Pada dasarnya, semua manusia pasti senang ketika diberi pujian dan validasi dari orang lain. Jika seseorang tidak mendapat atensi yang cukup, mereka akan mencari validasi dari orang lain dengan cara memamerkan dirinya atau bahasa kerennya flexing. Berdasarkan 1Cambridge Dictionary, flexing adalah kegiatan menunjukkan sesuatu yang dimiliki dengan cara yang tidak dianggap menyenangkan oleh orang lain. Berkat kemajuan teknologi dari globalisasi, kini seseorang tidak hanya bisa pamer di lingkungan sekitarnya, tapi bisa pamer ke seluruh orang yang melihat konten sosial medianya. Flexing ini menjadi suatu perilaku yang sering dilakukan, terutama di kalangan selebriti sosial media. Konten flexing yang dibuat oleh para selebriti dengan memamerkan barang mewah ini pun herannya dinikmati masyarakat. 2Pengamat budaya dan komunikasi digital UI, Firman Kurniawan mengatakan bahwa konten flexing adalah konten yang unik sehingga mendapat perhatian masyarakat. 3Krueger juga menyatakan bahwa konten pamer merupakan bentuk dari promosi diri atau branding untuk memperlihatkan kekayaan. Contohnya ada kasus sosialita palsu bernama 4Anne Sorokin yang suka flexing di sosial media dengan berlibur di tempat mewah, ternyata selama ini temannya yang membiayai liburannya dan semua kekayaannya palsu. Dapat dikatakan branding yang ingin didapatkan Anne adalah sosialita kaya meski aslinya Ia bukanlah orang kaya. Kasus Anne ini juga merupakan contoh dari teori dramatugi, dimana kehidupan “mewah” Anne hanyalah sandiwara yang berbeda dari realita.
Status sosial dalam segi ekonomi sangat berpengaruh dalam flexing, orang-orang berusaha untuk meningkatkan status mereka dengan usaha memamerkan kekayaan mereka. Keinginan memiliki status tinggi inilah yang akan menimbulkan tekanan pada individu. Berdasarkan teori Differential Association, dikatakan perilaku seseorang dipengaruhi lingkungan pergaulannya, artinya bahwa flexing dapat terjadi karena ada tekanan pada individu untuk ikut-ikutan flexing agar dirinya tidak termarginalkan. Berdasarkan teori tahapan sosialisasi, play stage adalah tahap dimana anak meniru segala perbuatan yang dilihatnya, play stage ini dapat menjadi acuan seseorang melakukan flexing. Jika anak tumbuh di lingkungan yang orang-orangnya suka memamerkan harta, maka anak tersebut akan merasa flexing adalah hal yang normal untuk dilakukan sebagai pembuktian diri. Fenomena flexing ini serupa dengan pernyataan 7Robert Miles mengenai kaum nouveaux yaitu kaum menengah di Eropa yang berlomba untuk membeli barang mewah untuk dipamerkan agar mereka dianggap lebih maju dari status aslinya. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa flexing dilakukan agar seseorang dianggap lebih maju secara ekonomi dan sosial dibanding status aslinya. Flexing ini juga cenderung dilakukan pada masyarakat perkotaan, 8Corrigan mengatakan masyarakat gesselschaft merupakan tempat ideal untuk memamerkan harta karena masyarakatnya tidak saling mengenal dan formal.
Dalam permasalahan sosial, flexing dapat menyebabkan seseorang berperilaku diskriminatif. Perilaku diskriminatif ini akan menjurus ke gejala sosial secara faktor ekonomi, yaitu kesenjangan sosial dan eksklusivisme. Orang-orang yang melakukan flexing akan menganggap status ekonomi mereka lebih tinggi dibanding yang lain sehingga mereka hanya ingin bergaul dengan orang yang memiliki status tinggi. 9Dosen psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya Dewi Ilma juga menyatakan perilaku flexing akan membuat seseorang sulit diterima di lingkungannya, khususnya di lingkungan baru. Kesimpulannya adalah status sosial ekonomi sangat penting bagi beberapa orang, mereka rela memamerkan bahkan memalsukan kehidupannya agar bisa memiliki status tinggi, rasa haus akan validasi dan keinginan untuk dipuji inilah merupakan faktor penyebab perilaku menyimpang. Dari faktor penyebab penyimpangan ini akan menyebabkan permasalahan sosial dan hancurnya hubungan sosial. Oleh karena itu, keluarga sebagai kelompok primer berperan penting dalam pertumbuhan anak agar tidak dihasut oleh budaya flexing. Pemilihan kelompok sosial primer pertemanan juga berpengaruh terhadap perilaku flexing sehingga penting untuk mencari kelompok pertemanan yang sehat.
1. https://jatim.tribunnews.com/2023/04/30/arti-kata-flexing-istilah-gaul-kerap-seliweran-di-sosmed-ternyata-ada dampak-bagi-kesehatan
mental#:~:text=Menurut%20Cambridge%20Dictionary%2C%20Flexing%20adalah,oleh%20orang%20lain%20tidak %20menyenangkan.
2. https://ameera.republika.co.id/berita/rqtwh6414/kenapa-konten-flexing-cepat-viral-ini-jawaban-pakar 3. https://psychology.binus.ac.id/2022/11/29/flexing-self-branding-atau-penipuan/
4. https://time.com/6147088/inventing-anna-true-story/
5,6. https://cianjur.suara.com/read/2023/02/22/103243/mengapa-orang-suka-flexing-berikut-penjelasan-faktor psikologi-di-balik-keinginan-untuk-memamerkan-diri-menurut-ahli
9 Dosen Psikologi Paparkan Alasan Seseorang Lakukan Flexing
7,8.
https://www.researchgate.net/publication/345461755_Pamer_Kemewahan_Kajian_Teori_Konsumsi_Thorstein_Veb len
9. https://www.um-surabaya.ac.id/homepage/news_article?slug=dosen-psikologi-paparkan-alasan-seseorang lakukan-flexing
0 komentar:
Posting Komentar