Selasa, 01 Juni 2021

MENENGOK TERORISME LEBIH DEKAT

Terorisme adalah upaya yang dilakukan oleh seorang, kelompok, atau bahkan negara untuk mencapai tujuan mereka melalui jalur kekerasan, intimidasi, atau teror untuk menciptakan kekacauan dan keresahan publik agar tunduk pada mereka, atau menyampaikan pesan ancaman, atau menyebarkan ideologi dan pengaruh mereka.[1]

Suatu kelompok memanfaatkan terorisme sebagai senjata psikologis[2], untuk menancapkan ketakutan pada masyarakat, karena sifat dari serangannya  mendadak. Kelompok ini tercipta karena ketidaksesuaian pandangan dan nilai yang ada di masyarakat dengan apa yang mereka pahami, mereka mengangkat pedang untuk menebarkan ancaman, sebagai protes terhadap penguasa[3] atau pemerintah, untuk menyetujui apa yang menjadi keinginan mereka. Terorisme bisa juga dijadikan wahana untuk menyampaikan aspirasi, bagi kaum yang termarjinalisasi dan dialienasi di tengah instabilitas politik.

Kelompok teror ini bisa terbentuk mulai dari skala kecil, seperti perseorangan (lone wolf) atau komunal kecil yang bergerak kurang terkoordinir, hingga skala besar seperti kelompok mujahidin di timur tengah, yang bahkan bisa bertindak seperti militer,  melalui kacamata teori permainan (game theory) kelompok mujahidin di timur tengah, mereka memainkan kekuatan militer dengan taktik pertempuran untuk menguasai dan mempengaruhi kekuatan negara, hal tersebut dibuktikan dengan melemahnya pengaruh negara-negara di jazirah arab yang tengah berkecamuk, digantikan dengan kekuasaan para kelompok-kelompok teroris ini.

Paham terorisme ini harus berterimakasih dengan jasa globalisasi dan internet, yang turut mengudarakan berbagai paham yang turut andil pada terorisme itu sendiri. Misalnya  melalui media sosial, media massa, bahkan difusi kebudayaan. Mereka juga bisa dengan leluasa berkomunikasi melalui internet, melalui jaringan jaringan nirkabel yang membuat pergerakan mereka sulit terdeteksi. Internet juga berjasa menyebarkan berbagai propaganda mereka serta menjadi alat untuk  menjaring calon-calon martir, yang rela mati demi tujuan mereka.

Lantas bagaimana para kelompok ini bisa menjaring dan mencetak prajurit berani mati mereka? Pertama,  mereka mencari anggota yang memiliki krisis kepercayaan terhadap sistem sosio-politik yang ada dilingkungan atau negara mereka, mereka menawarkan berbagai tawaran sebagai pengganti sistem yang ada, misalnya bentuk pemerintahan tertentu, atau tujuan akhir yang mulia sebagai solusi dari permasalahan yang ada[4]. Kedua, mereka tanamkan mentalitas pahlawan pada diri calon prajurit mereka, melalui doktrin , propaganda, dan pencucian otak yang terstruktur, hingga para korban merasa mereka menjadi pahlawan, padahal rasa kepahlawanan tersebut hanya semu belaka dan dibelokkan untuk kepentingan politis atau kelompok tertentu, yang mengambil keuntungan dari ketidaktahuan mereka, mereka pun dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik yang membuat mereka seakan terbutakan.

Dalam sudut pandang sosiologi faktor utama yang memunculkan gerakan terorisme di Indonesia adalah ketimpangan sosial, lemahnya fungsi dari lembaga sosial serta ideologi negara yang dianggap bertentangan dengan kepercayaan kelompok tertentu. Beberapa hal tersebut menyebabkan krisis kepercayaan pada masyarakat, yang mengakibatkan mudahnya masyarakat disusupi oleh berbagai kelompok yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik dan menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang menimpa mereka, ditambah dengan fungsi di lembaga sosial yang lemah dan tidak mampu mengayomi masyarakat itu sendiri membuat masyarakat mencari alternatif solusi melalui pemberontakan ( rebellion)  atas norma dan aturan yang telah mapan.

Sosiologi memandang bahwa terorisme bukanlah peristiwa yang terjadi akibat satu faktor saja, melainkan permasalahan multifaktoral yang sangat kompleks. Sehingga kita harus membenahi berbagai faktor tersebut dengan menghidupkan berbagai fungsi di lembaga-lembaga sosial yang mati suri, menghilangkan berbagai ketimpangan yang ada di masyarakat, memperbaiki pemerintahan yang ada sebagai jawaban atas krisis kepercayaan yang terjadi di masyarakat. Terakhir adalah penanaman dan penguatan ideologi kebangsaan yang dapat menjadi benteng pertahanan terkuat suatu negara, serta menguatkan kembali elemen-elemen keamanan negara untuk menjaga negara dari berbagai faktor eksternal yang dapat merongrong kedaulatan negara. Berbagai hal ini tidak akan berhasil kecuali seluruh komponen masyarakat dan aparatur negara ikut berperan aktif dalam melawan paham radikal dan terorisme. 

DAFTAR PUSTAKA

Loqman, L. (1990). Analisis Hukum dan Perundang-Undangan terhadap Keamanan Negara di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mubarok, Z. (2012). Fenomena Terorisme di Indonesia: Kajian Aspek Teologi, Ideologi, dan Gerakan. SALAM: Jurnal Studi Masyarakat Islam, 240-254.

Suprapto. (2018). Aksi Terorisme : Dari Gerakan Ideologis Ke Gerakan Inkonstitusional. Jurnal Sosiologi USK, Volume 12, Nomor 2, Hal 149.


[1] Loqman, L. (1990). Analisis Hukum dan Perundang-Undangan terhadap Keamanan Negara di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.

[2] Loqman, L. Ibid.

[3] Suprapto. (2018). Aksi Terorisme : Dari Gerakan Ideologis Ke Gerakan Inkonstitusional. Jurnal Sosiologi USK, Volume 12, Nomor 2, Hal 149.

[4] Mubarok, Z. (2012). Fenomena Terorisme di Indonesia: Kajian Aspek Teologi, Ideologi, dan Gerakan. SALAM: Jurnal Studi Masyarakat Islam, 240-254.


Karya: Muhammad Haidar S.A
MAN 1 MALANG
Juara 3 Olimpiade Sosiologi (OSUM) 2021




0 komentar:

Posting Komentar