Selasa, 01 Juni 2021

Penanggulangan Permasalahan Sosial akibat Aksi Terorisme Berbasis Kearifan Lokal

Terorisme menurut Conway Henderson (International Relations Conflict and Cooperaion at the turn of 21th Century) adalah suatu aksi kekerasan yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau jaringan, dimaksudkan untuk menciptakan suasana atau keadaan berbahaya serta penuh ketakutan dan bisa muncul dengan motif beragam demi kepentingan politik, ekonomi dan ideologi. Dalam sudut pandang sosiologi, terorisme merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial berupa tindak kriminalitas baik fisik maupun psikis karena bersifat mengancam masyarakat dan menimbulkan dampak negatif.

Terorisme cenderung berupa aksi berkelompok yang kemunculannya disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal munculnya terorisme diantaranya adalah minimnya pemahaman tentang agama, ideology dan wawasan kebangsaan. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan, kondisi sosial dan kondisi politik seperti ketidakadilan pemerintah dalam melakukan distribusi ekonomi pada rakyat.

Dampak terorisme bagi masyarakat tentu sangat beragam, yakni pada kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Ini yang menurut saya perlu menjadi perhatian lebih pemerintah dan akan menjadi titik bahas utamanya. Terorisme sendiri merupakan penyimpangan ideologis yang terstruktur dimana para oknumnya memiliki jaringan yang tersebar di beberapa wilayah dan memiliki motif aksi terencana.

Berdasarkan skema kajian Stanley Cohen, setelah aksi terorisme akan terjadi proses sosial berupa kepanikan moral, rasa cemas dan was-was. Kemudian beberapa waktu setelah itu, akan muncul fobia sosial atau fobia lingkungan. Dalam fase ini, individu dalam masyarakat akan mengalami Social Anxiety Disorder ditandai dengan kecemasan dalam proses interaksi dan rasa takut akan suatu hal secara berlebihan. Apabila ini tidak dapat diatasi, akan timbul ketidakstabilan sosial yang menghambat efektivitas kehidupan masyarakat. Hubungan sosial antar masyarakat juga akan terjadi keadaan "rentan konflik" yang memicu disintegrasi sosial karena rasa kecurigaan terhadap kelompok tertentu.

            Dampak sosial kasus terorisme yang berbahaya ini tentunya harus lebih diperhatikan oleh pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Mengacu pada Teori Cultural Studies menurut Stuart Hall yang mengkaji mengenai keterkaitan antara kekuasaan dengan kebudayaan dapat mempengaruhi kehidupan sosial-politik sebuah komunitas, kita dapat menemukan sebuah solusi sekaligus inovasi berupa pencegahan dan rehabilitasi korban terdampak terorisme berbasis kearifan lokal “Srawung Guyub Rukun” dan menerapkan pemikiran dengan sudut pandang terbuka dengan mengedepankan toleransi dan gotong royong.

Srawung dalam Bahasa Jawa artinya berinteraksi, guyub artinya kebersamaan sedangkan rukun memiliki makna keselarasan atau tanpa pertikaian. Kearifan lokal ini menggambarkan keadaan sosial yang aktif dalam interaksi, saling peduli dan penuh kedamaian karena nilai dan norma masih sepenuhnya dipegang teguh. Penerapan kearifan lokal “Srawung Guyub Rukun” dalam menanggulangi terorisme sekaligus dampaknya ini dapat dibiasakan oleh masyarakat yang sering menjadi tempat sasaran menyebarnya paham dan aksi terorisme. Dengan ini, diharapkan tingkat kepedulian sosial masyarakat perkotaan juga lebih tinggi serta memiliki hubungan keterikatan yang lebih kuat. Sehingga dampak sosial terorisme ditengah masyarakat dapat dikendalikan.

Tindakan progresif yang dapat diakukan berdasarkan Teori Cultural Studies, pemerintah melalui BNPT (Badan Penanggulangan Terorisme) sebagai pihak yang memiliki kekuasaan harus bersinergi dengan masyarakat untuk menanggulangi terorisme secara progresif dan berkelanjutan. Dengan kearifan lokal “Srawung Guyub Rukun”, pemerintah dapat mengaktifkan elemen lembaga sosial masyarakat seperti LSM sebagai media pelopor pencegahan berkembangnya paham terorisme melalui sosialisasi aktif tentang pendidikan pemahaman anti-terorisme.

Sosialisasi paham anti-terorisme melalui media sosial dengan bantuan influencer atau publik figur tentu akan sangat berpengaruh di masyarakat. Karena influencer memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam mempersuasi masyarakat. Dalam stratifikasi masyarakat modern, komponen publik figur baik pejabat, selebriti, maupun seniman merupakan role model yang tentunya memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan sosial masyarakat khususnya bagi kaum pemuda. Maka akan sangat efektif jika pemerintah juga merangkul komponen publik figure untuk ikut serta dalam upaya menolak dan mencegah aksi terorisme di Indonesia.

Masyarakat sendiri juga harus berupaya untuk lebih kooperatif bekerja sama dengan pemerintah dalam mencegah terorisme dengan menguatkan diri pada pondasi agama dan paham anti-terorisme yang kuat sehingga dapat memfilter masuknya ideologi-ideologi baru dengan bijak. Tanpa kerja sama dan sinergi menyeluruh, upaya penanggulangan terorisme akan sulit terealisasikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, S. Husein. 2017. Empat Generasi dalam Sejarah Terorisme. Online (https://tirto.id/empat-generasi-dalam-sejarah-terorisme-cwpb). Diakses pada 14 April 2021.

Indra Astuti, Santi. 2003. Cultural Studies. Studi Komunikasi sebagai suatu Pengantar, 4(1), 58

Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial; Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta; Gramedia.

Wikipedia. 2018. Sociology of Terorism. https://en.wikipedia.org/wiki/Sociology_of_terrorism&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search. Diakses tanggal 15 April 2021.


Karya: 

Nadia Muslimatul Ummah 

(MAN 1 BLITAR)

Juara 1 Olimpiade Sosiologi (OSUM) 2021


 


0 komentar:

Posting Komentar