Kamis, 02 Maret 2017

Menakar Film “The Dark Knight Rises”, Dengan “Ashobiyyah” Ibnu Khaldun dan “Dimensi Politik” Stephen Lukes

Film yang berjudul “The Dark Knight Rises” ini menceritakan adanya kekacauan di sebuah kota yang bernama Ghotam. Dengan Pelaku utamanya Bruce Wayne (Christian Bale) yang terlihat agak renta dan letih karena memiliki cedera di salah satu kakinya. Di rumah besarnya, ia dengan setia ditemani oleh Alfred (Michael Caine). Ia pun tak berdaya saat seorang wanita cantik bernama Selina Kyle (Anne Hathaway) datang mencuri kalungmutiara peninggalan ibunya. Dia juga mencuri sidik jari Wayne untuk dijual ke seorang miliarder bernama John Daggett (Ben Mendelssohn).
Tanpa disadari, ternyata kota Ghotam memiliki banyak ancaman. Wayne yang berjiwa nasionalis dan menginginkan kedamaian di Ghotam, ternyata berubah menjadi kegelapan. Pasalnya, di kota ini terdapat teroris bernama Bane (Tom Hardy) yang menginginkan kehancuran atas kota ini. Bahkan Bane pada akhirnya menjadi lawan dari Wayne itu sendiri. Pada suatu masa, akhirnya Bane berhasil mengalahkan dan memenjarakan Wayne.
Sementara itu, Bane yang sukses mengacaukan pasar saham menjadi besar kepala dan melanjutkannya dengan menyerang sebuah stadion ketika sebuah pertandingan rugbi sedang berlangsung. Lapangan runtuh karena bangunan di bawahnya telah hancur berantakan. Bane langsung memproklamirkan dirinya sebagai penguasa kota dengan hukum baru bentukannya. Pengumuman tersebut dirilis di semua media yang saat itu sedang meliput pertandingan.
Namun pada akhirnya, setelah terjadi kekacauan yang dipelopori oleh Bane, Wayne merasa perlu untuk bangkit kembali. Menyelamatkan kotanya dari ancaman bom peledak yang dipasang oleh Bane saat itu. Wayne pun akhirnya berhasil lolos dari penjara gelap bawah tanah setelah berkali-kali mengalami kegagalan meloloskan diri. Dari gelapnya penjara, Wayne berhasil mengalahkan Bane dan menyelamatkan kota Ghotam dari kehancuran.
Alur cerita film ini memang begitu panjang, namun apabila kita bisa menelisik lebih jauh, banyak pesan tersirat dalam film ini. Baik mengenai sebuah peradaban maupun mengenai isu-isu politik yang berkembang dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Bahkan, dimensi politik terlihat sangat jelas dalam film ini.
Film ini juga terkait erat dengan pendapat Ibnu Khaldun tentang politik. Menurutnya, manusia diciptakan sebagai mahkluk politik atau sosial. Yaitu, mahkluk yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sehingga, kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (Dharury) (Muqoddimah:41).
Selain itu, masyarakat juga membutuhkan sebuah organisasi dalam menentukan peradaban. Masyarakat memerlukan seseorang yang dengan pengaruhnya dapat bertindak sebagai penengah dan pemisah antar anggota masyarakat. Dalam film ini terlihat jelas, Wayne yang berperan sebagai Batman menjadi penengah dan menjadi pahlawan antara penjahat dengan birokrasi pemerintah (polisi).
Dimensi politik juga sangat terlihat jelas dalam film ini. Seperti yang dikatakan Stephan Lukes dengan teorinya mengenai dimensi kekuasaan. Menurutnya, ada tiga pihak yang harus diperhitungkan dalam sebuah kekuasaan. Pertama, penguasa yang menjalankan roda kekuasaan dalam sebuah negara. Dalam hal ini dipegang oleh otoritas polisi, yang memegang secara penuh aturan keamanan di kota Ghotam. Kedua, pihak oposisi. Yaitu pihak yang bisa menggagalkan suatu kebijakan terutama dari pemerintah. Terlihat jelas yang menjadi oposisi atau lawan dari penguasa dalam hal ini ialah Bane. Sang teroris yang menginginkan kehancuran kota Ghotam dan ingin menyamaratakan semua kelas dikalangan masyarakat. Baik penjahat maupun tidak. Bahkan Bane ingin mengeluarkan semua penjahat dari dalam penjara dan menjebloskan polisi ke dalam penjara. Ada cara pandang yang berbeda dari Bane ketika melihat kehidupan.
Ketiga, orang yang berpihak sebagai pengamat. Biasanya, pihak ketiga ini yang bisa menyelesaikan dan memberi solusi atas sebuah pemasalahan yang terjadi. Film ini menceritakan Wayne sebagai anggota masyarakat yang bijak. Ingin menyelamatkan kotanya namun ia bukanlah penguasa. Menjadi penengah antara penjahat dengan pemerintah yang ada.
Teori Ibnu Khaldun tentang Ashobiyah juga terlihat jelas dalam film ini. Di mana Group Feeling, solidaritas kelompok, fanatisme kesukuan, nasionalisme atau sentimen sosial yaitu cinta dan kasih sayang seorang manusia kepada sudara atau tetangganya ketika salah satu darinya diperlakukan tidak adil atau disakiti.
Solidaritas adalah kedaulatan. Karena solidaritas sosial itulah yang mempersatukan tujuan, mempertahankan diri dan mengalahkan musuh. Begitu juga saat Wayne memutuskan untuk mengalahkan Bane demi kedamaian negerinya Ghotam.
Karya: TriMuryani
Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Alamat Domisili: Jl. Santan 6 No 63
Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar