Jumat, 09 Februari 2024

Flexing Menjadi Konsumsi Masyarakat Indonesia

        Fenomena flexing sering kali kita jumpai di Indonesia terlebih pada zaman modern ini. Istilah flexing digunakan kepada orang-orang yang sering memamerkan kelebihan yang mereka punya, umumnya dalam hal kekayaan. Hal yang dipamerkan beragam, mulai dari prestasi, posisi sosial, hingga barang mewah seperti jet, mobil, dan jalan-jalan ke luar negeri. Orang melakukan flexing di sosial media, sukses menggaet banyak perhatian netizen seperti Indra Kenz dengan barisan mobil mewahnya atau Sisca Kohl yang membuat konten makanan dengan harga fantastis.1 

Sebagaimana dicetuskan oleh Max Weber mengenai teori tindakan rasionalitas instrumental, seseorang akan melakukan sesuatu berdasarkan tujuan, termasuk melakukan flexing. Psikolog Rollo May menyebutkan teori eksistensialisme dimana manusia memiliki keinginan untuk diakui keberadaannya2. Pelaku flexing memiliki tujuan menarik perhatian masyarakat luas dan mendapat pengakuan. Selain karena validasi, perilaku pamer juga bisa disebabkan oleh kebiasaan sejak kecil. George Herbert Mead menyatakan dalam tahapan sosialisasi kedua, pada tahapan meniru, anak sudah pandai menirukan peran tertentu, mereka belajar untuk mereplika yang disaksikan. Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer memiliki peranan penting dalam membentuk kepribadian manusia karena mengenalkan perasaan tertentu seperti kasih sayang, atau karakter lain yang diprioritaskan kelompok tersebut3. Anak yang terbiasa melihat lingkungan keluarga atau pertemanannya memamerkan barang mewah akan meniru hal tersebut dan dibawa hingga dewasa. 

Kegiatan flexing ramai di kalangan masyarakat Indonesia yang salah satu sebabnya adalah globalisasi. George Ritzer menyatakan globalisasi ditandai dengan munculnya

perkembangan teknologi komunikasi seperti telepon genggam atau televisi. Di zaman modern, hampir seluruh kalangan memiliki telepon genggam yang memudahkan akses komunikasi, termasuk akses pada konten flexing yang disajikan dalam berbagai aplikasi sosial media. Konten flexing tidak akan viral jika sering dialami oleh mayoritas masyarakat. Namun, kesenjangan sosial di Indonesia adalah jurang yang begitu besar antara kelas atas dan kelas bawah. Kemenkeu mencatat pada September 2022, sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan4. Sejumlah masyarakat tersebut sangat tertarik melihat seseorang memakai barang mewah karena tidak memiliki hal yang serupa. 

Flexing mulai tertanam di masyarakat modern hingga membentuk konsep baru dalam masyarakat. Popularitas pelaku flexing diperhatikan dan dinilai oleh pengguna sosial media. Orang yang melakukan flexing akan terlihat kaya raya sehingga masyarakat akan memandang pelaku flexing sebagai orang yang menduduki posisi tinggi dalam stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial adalah penggolongan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan tertentu, dari tingkatan rendah ke tingkatan tinggi5. Klasifikasi masyarakat dilakukan menggunakan beberapa ukuran, salah satunya kekayaan. Orang yang menduduki tingkatan atas dalam stratifikasi kerap kali memamerkan barang mewah sehingga membentuk pemahaman baru dalam masyarakat luas. George Herbert Mead menyajikan teori interaksionisme simbolik yaitu individu mengambil tindakan lewat cara berpikir melalui simbol6. Dengan adanya fenomena ini, banyak orang menganggap standar mampu adalah menunjukkan barang mewah. Orang-orang yang menggunakan barang bermerek adalah orang kaya dan menduduki kelas atas dalam stratifikasi sosial. 

Hal baru akan membawa dampak baru juga, sama seperti fenomena flexing. Pengaruh flexing bisa mengarah positif ataupun negatif, tergantung pada respon masyarakat. Pengaruh positif fenomena flexing adalah menumbuhkan motivasi dalam individu. Saat melihat orang

sukses dan kebutuhan material yang terpenuhi akan mendorong masyarakat juga berusaha agar bisa mencapai di titik kesuksesan yang sama. Namun jika respons dan pemahaman terhadap flexing ialah negatif, akan berdampak pada masyarakat juga diri pelaku. Orang yang tidak mampu mencapai tingkatan yang sama akan memaksakan diri untuk terlihat mampu seperti para pelaku flexing hingga muncul tindak penyimpangan hingga kriminalitas, seperti berhutang serta mendukung peredaran barang bermerek palsu yang melanggar hak cipta. Dampak lainnya adalah flexing bisa mengganggu kepribadian seseorang. Seorang psikolog di Knox College, penulis buku The High Price of Materialism, menyebutkan akibat dari melakukan flexing seseorang akan memiliki sikap kurang empati dan lebih kompetitif7. Hal ini dapat menimbulkan risiko ketegangan dalam struktur sosial. 

Meskipun flexing tidak merugikan siapapun, flexing menjadi ajakan tanpa sengaja bagi masyarakat untuk ikut serta dalam kultur materialisme. Terlebih masyarakat yang masih menelan informasi dalam secara mentah-mentah tanpa mencari kebenaran aslinya. Ada baiknya penggunaan sosial media diarahkan untuk hal-hal positif, misal sebagai alat untuk mengunggah himbauan agar masyarakat tidak menelan hoax dan membeli barang-barang palsu yang beredar di pasaran. Dengan demikian pihak yang mengalami kerugian akan berkurang dan masyarakat tidak dengan mudah menilai hidup seseorang berdasarkan tampilan laman sosial media pelaku flexing

Daftar Pustaka

https://lifestyle.sindonews.com/read/712413/166/4-influencer-yang-gemar-flexing-di-media-sosial-nomor-t erakhir-terkenal-di-kalangan-seleb-hollywood-1647248593

https://www.kompasiana.com/fauzanurhidayah02/54f7bfdfa33311bd208b4966/konsep-teori-eksistensialis me 

https://bakai.uma.ac.id/2022/02/21/mengenal-apa-itu-primordialisme-serta-dampak-positif-dan-negatifnya/ 

https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/459#:~:text=Jakarta%2C%2016%20Januari%202 023%20%E2%80%93%20Tingkat,2021%20(9%2C71%25).

5 https://repositori.kemdikbud.go.id/19437/1/Kelas%20XI_Sosiologi_KD%203.3%20%282%29.pdf

https://www.gramedia.com/literasi/teori-interaksi-simbolik/#:~:text=Menurut%20George%20Herbert%20M ead%20teori,individu%20satu%20dengan%20individu%20lainnya.

7 https://www.gramedia.com/best-seller/flexing-adalah/


Karya: Stefhanie Valerie
SMA Tarakanita Gading Serpong
 







0 komentar:

Posting Komentar