Selasa, 01 Juni 2021

Terorisme dalam Masyarakat Indonesia

 Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan rasa takut secara meluas. Hal ini dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan menimbulkan kerusakan terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, atau fasilitas internasional dengan berbagai macam motif. Terorisme dikenal sebagai kejahatan yang dikecam negara bahkan dunia karena dapat merusak perdamaian.

Mengutip dari jurnal “Kasus Terorisme di Indonesia Ditinjau dari Hati Nurani Sesat” mencatat 130 kasus terorisme terjadi dari tahun 2010-2017 di Indonesia. Bahkan beberapa pekan lalu, kasus terorisme terjadi kembali di Indonesia pada tanggal 28 Maret 2021 di Gereja Katedral Hati Yesus Yang Mahakudus Makassar dan 31 Maret 2021 di Mabes Polri. Kasus yang terjadi di Makassar masih diselidiki oleh pihak berwajib, sedangkan kasus di Mabes Polri diselesaikan dengan upaya koersi. Hal ini didukung dengan teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Ralf memaparkan bahwa konflik kepentingan dalam asosiasi selalu ada, antara pihak sub-ordinat dan super-ordinat. Kepentingan keduanya adalah objektif dalam arti bahwa kepentingan tersebut merupakan tujuan dari pelaku. Setelah terjadinya tindak terorisme berdampak pada perubahan struktur sosial.

Kasus terorisme yang kian marak terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam individu, seperti kesalahpahaman akan suatu ideologi, sehingga berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakannya dalam bersosialisasi. Hal ini didukung dengan teori tindakan rasional instrumental oleh Karl Max yang mengungkapkan bahwa dibutuhkan usaha untuk mendapatkan tujuan. Selain itu terdapat pula motivasi untuk melawan suatu kekuasaan serta timbulnya delusi superhero yang menyebabkan pemikiran dan tindakan yang menyimpang. Adanya rasa ketidaksukaan terhadap seseorang di luar kelompok sosial juga dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan terorisme. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan pandangan, kebiasaan, dan tata kelakukan. Faktor internal ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh William Graham Summer. William mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan di dalam in-group dan out-group. Adapun faktor eksternal berasal dari lingkungan sekitar yang mendorong untuk melakukan terorisme, seperti kondisi sosial tidak stabil dan lemahnya pertahanan negara. Kedua hal ini berpotensi merubah pola pikir seorang individu yang mengalami ketidaksetaraan serta memberikan kemudahan bagi teroris untuk masuk ke dalam suatu wilayah dalam melancarkan aksi terorisme.

            Terorisme yang terjadi dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yakni, memperkokoh hubungan antar masyarakat, menciptakan aturan baru guna meningkatkan keamanan maupun bidang lainnya, dan individu menjadi lebih kritis dalam menghadapi konflik sosial lainnya. Sedangkan dampak negatif dari tindakan terorisme dapat menimbulkan perpecahan, permusuhan, dan kekerasan. Hal ini dikarenakan adanya provokasi dari media massa yang menyebarkan paham radikal. Paham radikal dapat diperoleh dari media massa sebagai bentuk kemajuan teknologi informasi di era globalisasi.

Terorisme yang masih terjadi hingga saat ini tentunya perlu ditangani oleh pemerintah. Pemerintah dapat menanganinya dengan cara memberdayakan masyarakatnya melalui penyediaan ruang untuk berpendapat dan pembentukan kelompok masyarakat guna mensosialisasikan anti-terorisme. Selain itu, ada pula sejumlah lembaga yang menanganinya. Lembaga tersebut antara lain lembaga keluarga, lembaga pendidikan dan lembaga hukum. Lembaga keluarga berperan dalam memberikan sosialisasi dan pengajaran sejak dini kepada anak mengenai pembentukan karakter dan nilai-nilai lainnya. Keluarga juga dapat memberikan afeksi dan mengawasi tindakan anak dalam bersosialisasi. Selanjutnya, dibutuhkan lembaga pendidikan dalam membantu penanaman dasar pendidikan moral dan sosial kepada peserta didik serta pemberian ajaran mengenai tindakan anti-terorisme. Apabila kedua lembaga tersebut tidak mampu menangangi terorisme, maka lembaga hukum merupakan lembaga terakhir dalam penanganannya. Hal ini dikarenakan lembaga hukum tersusun dari seperangkat aturan yang mutlak yang wajib dipatuhi, sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku.

Daftar Pustaka

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia. 2018. Menelaah Tren Terorisme dari Masa ke Masa, diakses dari https://www.ui.ac.id/menelaah-tren-terorisme-di-indonesia-dari-masa-ke-masa/ pada 15 April 2021 pukul 11.37

CNN Indonesia. 2021. Teror Lonewolf di Jantung Markas Polri, diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210401055003-12-624696/teror-lonewolf-di-jantung-markas-polri pada 15 April 2021 pukul 11.46

Kompas.com. 2021. Bom Gereja Katedral Makassar: Kronologi Kejadian, Keterangan Polisi, dan Sikap Presiden, diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/29/100000165/bom-gereja-katedral-makassar-kronologi-kejadian-keterangan-polisi-dan-sikap?page=all pada 15 April 2021 pukul 11.47

Karya: Ryan Ivander Aldino

SMA Kristen Immanuel Pontianak

Juara Harapan 1 Olimpiade Sosiologi (OSUM) 2021



1 komentar: