Jumat, 09 Februari 2024

Tren Flexing di Kalangan Generasi Z terhadap Circle

Flexing merupakan tindakan memamerkan kemewahan ataupun kekayaan untuk mendapatan pengakuan dari orang lain. Hal-hal yang dipamerkan berupa mobil mewah, tas branded, dan barang mewah lainnya. Mengutip dari kompas.com menurut Cambridge Dictionary,  flexing adalah tindakan untuk menunjukkan sesuatu yang dimiliki atau diraih tetapi menggunakan cara yang dianggap orang lain tidak menyenangkan. Tindakan flexing ini semakin marak dilakukan oleh kalangan generasi z yang hidup di tengah era digital dengan kemajuan teknologinya yang begitu pesat melalui adanya media sosial. Tidak dapat dipungkiri, generasi z sangatlah menguasai penggunaan media sosial seperti instagram, twitter, tiktok, youtube, dan aplikasi serupa. Media sosial menawarkan kemudahan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa memandang batasan jarak dan waktu serta kemudahan akses untuk mengunggah foto-foto dengan berbagai kemewahannya yang ditonton oleh teman bahkan orang lain sehingga untuk melakukan flexing dapat secara mudah dan praktis. Contoh flexing yang sering dijumpai di kalangan generasi z antara lain berfoto dengan sengaja memperlihatkan logo handphone mahal, menggunakan baju bermerk mahal, nongkrong di kafe mewah, menggunakan sepatu harga fantastis, dan sebagainya. 

Banyak alasan mengapa generasi z melakukan tindakan flexing, salah satunya untuk mendapatkan kelompok pertemanan yang saat ini dikenal dengan istilah circle. Mereka melakukan flexing agar mendapatkan validasi serta diterima dalam sebuah circle sehingga dirinya dapat diperhitungkan dan tidak disepelekan. Hal itu sejalan dengan usia-usia remaja yang gencar mencari jati dirinya dan salah satunya menggunakan cara flexing untuk menunjukkan diri mereka agar dianggap, mendapatkan pengakuan serta menunjukkan status sosialnya pada teman-teman. Teori Alasan Praktis milik Reitz menyatakan bahwa individu bergabung dalam sebuah kelompok untuk memenuhi berbagai kebutuhan praktis yang salah satunya adalah kebutuhan akan penghargaan. Penghargaan dapat berupa berbagai bentuk seperti pujian ataupun pengakuan. Pada kalangan generasi z, mengunggah berbagai hal yang berhubungan dengan kemewahan di media sosialnya akan dianggap “wah” oleh teman-teman dan pengikut media sosialnya. Teman-temannya akan menganggap bahwa dia berasal dari kalangan atas dan memuji kemewahan yang diposting di media sosial. Dengan begitu, mereka yang melakukan flexing akan merasa puas karena adanya pujian dan pengakuan dari teman-temannya. Memamerkan kemewahan dan kekayaan akan menjadi daya tarik bagi teman sebayanya sehingga mau menerima dan berteman dengannya.

Tindakan flexing yang dilakukan agar diterima dalam circle mengharuskan pelaku flexing bertindak seperti orang lain dan bukan menjadi dirinya sendiri. Pelaku flexing seolah menjadi aktor yang memainkan peran tertentu saat berada dalam circlenya. Hal ini berkaitan dengan Teori Dramaturgi milik Goffman dimana kehidupan sosial itu seperti pertunjukkan drama atau panggung sandiwara. Demikian juga dengan kehidupan sosial generasi z yang melakukan flexing. Di depan panggung yaitu saat individu berada di lingkungan circlenya, dia harus berpura-pura menjadi orang lain dengan segala kemewahan dan kekayaannya tanpa memunculkan bagaimana dirinya yang asli sedangkan saat berada di belakang panggung tidak ada anggota circlenya yang mengetahui bagaimana realita dari dirinya.

Fenomena flexing di tengah circle generasi z membawa berbagai dampak antara lain timbulnya perilaku konsumtif hingga hedonisme. Menurut Nur dkk (2022:120), seseorang akan merasa candu jika sudah melakukan flexing dan akan terus melakukan berulang-ulang kali, hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan kualitas diri pelaku. Pelaku flexing akan terus memamerkan kemewahan dan selalu mengikuti tren dengan membeli barang mewah lainnya agar menjadi yang terpopuler dalam circlenya sehingga individu akan memiliki gaya hidup konsumtif dan hedon yaitu dengan cara terus membeli barang-barang mewah tanpa memperhitungkan fungsinya serta adanya rasa gengsi apabila menggunakan barang yang sama selama beberapa hari, tentunya hal tersebut juga mengubah sistem nilai yang ada karena perilaku pamer kemewahan tidak sesuai dengan nilai budaya bangsa kita. Pelaku flexing yang harus berpura-pura menjadi orang lain dalam circlenya akan merasa cemas bahkan depresi apabila tidak dapat tampil “wah.”

Sebagai bagian dari generasi z yang menguasai penggunaan teknologi, haruslah bijak dan bertanggung jawab dalam bermedia sosial. Perlunya edukasi dari lingkup keluarga dimana adanya komunikasi antara orangtua dan anak untuk membentuk karakter dan menanamkan nilai sosial serta didukung edukasi dari lembaga pendidikan. Sebagai generasi yang berdampingan dengan teknologi, sebaiknya diimbangi dengan adanya literasi digital pada generasi z. Memiliki self control yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri agar tidak ikut tren flexing melalui kesadaran dari diri individu untuk bersyukur. Selektif memilih pergaulan lingkungan pertemanan yang sehat tentunya memengaruhi tindakan individu ke arah yang baik. Membatasi penggunaan media sosial dengan kegiatan positif serta berpikir secara matang, kritis, dan realistis dalam menanggapi tren yang ada.



Daftar Pustaka

Dhulfaroh, Ahmad Naufal. “Flexing adalah Sikap Pamer dan Bisa Jadi Hanya Strategi Marketing.” Kompas.com. Diakses pada 4 Mei 2023 pukul 21.30 WIB https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/15/203000865/flexing -adalah-sikap -pamer-dan-bisa-jadi-hanya-strategi-marketing?page=all

Nandy. “Arti Circle Pertemanan, Manfaat, dan Ciri Circle Pertemanan.” Gramedia.com. Diakses pada 5 Mei 2023 pukul 22.01 WIB  https://www.gramedia.com/best -seller/circle-pertemanan/#Arti_Circle_Pertemanan

Reza, Muhammad. “Kelompok (pengertian, jenis, ciri, fungsi, perspektif teoritis.” Mandandi.com. Diakses pada 6 Mei 2023 pukul 09.39 WIB https://www.mandandi.com/2018/12/kelompok-pengertian-jenis-ciri-fungsi.html?m=1

Khayati, Nur dkk. “Fenomena Flexing di Media Sosial sebagai Ajang Pengakuan Kelas Sosial dengan Kajian Teori Fungsionalisme Strutural.” Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan Keilmuan Sosiologi Pendidikan, no. 2 (Juli 2022):113.

Karya: MARA ELIM MONARKO PUTRI SMAN 2 KEDIRI



0 komentar:

Posting Komentar