakaian dalah pakaian
ketaqwaan (Q.S.al-A’raf{7}: 26). dari ayat di atas
menerangkan mengenai pakaian ketaqwaan adalah cara berpakaian laki-laki yang
menutup aurat mulai dari pusar sampai lutut, sedangkan untuk wanita wajib untuk
menutup seluruh badan dengan kain kecuali kedua telapak tangan dan muka. Salah
satu bagian pakaian wanita yang menutup aurat adalah penutup kepala atau hijab.
Hijab merupakan istilah yang digunakan oleh feminis dan
nasionalis serta sekularis. Prase yang digunakan untuk melepas tutup kepala
atau muka wanita kota adalah raf
al-hijab (melepas hijab) bukan al-habarah, istilah yang digunakan untuk
jubah/jilbab di kalangan wanita mesir kelas atas pada masa pergantian abad.
Fenomena hijab bukan hanya ada pada sekarang akan tetapi sudah ada mulai pada
zaman dahulu. Yang membedakan dengan saat ini sebagian dari wanita muslim
menjadikan hijab sebagai peningkatan status dengan menggunakan brand tertentu. Oleh sebab
itu fenomena ini menarik peneliti untuk menulis mengenai hijab sebagai simbol status sosial.
Dalam Teori Status Sosial, kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial atau dengan kata lain kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum didalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya (Soekanto, 1986:216).
Dalam Teori Status Sosial, kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial atau dengan kata lain kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum didalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya (Soekanto, 1986:216).
Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin secara rinci dapat dilihat dari.
1. Jabatan atau pekerjaan.
2. pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan.
3. Kekayaan.
4. Politis
5. Keturunan.
6. Agama (Narwoko dan Suyanto, 2004:136-137).
Kedudukan dibedakan menjadi beberapa macam, antaranya yaitu:
1. Ascribed Status, (Status
Keturunan) yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaaan-perbedaan seseorang baik rohaniah maupun kemampuan. Kedudukan ini
dapat diperoleh karena kelahiran. Status ini dijumpai pada masyarakat dengan
sistem stratifikasi sosial yang tertutup. Ascribet status juga merupakan
kedudukan yang diperoleh manusia tidak melalui usaha yang keras atau tidak
memerlukan perjuangan.
2. Achvied Status,
(status prestasi) yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang karena
usaha-usaha yang sengaja dilakukan, bukan atas dasar kelahiran. Kedudukan ini
bersifat terbuka bagi semua anggota masyarakat, tergantung kemapuan masing-masing individu
untuk mencapai tujuannya.
3. Assigned status,
(Status yang di berikan) kedudukan ini mempunyai hubungan erat dengan Achived
status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan lebih tinggi
kepada seseorang yang berjasa, memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat (Syarbaini, 2012:116-117).
Status pada dasarnya di bedakan menjadi dua jenis, yakni
yang bersifat objektif dan subjektif. Jabatan sebagai direktur merupakan posisi
status yang bersifat objektif dengan hak dan kewajiban yang terlepas
dari individu. Sementara itu, yang di maksud status yang bersifat subjekttif
adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain, dimana sumber
status yang berhubngan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisiten
untuk orang.
Hijab
Hijab bukan kata Arab yang tepat untuk kata Veil. Hijab bukan istilah baru, tapi
juga bukan istilah kuno. Kata ini merupakan komplek-komplek yang secara
bertahap mengembangkan sekumpulan makna-makna. Stern mencatat berbasiskan pada
sumber-sumber yang diteliti bukti bahwa istilah ini memiliki makna yang
didefeniskan dengan baik pada abab ke-9 Masehi (1939:108). Istilah Hijab
sendiri menghadirkan sejumlah point yang menarik. Istilah ini telah menjadi
bagian dari kosa kata Arab pada awal islam. Menjelang abad ke-19, wanita muslim
dan krieten kota kelas atas di Mesir memakai habarah, yang terdiri dari rok panjang tutup kepala, dan burqu, selembar kain segi empat dari
muslim putih transfaran yang dikenakan di bawah mata, menutupi bagian bawah
hidung dan seluruh mulut serta dada. Dalam suasana sedih, sehelai muslin hitam
yang disebut dengan bisya dapat digunakan. Mungkin berhubungan dengan
asal-usul praktik orang Yahudi dan Kristen, kata Habarah berasal dari kosa
kata religius kristen dan yahudi (E-guindi, 2003:245).
Pada priode ini dipusat-pusat kota, pemakaian jilbab muka
dan menutup seluruh tubuh di ruang publik dianggap sebagai pertanda bagi wanita
kalangan tinggi, terhormat dan tak terjangkau. Dianatara sejumlah gelar terhormat
bagi wanita, dua diantaranya untuk kepentingan khusus, karena secara eksplit
memakai istilah-istilah pakaian, khususnya jilbab, yaitu al-satr al-arafi (perlindungan
tinggi) dan al-hijab al-mani (pemisah tak terjangkau), hijab untuk menununjukan pripasi yang di lekatkan oleh budaya
untuk wanita dan keluarganya (E-guindi, 2003:177).
Harga
Menentukan Status Sosial
Kaum Muslim didunia diharuskan untuk
memakai hijab. Hijab sebenarnya adalah pakaian untuk menutup aurat kaum hawa.
Tetapi jaman sekarang ada kaum Muslim yang menggunakan hijab hanya untuk
bersaing dari segi penampilan. Persaingan itu terjadi karena banyaknya desainer
busana muslim Indonesia yang muncul dan
mengeluarkan produk hijab yang terbaik dari segi tekstur, warna dan kenyamanan
dalam pemakaian. Hal ini menyebabkan harga dari hijab bervariasi mulai dari
yang murah sampai yang paling mahal. Hijab segitiga yang cocok untuk dipakai
dengan tampilan simple dan praktis berkisar antara harga Rp.13.000 – Rp.
30.000. Hijab segi empat sebagai hijab standar yang biasa digunakan oleh kaum
hawa berkisar Rp. 15.000 – Rp 30.000. Pashmina banyak digunakan oleh kaum hawa
karena motif dan bahannya mudah untuk dikreasikan berkisar Rp. 25.000 – Rp.
60.000. Kisaran harga ini merupakan kisaran harga standart pasaran. Hijab dari
desainer terkenal memiliki kisaran harga Rp. 80.000 – Rp. 1.000.000.
Peneliti memfokuskan penelitian pada penggunaan brand hijab ternama
dikalangan mahasiswi. Kebanyakan mahasiswi tinggal jauh
dari orang tua membuat keuangan yang dikirimkan oleh orang tuanya dalam tiap
bulan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-harinya saja. Hijab yang biasanya digunakan oleh mahasiswi
ialah hijab pari. Ada beberapa mahasiswi yang menggunakan hijab dengan standar
yang tinggi seperti kain yang lebih mudah dikreasikan dan motifnya yang
bervariasi membuat harga hijab yang mereka pakai lebih tinggi dari
teman-temannya. Dengan terlihatnya perbedaan tersebut menimbulkan kelas-kelas dari mahasiswi yang
menggunakan hijab.
Dalam buku Soerjono Soekanto
(1986:218) Achieved status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha yang disengaja.
Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat
terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar
serta mencapai tujuan. Dari hasil
wawancara sederhana dengan beberapa mahasiswi diperguruan tinggi yang ada Di Banjarmasin status sosial yang mereka miliki berasal dari kemampuan mereka dalam membeli
hijab yang berstandar tinggi.
Kemampuan Mengikuti Trend
Sebelumnya
model-model hijab pada jaman dulu kurang menarik di kalangan anak muda karena
mereka menganggap itu sesuatu hal yang kuno. Seiring perkembangan jaman dan
masuknya budaya-budaya muslim di dunia dengan adanya media masa para wanita dapat melihat berbagai
model dari negara
lain seperti model berjilbab wanita di Malaysia lebih pada menggunakan tudung
labuh (jilbab panjang) dengan pola jahitan tengah. Sedangkan model berjilbab
wanita Indonesia cenderung bervariasi. Pada awalnya model berjilbab wanita
Muslim Indonesia hanya sebatas jilbab persegi panjang yang menutupi sebagian
kepala seperti diselampirkan saja dan dipadu dengan kebaya. Modelnya
cenderung monoton dengan warnawarni yang tidak menarik. Anggapan model hijab yang kurang menarik tersebut
memunculkan ide-ide dari desainer muslim. Para desainer ini menghasilkan berbagai karya
yang siap dikonsumsi oleh masyarakat/mahasiswi.
Pada saat ini hijab dijadikan ajang
pengaktualisasi diri di kalangan mahasiswi dengan diadakannya perlombaan hijab.
Para wanita muslim termasuk mahasiswi beramai-ramai mengenakan jilbab atau
pakaian muslim hasil rancangan artis dan desainer terkenal yang mahal dan
trendi. Jadi, hijab tidak cukup lagi hanya dipahami semata-mata sebagai ungkapan takwa.
Akan tetapi, di sebagian kalangan masyarakat khususnya mahasiswi, jilbab ini sendiri tidak
ubahnya seperti pergantian selera mode pakaian atau fashion. Keadaan ini
melahirkan status sosial.
Dikalangan mahasiswi hijab merupakan
hal yang penting karena menunjang penampilan saat berada dikampus. Penampilan
hijab tersebut secara tidak
langsung menunjukan adanya perbedaan status sosial dikalangan
mahasiswi. Status yang melekat pada mereka terlihat dari kehidupan sehari-hari
melalui ciri-ciri tertentu yang dianggap status simbol yaitu cara-cara berpakaian dari segi
hijab. Karena mereka harus menyesuaikan diri tren hijab jaman sekarang.
Tantangan
Meningkatkan Status Secara Subjektif Dalam Menggunakan Hijab Bermerk
Mahasiswi menjadikan hijab bermerk sebagai tantangan penunjukkan diri
dan dipandang mahasiswi lain sebagai pengakuan bahwa status sosial dirinya
lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain.
Dengan cara menggunakan hijab bemerk secara
tidak langsung mereka bertujuan untuk menunjukan bahwa identitas mereka dengan
menggunaka hijab bemerk dapat di pandang bahwa status sosial mereka lebih
tinggi meski pun apa yang di tunjukan belum tentu sesuai dengan status sosial
sebenarnya.
Perilaku mahasiswa seperti itu terdapat pada beberapa
mahasiswi yang ada di beberapa perguruan tinggi Banjarmasin. Dengan cara
menggunakan hijab bermerk ini pula mereka dapat membentuk kelompok-kelompok
yang menujukan bahwa mereka merupakan kelompok mahasiswi yang memiliki status
sosial tinggi.
Padahal pada umumnya status sosial yang mereka
tunjukan dengan cara menggunaan hijab bermerek maupun berkumpul dengan
kelompok-kelompok tertuntu hanya bersifat sementara, identitas mereka yang
mereka tunjukan tidak bisa di jamin kebenarannya atau pun tidak bisa di
katakana sebagai status sosial yang tinggi dan bersifat selamanya.
Pada
akhirnya tren fashion dalam berbusana tidak bisa manusia hindari. Khususnya untuk
para wanita muslim yang berhijab. Hijab yang ditujukan untuk menutup aurat
sekarang mulai di alih fungsikan, bahkan dengan menggunakan hijab dapat
meningkat status sosial.
Upaya
meningkatkan status sosial yang dilakukan oleh mahasiswi bisa dengan memakai
brand-brand hijab yang biasanya hanya dimiliki oleh perekonomian kalangan
menengah ke atas, selain itu mahasiswi merasa tertantang untuk menggunakan
hijab yang bermerk untuk mendapatkan status sosial yang bersifat subjektif.
Dengan ini upaya meningkatkan status sosial di kalangan masiswi pengguna hijab
mengakibatkan terjadinya keimanan dan mengikisnya nilai syariat pada konsep
hijab wanita muslimah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Saya
ucapkan terimakish yang tak terhingga kepada teman-diskusi pada waktu itu.
Berkat kalian jugalah artikel sederhana ini dapat diselesaikanya, teruntuk
kalian semoga terus diberikan kesehatan dan kemudahan:
Nurul Indriyani Septi
Glenda Costa Amy Sumajouw
Siti Saudah
Sri Dewi Hapsari
Karya: Abdul Haris
Univesitas Brawijaya
abdulharissosantro07@gmail.com
|
DAFTAR PUSTAKA
El Guindi, Fedwa. 1999. Jilbab. Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta.
Narwoko, J. Dwi. 2004. Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.
Syarbani, Syahrial dkk. 2012. Konsep Dasar Sosiologi dan Antropologi Teori
dan Aplikasi. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.
Ritzer George, Douglas J.
Goodman. 2008. Teori Sosiologi dari Teori
Sosiologi
Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.Yogyakarta: Kreasi Wacana.
0 komentar:
Posting Komentar